DENPASAR, Balipolitika.com- Cuaca di Indonesia belakangan ini terasa membingungkan karena menurut kalender harusnya memasuki musim kemarau.
Namun, hujan justru masih kerap turun di berbagai daerah.
Fenomena ini dikenal dengan sebutan kemarau basah.
Ini tidak hanya membuat aktivitas harian terganggu tetapi juga berdampak pada sektor pertanian hingga ketahanan pangan.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kemarau basah? Apa penyebab dan dampaknya?
1. Apa itu kemarau basah? Ini sederet faktanya
Kemarau basah adalah fenomena cuaca di mana curah hujan tetap tinggi meskipun seharusnya sudah memasuki musim kemarau.
Biasanya, musim kemarau identik dengan cuaca panas dan minim hujan, tetapi saat kondisi kemarau basah hujan masih sering turun dengan intensitas yang signifikan.
Fenomena ini dikenal juga dengan istilah wet drought.
Sehingga meski hujan turun, ketersediaan air tetap menurun karena hujan tidak cukup terserap ke dalam tanah atau sistem penyimpanan air.
2. Penyebab kemarau basah di Indonesia
Selanjutnya, yakni mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan fenomena ini terjadi.
Tidak sekadar perubahan cuaca biasa, kemarau basah berkaitan erat dengan dinamika iklim global yang kompleks.
Mulai dari fenomena La Niña hingga gangguan atmosfer seperti MJO (Madden-Julian Oscillation).
Faktor tersebut berperan dalam memicu curah hujan tinggi meski seharusnya musim kemarau berlangsung.
Berikut penjelasan dari beberapa faktor yang menyebabkan kemarau basah, yakni:
- Fenomena La Niña, yakni suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur yang lebih dingin dari normal dapat meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia.
- Indian Ocean Dipole (IOD) Negatif yakni kondisi di mana suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian timur (dekat Indonesia) lebih hangat dibandingkan bagian baratnya, yang memperkuat pembentukan awan dan hujan di wilayah Indonesia.
- Gangguan atmosfer seperti fenomena seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuator dapat memicu pembentukan awan hujan meskipun seharusnya sudah memasuki musim kemarau.
3. Dampak kemarau basah untuk berbagai sektor
Kemarau basah berdampak pada berbagai sektor, terutama pertanian.
Petani yang menanam komoditas kering seperti jagung atau kedelai sering kali mengalami gagal panen akibat lahan yang terlalu lembap atau tergenang air.
Selain itu, kalender musim tanam berbasis iklim tahunan menjadi sulit diterapkan karena ketidaksesuaian pola hujan.
Namun, adanya kemarau basah ini juga dampak positifnya.
Misalnya, petani bawang merah dapat memperoleh panen melimpah karena tanaman tersebut tumbuh dengan minimnya hama, sehingga produksi dapat meningkat.
Selain untuk pertanian, dampak kemarau basah bagi lingkungan juga ada.
Kemarau basah menciptakan lingkungan lembap dan banyak genangan air sehingga memicu peningkatan kasus penyakit tropis seperti:
- Demam Berdarah Dengue (DBD)
- Leptospirosis
- Infeksi saluran pernapasan
4. Prediksi BMKG soal kemarau basah di Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa musim kemarau 2025 akan lebih basah dibandingkan biasanya.
Sekitar 26% wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal selama musim kemarau ini.
Adapun wilayah yang paling terdampak adalah daerah dengan pola hujan monsunal, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Fenomena kemarau basah di Indonesia akan berlangsung hingga akhir Agustus 2025.
Setelah itu, Indonesia akan memasuki masa peralihan atau pancaroba pada bulan September hingga November 2025, lalu memasuki musim hujan yang diperkirakan akan dimulai pada Desember 2025 hingga Februari 2026.
Berikut penjelasan apa itu kemarau basah? Fenomena iklim tidak biasa melanda Indonesia.
- Kemarau basah adalah fenomena cuaca di mana curah hujan tetap tinggi meskipun seharusnya sudah memasuki musim kemarau.
- Penyebab kemarau basah terjadi di Indonesia adalah karena faktor La Niña, Indian Ocean Dipole (IOD) Negatif, dan gangguan atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO).
- Kemarau basah berdampak pada pertanian, ketidaksesuaian pola hujan, serta berpotensi meningkatkan kasus penyakit tropis. BMKG memprediksi bahwa musim kemarau 2025 akan lebih basah dibandingkan biasanya. (bp/jk/ken)