DENPASAR, Balipolitika.com- Ahli Perbankan Ahmad Hidayat menegaskan apa yang dilakukan oleh Direktur Utama BPR Bali Artha Anugrah, Ida Bagus Toni Astawa alias Gus Toni salah di mata hukum.
Sebab, hal ini dilakukan secara berulang-ulang kendati alasannya untuk untuk menutupi tingginya Non-Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah di bank tersebut agar tetap berada di bawah 3 persen sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penegasan itu diungkapkan Hidayat dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan Hakim Ketua Sayuti dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar Komang Swastini, Kamis, 20 Maret 2025.
Kesalahan itu tentu merujuk pada Standard Operating Procedure (SOP) dari BPR Bali Artha Anugrah.
Apalagi, ini sudah dilakukan berulang-ulang dalam artian sebagai bentuk kesengajaan terdakwa Gus Toni.
“Ini memastikan ketidaktaaan terhadap aturan,” katanya.
Mirisnya, ketidaktaatan terhadap aturan yang dilakukan mantan Ketua KONI Denpasar ini berlangsung bertahun-tahun, yakni dari tahun 2017 sampai awal 2023 atau sebelum dibongkar oleh OJK yang berujung penutupan operasional BPR tersebut.
“Dari 2017 sampai 2023 dan ini yang berulang,” beber Ahli Perbankan Ahmad Hidayat.
Dengan kata lain ada niat “jahat” terdakwa Gus Toni dalam mengesampingkan aturan yang ada.
Dan, ini juga dikejar oleh Jaksa Penuntut Umum adakah terkait pembagian bonus.
Ahli menjelaskan, namanya insentif tentu diberikan kepada karyawan yang berprestasi.
Di mana diketahui dalam kasus kredit fiktif ini, terdakwa Gus Toni banyak membawa nasabah dalam tanda kutip.
Hal ini bisa saja mengindikasikan bahwa Gus Toni mendapat bonus lebih dari pembuatan kredit fiktif tersebut selain soal akal-akalan pengaturan NPL.
Digarisbawahi oleh ahli bahwa dengan adanya akal-akalan NPL ini otoritas terkait tidak bisa memberikan jalan ke luar atau solusi dari persoalan yang terjadi di BPR tersebut.
Sebab, dengan akal-akalan NPL lewat penyaluran kredit fiktif, otoritas perbankan sendiri tidak bisa mendiagnosa apa yang menjadi persoalan di BPR Bali Artha Anugrah.
Diberitakan sebelumnya, Gus Toni bersama terdakwa lainnya menyalurkan 635 kredit fiktif hingga menimbulkan kerugian BPR tempatnya bekerja mencapai Rp 325,47 miliar. (bp/ken)