BADUNG, Balipolitika.com– Bertepatan dengan Hari Ibu, Minggu, 22 Desember 2024, Perempuan Pengawas Pemilu alias Srikandi Bawaslu sampaikan 4 capaian dan 3 rekomendasi untuk penyelenggaraan pemilu dan pemilihan yang inklusif dan adil gender.
Catatan ini disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Rahmat Bagja didampingi Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty dalam Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu yang diikuti Perempuan Pengawas Pemilu Se-Indonesia bertema “Perempuan Berdaya Mengawasi; Menggerakkan Perempuan, Mewujudkan Pemilu dan Pemilihan yang Inklusif dan Demokratis” di Seminyak, Badung, Bali, Minggu, 22 Desember 2024.
Konsolidasi ini juga menjadi refleksi dan evaluasi atas capaian yang dihasilkan konsolnas momentum peringatan Hari Ibu pada tahun 2022.
4 Capaian Kebijakan Bawaslu
Salah satu capaian atas rekomendasi Konsolnas tahun 2022 adalah mengimplementasikan kebijakan berbasis gender (gender based policy).
Setidaknya terdapat 3 kebijakan yang telah dilakukan; Pertama, menerbitkan SK Ketua Bawaslu tentang Petunjuk Teknis Rekrutmen Pengawas Pemilu dan Pemilihan yang Berkeadilan Gender.
Kedua, advokasi kebijakan untuk menegakkan kebijakan tindakan khusus sementara (affirmative action) dalam pencalonan legislatif terkait polemik pasal 8 ayat 2 huruf b Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Ketiga, kerja sama (MoU) dengan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pengawas Pemilu.
Keempat, menerbitkan SK Ketua Nomor 417/HK.01.01/K1/12/2024 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pengawas Pemilu, melingkupi strategi pencegahan, penanganan, dan pemulihan.
3 Rekomendasi Srikandi Bawaslu
Pertama, menguatkan partisipasi perempuan dalam pemilu dan pemilihan, di antaranya melalui 1) penyusunan kurikulum pendidikan politik perempuan sebagai pemilih, peserta, dan pengawas; 2) peningkatan kapasitas perempuan sebagai pemilih, peserta, dan pengawas; 3) menghapus hambatan sosial, ekonomi, dan struktural yang menghalangi perempuan terlibat dalam pemilu dan pemilihan, dan 4) mendorong kampanye pemilu dan pemilihan yang inklusif dan adil gender.
Kedua, mendorong revisi Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu, red) dan Undang-Undang Pemilihan (UU Pemilihan, red) yang inklusif dan demokratis, di antaranya terkait 1) pemenuhan kuota minimal 30 persen perempuan penyelenggara pemilu dengan pengubahan frasa “memperhatikan” direvisi dengan frasa “mewujudkan”, mulai dari timsel, rekrutmen penyelenggara pemilu, hingga hasil penyelenggara yang terpilih (baik dari tingkatan RI hingga adhoc); 2) pemenuhan kebutuhan dasar perempuan penyelenggara pemilu terkait dengan cuti hamil dan menyusui khususnya pada tahapantahapan penyelenggaraan pemilu; 3) menciptakan dan mendorong lingkungan kerja penyelenggaraan pemilu yang ramah anak dan perempuan; dan 4) penghapusan stereotip gender dalam keterwakilan perempuan sebagai peserta pemilu.
Ketiga, mewujudkan pemilu inklusif, di antaranya: 1) menerbitkan kebijakan bawaslu terkait perlindungan kekerasan terhadap perempuan, 2) memastikan desain pemilu ramah bagi perempuan disabilitas, dan 3) mendukung perempuan dari kelompok rentan, seperti masyarakat adat, miskin, aliran kepercayaan untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan.
“Bawaslu berkomitmen tidak ada satu pun perempuan yang memiliki hambatan sistemik, baik sebagai pemilih, penyelenggara, peserta pemilu karena harus berhadapan dengan situasi kekerasan. Bawaslu juga akan terus hadir melakukan edukasi dan advokasi mewujdukan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan yang bebas dari kekerasan seksual, berkeadilan gender, inklusif, dan demokratis,” tegas Lolly Suhenty. (bp/ken)