DENPASAR, Balipolitika.com– Ketidaktegasan pemerintah soal regulasi atau aturan driver ojek online (ojol) harus ber-KTP Bali sebagaimana diterapkan provinsi-provinsi lain di wilayah Indonesia berujung malapetaka.
Setelah sederet kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dewasa, termasuk di dalamnya warga negara asing oleh ojol ber-KTP luar Bali, kini giliran bocah 11 tahun yang menjadi korban kebiadaban ojol tak berperikemanusiaan.
Aksi pencabulan bocah di bawah umur ini terjadi saat korban pulang les berjalan kaki ke arah rumahnya, Senin, 19 Mei 2025 sekitar pukul 16.00 Wita di kawasan Jalan Gunung Slamet, Desa Tegal Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.
Korban berinisial KZA dipaksa naik ke atas sepeda motor oleh seorang pria mengenakan jaket dan helm ojek online.
Dalam perjalanan, pelaku melakukan tindakan pencabulan dengan memasukkan tangan kanannya ke area sensitif tubuh korban sebanyak dua kali.
Tak hanya sampai di situ, setelah melakukan aksi bejatnya, pelaku membawa korban ke wilayah Jalan Gunung Cemara IV, Denpasar Barat, yang diyakini sebagai lokasi lanjutan dari kejadian tersebut.
Mengetahui peristiwa keji itu, orang tua korban melapor ke Polresta Denpasar pada 20 Mei 2025.
Laporan tersebut tercatat dengan nomor **LP/B/385/V/2025/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Polresta Denpasar bergerak cepat.
Petugas melakukan interogasi terhadap pelapor, korban, serta sejumlah saksi.
Polisi juga melakukan pemeriksaan rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian dan dari rekaman tersebut terlihat sosok terduga pelaku mengendarai sepeda motor dengan nomor polisi DK 3007 IT, lengkap dengan jaket dan helm khas pengemudi ojek online.
Singkat kata, pelaku pun berhasil diringkus saat mengambil pesanan di Jalan Jalan Pulau Tarakan, Denpasar.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Denpasar meringkus pelaku berinisial FO (34 tahun) seorang pengemudi ojek online asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (bp/ken)