BADUNG, Balipolitika.com- Zero transmission, zero disability, and zero discrimination alias nol penularan, nol disabilitas, dan nol diskriminasi menjadi tiga misi utama The 22nd International Leprosy Congress (ILC) 2025 atau Kongres Kusta Internasional ke-22 tahun 2025 yang digelar di Bali, Senin hingga Kamis, 7-9 Juli 2025.
Komitmen itu digelorakan oleh sebanyak 1.000 delegasi dari 12 negara yang hadir di Pulau Dewata Bali.
Prof. Dr. dr. M. Yulianto Listiawan, Sp.DVE,Subsp.OBK, Ketua ILC 2025 mengatakan terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah konferensi ini diharapkan semakin meningkatnya kepedulian serta kesadaran seluruh stakeholder termasuk masyarakat membasmi penyakit kusta alias lepra.
“Indonesia menjadi negara nomor 3 di dunia yang memiliki jumlah kasus terbesar penyakit kusta dan baru kali ini menjadi tuan rumah. Diharapkan semua pihak ikut menyuarakan pentingnya penanggulangan penyakit ini juga menghilangkan stigma negatif pada pasien yang selama ini terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi di negara lain,” ujar Yulianto dalam jumpa pers di Bali Nusa Dua Convention Center, Senin 7 Juli 2025.
Bukan penyakit keturunan sebagimana yang kerap diyakini masyarakat, Yulianto menekankan bahwa kusta bisa disembuhkan.
Yulianto menambahkan memerangi kusta atau lepra tidak bisa dilakukans seorang diri, melainkan harus ada campur tangan pemerintah, khususnya dalam hal mengilangkan stigma negatif terhadap penderitanya.
“Kita semakin dekat dari sebelumnya untuk mengalahkan kusta. Namun untuk mencapai zero leprosy, kita harus bertindak tegas — dengan ilmu pengetahuan, kasih sayang, dan persatuan,” ungkap Yulianto.
Imbuhnya, menuju dunia tanpa kusta merupakan alasan The 22nd International Leprosy Congress (ILC) 2025 atau Kongres Kusta Internasional ke-22 tahun 2025 digelar.
Agar tujuan tersebut terwujud maka pelibatan para ilmuwan, profesional kesehatan, pembuat kebijakan, orang yang terkena kusta, dan masyarakat sipil dilakukan.
Kongres yang diadakan setiap tahun ini berfungsi sebagai platform utama dunia untuk meninjau kemajuan ilmiah, berbagi praktik terbaik, dan mengoordinasikan tindakan untuk memberantas kusta yang merupakan salah satu penyakit tertua dan paling disalahpahami manusia.
Komitmen dan kolaborasi global lebih dari 1000 delegasi yang mewakili lebih dari 12 negara berpartisipasi dalam kongres ini dinilai mencerminkan komitmen yang belum pernah terjadi sebelumnya dan terpadu terhadap tujuan global untuk mengakhiri kusta.
Negara-negara seperti India, Republik Korea, Jepang, dan Indonesia telah memperbarui strategi eliminasi nasional, sementara kemitraan yang muncul dengan sektor swasta dan lembaga penelitian mempercepat inovasi di bidang ini.
Sejak Mei 2001, WHO juga mengandalkan upaya yang dilakukan oleh Yohei Sasakawa, Duta Besar WHO untuk Kusta yang melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk mengadvokasi pemberantasan penyakit tersebut.
Melalui berbagai proyek hibah, berbagai upaya terus dilakukan untuk membangun masyarakat yang bebas dari stigma dan diskriminasi terhadap kusta dan untuk mendorong para individu yang terdampak agar memperoleh akses penuh terhadap perawatan dan layanan yang mereka butuhkan. (bp/ken)