DENPASAR, Balipolitika.com– Seniman belia Sanggar Seni Selendro Agung, Banjar Saren, Desa Sibangkaja, Kecamatan Abiansemal, Badung tampil memukau di Wimbakara (Lomba) Gender Wayang Anak-Anak, Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 47 tahun 2025 di Kalangan Angsoka, Minggu 29 Juni 2025.
Duta kabupaten Badung yang diwakili empat orang 3 laki dan 1 perempuan, yakni I Putu Raditya Sedana, I Putu Marbin Andrika Putra Pratama, Si Ngurah Arya Widana, dan Ida Ayu Putu Aishwarya Ganiswari membawakan tiga tabuh atau gending.
Tiba tabuh itu terdiri atas Gending Cangak Merengang, Gending Pamungkah, dam Gending Rebong.
Mereka beradu dengan dua kelompok atau duta lainnya dari Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar.
Koordinator Gender Wayang, Dinas Kebudayaan Badung, I Wayan Muliadi menjelaskan Duta Kabupaten Badung menunjukkan ciri khas gender Bumi Keris.
“Ini merupakan acuan dari provinsi. Kita di masing-masing kabupaten/kota menunjukan ciri khas masing-masing karena karakteristik pasti berbeda. Jangankan antara kabupaten, antara desa pun akan memiliki perbedaan,” jelas I Wayan Muliadi.
Pemilihan duta untuk gender wayang dilakukan selama setahun sebelum PKB ke-47 dan latinan dimulai sejak Desember 2024.
Ungkapnya proses untuk menentukan seniman gender wayang tidaklah sulit, sebab regenerasi telah berjalan dengan baik.
“Sanggar yang fokus ke gender wayang itu sudah ada. Jadi kita tinggal memilih saja,” jelasnya.
Usai tampil, Ida Ayu Ganiswari dan kawan-kawan mengaku plong.
“Awal-awal agak grogi, tapi saat tampil jadi menikmati, sekarang sudah plong aja,” ungkap Ida Ayu Ganiswari.
Senada, Putu Raditya pun mengaku disertai perasaan grogi di awal pementasan.
”Saat dimulai jadi menikmati dan sangat senang sudah bisa tampil,” katanya.
Untuk hasil akhir, Raditya mengaku tidak menargetkan keluar sebagai juara lantaran baginya bisa tampil terbaik adalah suatu kebanggaan baginya.
“Semoga bisa jadi yang terbaik aja,” pungkasnya.
Tiga gending yang ditampilkan oleh Sanggar Seni Selendro Agung dibina oleh oleh I Made Adi Suyoga Adnyana dan I Kadek Andika Cahya Putra.
Gending Tabuh Cangak Merengang merupakan sajian musikal gender wayang yang terinspirasi dari burung yang berkaki panjang yang kerap berdiri waspada dan tampak liar dalam pengamatan.
Dalam liarnya nada dan ritme yang merengang, tersirat pesan mendalam tentang kepekaan, keseimbangan, serta keharmonisan antara manusia dan alam. Inilah wujud seni sebagai laku Jagat Kerthi.
Kemudian, Pamungkah adalah tabuh pembuka dalam sebuah pertunjukan wayang kulit Bali.
Gending ini ditata mengdepankan unsur-unsur musikal dengan teknik gender wayang yang rumit dari cepat dan lambannya memilih atau mengelarkan wayang.
Gending Rebong dang Angkat Angkat bertujuan membangkitan getar asmara yang halus tersusun dari dua palet yang saling bersahutan, seakan menggambarkan dua rasa bertemu dan bertarung dalam ruang batin. (bp/ken)