DENPASAR, Balipolitika.com– Pemerintah, LSM, dan pakar teknis dari seluruh wilayah Segitiga Terumbu Karang berkumpul untuk merumuskan strategi regional komprehensif menangani masalah pengelolaan sampah di ekosistem laut yang paling beranekaragam di dunia.
Pertemuan ini menandai momen penting dalam kerja sama regional di mana para pemangku kepentingan berkomitmen untuk mengambil tindakan sistematis terhadap krisis limbah plastik yang semakin mengancam terumbu karang, perikanan, dan komunitas pesisir di enam negara.
Pertemuan ini merupakan bagian dari Rencana Aksi Regional (RPOA) 2.0 dari Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF), Target A2: Spesies Terancam; Aktivitas Regional A2.1, dan diselenggarakan bersama WWF.
Diskusi berfokus pada krisis limbah plastik yang semakin memburuk—saat ini sekitar 13 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun, dan angka ini diperkirakan hampir dua kali lipat pada tahun 2040 jika tidak ada tindakan. Wilayah Segitiga Terumbu Karang mencakup Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor-Leste, yang merupakan rumah bagi 76 persen spesies terumbu karang dunia, namun juga termasuk di antara penyumbang terbesar polusi plastik laut secara global.
Mengatasi Akar Masalah Polusi Plasti Laut
Pertemuan ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab utama polusi plastik laut dan mengeksplorasi jalur kerja sama regional. Penelitian oleh WWF dan CTI-CFF menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang buruk, infrastruktur yang tidak memadai, kerangka kebijakan yang lemah, dan model produksi yang tidak berkelanjutan merupakan kontributor utama krisis ini, dengan pulau-pulau kecil dan komunitas pesisir menghadapi tantangan khusus.
Pertemuan ini adalah langkah awal dari upaya berkelanjutan di seluruh wilayah untuk mengatasi polusi plastik,” kata Dr. Frank Keith Griffin, Direktur Eksekutif CTI-CFF. “The Coral Triangle Initiative adalah platform yang kuat untuk menyatukan berbagai rencana aksi regional dan mendorong kolaborasi, berbagi strategi yang telah terbukti efektif di kawasan ASEAN dan Pasifik.”
Diskusi menekankan pergeseran dari pengelolaan limbah hilir ke pencegahan hulu, dengan kebutuhan akan perubahan sistemik.
Penelitian menunjukkan bahwa transisi dari ekonomi linear ke ekonomi sirkular dapat mencegah antara 2,2 hingga 5,9 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun hanya dari negara-negara Segitiga Terumbu Karang.
Mengembangkan Pendekatan Regional Kolaboratif
Strategi regional ini masih dalam tahap perumusan, dengan diskusi yang berfokus pada area intervensi utama yang disusun ke dalam empat tema sentral, yakni Penguatan Tata Kelola dan kebijakan; Peningkatan Kapasitas dan Alih Teknologi; serta Pendanaan dan Akses Pasar; Kolaborasi Lintas Sektor.
Topik utama yang dibahas meliputi reformasi kebijakan untuk menghapus secara bertahap plastik sekali pakai yang berbahaya, penerapan tanggung jawab produsen yang diperluas, penguatan infrastruktur pengelolaan sampah, serta pembentukan platform berbagi pengetahuan bagi komunitas lokal.
“Tantangan yang beranekaragam di kawasan ini menuntut solusi yang disesuaikan secara lokal dan didorong oleh keterlibatan komunitas,” ujar Klaas Jan Teule, WWF Coral Triangle Programme Leader.
“Pertemuan ini merupakan langkah penting dalam membangun kemitraan multi-pemangku kepentingan yang memungkinkan kita untuk berbagi pengetahuan dan memperluas model-model keberhasilan,” imbuhnya.
Solusi Lokal dan Studi Kasus Keberhasilan
Diskusi awal juga menekankan pentingnya solusi yang dipimpin oleh komunitas, dengan studi kasus dari kawasan yang menunjukkan bagaimana inisiatif lokal dapat mendorong perubahan yang berarti.
Beberapa di antaranya meliputi program pengelolaan sampah di Kawasan konservasi laut Indonesia dan model ekonomi sirkular di masyarakat pesisir Filipina.
Contoh-contoh ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan pengelolaan sampah dengan aktivitas ekonomi lokal, seperti pusat daur ulang dari masyarakat, bank sampah, pariwisata, dan perikanan, serta membangun model pembiayaan berkelanjutan untuk menjamin keberhasilan jangka panjang.
Inisiatif pengelolaan sampah yang berhasil di kawasan konservasi laut, yang sering kali berada di pulau-pulau kecil terpencil, juga menekankan perlunya menghubungkan upaya lokal dengan infrastruktur ekonomi sirkular yang lebih luas.
“Karakter lintas batas dari polusi plastik laut membutuhkan aksi yang terkoordinasi, pendekatan multi-pemangku kepentingan, dan upaya untuk membangun kapasitas masyarakat lokal dalam menerapkan solusi setempat,” ujar Rili Djohani, Direktur Eksekutif Coral Triangle Center.
“Strategi ini mengakui bahwa solusi yang efektif harus memenuhi kebutuhan komunitas lokal sekaligus memperkuat seluruh rantai nilai pengelolaan sampah, mulai dari pencegahan dan pembuangan yang bertanggung jawab hingga pemulihan dan penggunaan kembali,” sambungnya.
Langkah Selanjutnya: Bergerak Menuju Implementasi
Meskipun pertemuan ini berfokus pada penjajakan awal dan brainstorming, terdapat kesepakatan mengenai beberapa langkah selanjutnya.
Strategi ini nantinya akan diintegrasikan ke dalam RPOA 2.0 CTI-CFF dan rencana strategis pengembangan kapasitas jangka panjang selama 10 tahun.
Implementasinya akan difokuskan pada dukungan bagi daerah pesisir, pusat-pusat pariwisata, dan kawasan konservasi laut yang memiliki peran penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati laut, sekaligus berkontribusi pada target regional untuk melindungi 30 persen wilayah pesisir dan laut pada tahun 2030.
Para peserta menekankan bahwa keberhasilan implementasi strategi ini akan memerlukan komitmen politik yang berkelanjutan, investasi finansial, dan kerja sama lintas sektor.
Kerangka kerja yang diusulkan sejalan dengan tujuan global seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14: Kehidupan di Bawah Air dan berkontribusi pada gerakan internasional yang lebih luas untuk perjanjian global tentang polusi plastik.
Pertemuan ditutup dengan komitmen untuk mengembangkan rencana aksi nasional, membentuk sistem pemantauan regional, dan menciptakan mekanisme untuk berbagi pengetahuan serta dukungan teknis secara berkelanjutan.
Kegiatan tindak lanjut akan mencakup lokakarya pengembangan kapasitas yang terfokus serta pembentukan mekanisme pembiayaan untuk mendukung solusi berbasis masyarakat.
Saat negara-negara di Kawasan Segitiga Terumbu Karang melangkah maju dengan strategi kolaboratif ini, jalan ke depan sudah jelas: aksi bersama, solusi inovatif, dan komitmen yang tak tergoyahkan menjadi kunci untuk menjaga ekosistem laut yang vital ini bagi generasi mendatang.
Waktu untuk bertindak adalah sekarang, dan kekuatan kolektif negara-negara ini akan menjadi pendorong utama dalam membalikkan keadaan melawan polusi plastic di laut.
Dunia sedang menyaksikan, dan bersama-sama, Segitiga Terumbu Karang akan memimpin perubahan. (bp/ken)