DENPASAR, Balipolitika.com- Ketua DPRD Provinsi Bali Dewa Made Mahayadnya memimpin Rapat Paripurna ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Ruang Sidang Utama, Kantor DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Senin, 14 April 2025.
Rapat paripurna tersebut mengagendakan Jawaban Gubernur Bali terhadap Pandangan Umum Fraksi-Fraksi atas Raperda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali dan Raperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2025-2055.
Dalam sambutannya, Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi pandangan dan masukan seluruh fraksi terhadap dua raperda tersebut.
Ia menyampaikan bahwa perubahan regulasi mengenai pungutan wisatawan asing harus dilengkapi dengan peraturan gubernur yang mengatur mekanisme secara jelas dan memberikan kepastian hukum.
“Perubahan Peraturan Daerah ini perlu disesuaikan dengan substansi baru, termasuk penyempurnaan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembayaran Pungutan,” jelas Koster.
Koster juga menanggapi usulan terkait terminologi “seseorang atau kelompok” yang dinilai lebih inklusif dibanding “perusahaan atau lembaga”, serta menjelaskan bahwa hasil pungutan akan diprioritaskan untuk pelindungan budaya dan lingkungan alam sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023.
Terkait usulan Raperda RPPLH Tahun 2025-2055, Koster menegaskan bahwa rancangannya telah disusun berdasarkan landasan hukum yang kuat, yakni mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 dan Surat Edaran Menteri LHK.
Dalam Raperda ini, isu-isu strategis seperti pengelolaan sampah dan kemacetan juga diakomodasi melalui kebijakan yang mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung wilayah Bali.
“Kami akan bahas hal-hal teknis lebih lanjut dalam forum mendatang agar kedua raperda ini bisa segera disahkan menjadi peraturan daerah,” tutup Koster.
Di akhir sesi, Koster juga menyampaikan terima kasih atas saran dari fraksi yang berada di luar konteks dua raperda tersebut, dan memastikan semua masukan telah dicatat untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang inklusif dan akuntabel ke depan.
Secara rinci, penjelasan dan jawaban atas pandangan umum seluruh Fraksi DPRD Bali terhadap Ranperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali terdiri atas 7 poin.
Pertama, sepakat adanya pengaturan melalui Peraturan Gubernur mengenai proses dan mekanisme Pungutan bagi Wisatawan Asing sehingga dapat dilaksanakan dengan jelas, terukur, dan memberikan kepastian hukum. Dengan perubahan peraturan daerah ini, tentunya Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembayaran Pungutan bagi Wisatawan Asing perlu disesuaikan dengan substansi perubahan ranperda ini.
Kedua, terkait frasa “seseorang atau kelompok” cakupannya lebih luas daripada frasa “perusahaan atau lembaga”.
Ketiga, kontradiksi “seseorang atau kelompok” cakupannya lebih luas daripada frasa “perusahaan atau lembaga”.
Keempat, hasil PWA diprioritaskan untuk pelindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali sesuai dengan amanat UU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan telah diperluas untuk peningkatan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali.
Kelima, terkait saran perluasan usulan perubahan ranperda, dapat saya sampaikan bahwa perubahan peraturan daerah dilakukan sesuai dengan kondisi saat ini dan kebutuhan hukum.
Keenam, yang dimaksud pihak lain yang diajak bekerja sama adalah mitra manfaat atau collecting agent. Parameter objektif dari mitra manfaat atau collecting agent akan diatur dalam peraturan gubernur.
Ketujuh, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kerja sama maupun pelaksanaan pungutan bagi wisatawan aisng sangat penting dilakukan untuk memastikan penyelenggaraan PWA terlaksana secara efektif, efisien, dan akuntabel. Pembinaan dan pengawasan akan dilakukan oleh tim dengan melibatkan instansi terkait.
Berikutnya terkait Ranperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup Tahun 2025-2055, Koster menyampaikan 3 poin.
Pertama, materi muatan yang tercantum dalam Raperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2025-2055 mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan telah mempedomani Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SE.5/Menlhk/PKTL/PLA.3/11-2016 sehingga landasan yuridis formal, yuridis material dan yuridis konstitusional telah sesuai.
Kedua, pengaturan sanksi terhadap pelanggaran terhadap penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup.
Ketiga, masalah sampah dan kemacetan di Bali menjadi salah satu faktor penting yang diatur dalam Raperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2025-2055 dengan mengacu pada daya tampung daya dukung wilayah. Hal tersebut diatur pada arahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berupa kebijakan, strategi implementasi, indikasi program/kegiatan dalam kurun 2025-2055 beserta lokasi dan perangkat daerah yang bertanggung jawab. (bp/ken)