BADUNG, Balipolitika.com– Otto Hasibuan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) periode 2020-2025 hadir dalam acara bertajuk “Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia bertema “Penguatan Peradi sebagai State Organ dan Satu-satunya Organisasi Advokat Indonesia” di InterContinental Bali Resort, Jimbaran, Kamis, 5 Desember 2024.
Advokat sekaligus pebisnis kelahiran Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, 5 Mei 1959 yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dalam Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ini mengatakan bahwa Peradi tidak mungkin ada tanpa jasa Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Prof. Yusril Ihza Mahendra.
“Kenapa? Karena Peradi lahir dari Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003. Yang membidangi Undang-Undang Advokat saat itu adalah Prof. Yusril. Ini sejarah besar. Ini sejarah yang patut kita catat. Prof. Yusril berhasil melahirkan Undang-Undang Advokat sedemikian rupa yang akhirnya melahirkan Peradi sebagai satu-satunya organisasi (profesi, red) advokat,” ucap Otto Hasibuan disambut tepuk tangan ratusan audiens yang berasal dari DPC Peradi se-Indonesia.
Sejak lahirnya Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, sepanjang sejarah gugatan-gugatan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terhadap Peradi, imbuh Otto Hasibuan, Peradi selalu menang.
Terupdate, Peradi kini beranggotakan 70.000 advokat se-Indonesia dan mendapatkan pengakuan dari publik internasional.
Kepada anggota DPC Peradi se-Indonesia yang 100 persen hadir di lokasi rakernas, Otto Hasibuan mengulas bahwa Peradi berdiri sejak tahun 2005 berdasarkan amanat Undang-Undang Advokat oleh 8 organisasi advokat.
Peradi berjalan selama ini sebagai state organ negara; bukan sembarangan organisasi karena menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi dan menjadi organ negara serta menjalankan fungsi negara di mana salah satunya adalah mengangkat advokat.
“Itu adalah kewenangan yang diberikan undang-undang kepada Peradi. Artinya, boleh saja kita mendirikan organisasi advokat, mau 100-200, tapi itu bukanlah sebagai organisasi yang diberikan amanat oleh undang-undang. Yang diberikan amanat hanyalah satu. Itulah single bar itu. Dan hampir di seluruh dunia menganut sistem single bar itu,” urai Otto Hasibuan.
Lebih lanjut, Otto Hasibuan menyebut “perpecahan” di tubuh Peradi semakin mengokohkan posisi organisasi profesi advokat resmi satu-satunya di Indonesia tersebut.
“Di dalam perjalannya Peradi ini boleh dikatakan bahkan ada perpecahan. Tetapi saya juga merasakan hal luar biasa sekali. Semakin banyak tantangan, semakin banyak tekanan, Peradi ini bukannya semakin kecil, tetapi semakin besar,” ungkap ayahanda Yakup Hasibuan, Putri Linardo, dan Firmanto Laksana itu.
“Dari segi kualitas juga dipandang sangat baik sekali. Dari segi organisasinya, asetnya juga luar biasa. Mungkin satu-satunya organisasi profesi yang memiliki kantor sendiri dan tidak dibiayai negara, Rp1 rupiah pun tidak ada uang negara,” tegas Otto Hasibuan sembari menyebut kondisi ideal tersebut berkat kepercayaan masyarakat terhadap para advokat yang bernaung di bawah payung Peradi. (bp/ken)