BULELENG, Balipolitika.com- Banyak warga bingung dengan klaim bahwa peluncuran siaran tv digital oleh Gubernur Bali Wayan Koster di Turyapada Tower, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada pada Jumat, 18 April 2025 mengakhiri era antena parabola di Den Bukit.
Saat sinyal TV Digital Turyapada Tower diklaim membantu masyarakat mendapatkan siaran yang jernih dan berkualitas, di sisi lain masyarakat Buleleng protes dan menyebut layar televisi mereka masih dikuasai semut jika tidak menggunakan antena parabola atau berlangganan khusus.
Di sisi lain, Pemerintah Buleleng mengklaim bahwa hanya menggunakan televisi tabung, STB dan antena UHF, siaran TV digital sudah dapat dinikmati dengan jernih sebagaimana dijelaskan oleh masyarakat Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan bernama Wayan Sunarca.
Warga Banjar Kanginan Desa Bontihing itu mengaku sebelum ada sinyal tv digital dari Turyapada Tower ini gambarnya gerimis, dan hilang-hilang.
Namun sejak aktif sinyal tv digitalnya kualitas gambar jernih, siaran lebih banyak ditangkap dan tidak perlu parabola serta gratis.
“Tiang seneng nonton siaran live sepakbola, jadi tiang tidak khawatir siaran diacak, gambarnya jernih. Terima kasih Bapak Gubernur dan Bupati Buleleng atas layanan siaran tv digital ini. Semoga ke depan lebih banyak lagi siaran yang ditangkap,” harapnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Kadek Sinta Desiana warga Desa Unggahan Kecamatan Seririt bahwasannya sebelum ada sinyal tv digital dari Turyapada Tower siarannya sering diacak-acak, sering hilang.
“Saya sangat bersyukur sudah ada sinyal TV digital. Saya sih tidak hobi nonton bola, tapi suami tiang sangat seneng nonton bola. Dulunya ngerebek, gerimis, hilang-hilang sekarang tidak. Pokoknya terima kasih sangat terbantu sekali,” ungkapnya.
Dalam launching sinyal tv digital oleh Gubernur Bali Wayan Koster, didampingi, Wakil Gubernur, Bupati Buleleng dan Forkopimda Bali mengatakan launching itu menjadi tonggak penting dalam perjalanan dunia penyiaran di Provinsi Bali.
“Melalui peluncuran siaran TV digital dari Turyapada Tower, kita menandai babak baru dalam pelayanan informasi dan hiburan yang lebih jernih, modern, dan menjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat khususnya pada wilayah Bali Utara. 90 persen terjangkau area Buleleng dalam siaran TV digital, saat ini baru 9 stasiun TV yang dipancarkan oleh pemegang mux Vivat TV. Ke depan sebanyak 30 siaran lebih akan di tangkap oleh masyarakat Buleleng dan Jembrana oleh pemegang mux di Bali,” ujar Koster.
Selain itu Turyapada Tower bukan sekadar sebuah bangunan megah yang menjulang di dataran tinggi, tetapi merupakan simbol transformasi, kemajuan teknologi, dan wujud komitmen kita dalam menghadirkan layanan informasi yang berkualitas, merata, dan modern bagi seluruh masyarakat Bali.
Dengan ketinggian 1.636 meter di atas permukaan laut, Turyapada Tower tidak hanya berfungsi sebagai pemancar siaran televisi digital, tetapi juga sebagai destinasi wisata yang menawarkan berbagai fasilitas seperti planetarium, skywalk, restoran putar 360 derajat, restoran statis dan jembatan kaca.
Ditambahkan Peluncuran siaran TV digital di Turyapada Tower, yang berlokasi pada Desa Adat Amertasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Menara ini dirancang untuk memperluas jangkauan siaran televisi digital, terutama di wilayah utara Bali seperti Buleleng dan Jembrana, yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam menerima sinyal televisi tanpa parabola.
Melalui siaran TV digital, masyarakat kini dapat menikmati tayangan dengan kualitas gambar dan suara yang jauh lebih baik, serta akses yang lebih luas terhadap informasi, hiburan, dan pendidikan.
Ini adalah bagian dari langkah strategis dalam mendukung program pemerintah pusat untuk migrasi dari TV analog ke digital, serta penguatan ekosistem digital nasional.
Berbanding terbalik dengan pengakuan Wayan Sunarca dan Kadek Sinta Desiana, netizen Buleleng mengaku belum ada perubahan sama sekali dengan kehadiran Turyapada Tower.
“Sebelah timur Sembiran, Desa Penuktukan belum bisa,” tulis Sudi Made.
“Di tempat tiang, Kecamatan Kubutambahan Timut belum bisa alias semut doang,” keluh Kadek Sukadna.
“Tapi di tempat tiang belum bisa,” ungkap Wayan Linggih. (bp/ken)