DENPASAR, Balipolitika.com- Berdiri sejak 2019, Komunitas Bipolar Bali optimis mengarungi tahun 2025.
Optimisme itu selain disampaikan secara lisan oleh Ketua Komunitas Bipolar Bali, I Gusti Ayu Maha Dewi, juga tampak jelas dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-6 Komunitas Bipolar Bali di Denpasar pada Minggu, 23 Maret 2025.
Ke depan, semangat anggota Komunitas Bipolar Bali ini akan dibarengi oleh Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar.
80 psikiater yang bernaung di bawah payung PDSKJI Cabang Denpasar siap mendukung program kerja atau agenda kegiatan Komunitas Bipolar Bali.
Penegasan itu disampaikan Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ. ditemui di lokasi HUT ke-6 Komunitas Bipolar Bali, Minggu, 23 Maret 2025.
“Kami menyambut baik kehadiran Komunitas Bipolar Bali yang saat ini berusia 6 tahun. Bayangkan, para penyintas bipolar berkumpul membuat komunitas untuk bisa mensupport satu sama lain, memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk juga para caregiver. Saya selaku Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar meyakini bahwa kami harus mendukung kegiatan Komunitas Bipolar Bali. Jangan biarkan inisiatif baik ini justru membuat mereka kesulitan lagi, misalnya ketika membutuhkan seorang psikiater untuk support group mereka. Kami di perhimpunan dengan jumlah anggota 80 orang psikiater yang bekerja di seluruh Bali siap membantu,” ucap psikiater di Bali yang berspesialisasi dalam pengobatan kecanduan zat dan perilaku, ADHD dewasa, depresi, gangguan mood, dan gangguan kecemasan itu.
Salah satu bentuk dukungan yang akan diberikan PDSKJI Cabang Denpasar membuat surat tugas resmi ditujukan kepada psikiater yang akan mendampingi agenda kegiatan Komunitas Bipolar Bali secara gratis.
“Salah satu anggota kami tanpa bayaran siap ikut menemani mereka. Nanti kami utus dengan surat tugas resmi. Orang dengan gangguan bipolar, sejatinya tidak mau membuka diri sehingga dengan hadirnya komunitas ini, peluang untuk pulih menjadi semakin besar,” tandas Dokter Rai.
Support group ini hadir sebagai wahana saling mendukung, berbagi pengalaman, dan mendapatkan inspirasi satu sama lain sesama penderita atau penyintas bipolar, termasuk caregiver alias pengasuh (keluarga dekat).
“Kami berharap ke depan ada support group untuk caregiver. Bayangkan kalau dulu kami psikiaternya yang mengedukasi. Kalau sekarang penyintas punya komunitas sendiri yang umurnya sudah 6 tahun. Tentu kita tidak akan membiarkan mereka sendiri. Kami berharap upaya kolaborasi dari para penyintas, keluarga, dan profesional kesehatan mental, khususnya psikiater bisa terus berlanjut,” harap Dokter Rai.
Bisakah orang dengan bipolar beraktivitas normal di bidang ilmunya masing-masing? Dokter Rai menjelaskan bahwa Permensos RI dan UU Disabilitas mengategorikan penderita bipolar sebagai orang dengan disabilitas psikososial sehingga idealnya mendapatkan perlakuan khusus.
“Banyak yang sehari-hari bekerja, punya keluarga. Sebagian dari mereka tentu punya juga rasa kebanggaan, percaya diri yang baik, sehingga sangat jarang mereka mau dicap disabilitas. Slot-slot khusus untuk pekerjaan idealnya mengadopsi kekhususan mereka, sehingga mereka bisa lebih produktif mengingat dari aspek intelektual dan sebagainya penderita bipolar ini sama sekali tidak ada gangguan. Hanya bagaimana supaya mood mereka tetap stabil. Jadi sangat penting situasi kerja yang baik dan ramah untuk kebutuhan mereka,” jelas Dokter Rai.
Sebagai cacat penting, Dokter Rai menggarisbawahi bahwa orang dengan gangguan bipolar bisa hidup normal jika mampu mengendalikan diri.
Oleh sebab itu, anggapan bahwa penderita bipolar memiliki masa depan suram harus dibuang jauh-jauh.
Dalam rangka membina dan menjaga pikiran positif ini, maka kehadiran Komunitas Bipolar Bali sangat penting sebagai sarana support group system.
“Kadangkala ketika orang baru mengetahui dirinya mengalami bipolar mereka relatif merasa masa depan suram. Pandangan ini akan berubah drastis saat penderita bipolar bergabung dalam Komunitas Bipolar Bali Mereka akan sadar bahwa sangat banyak orang dengan bipolar, tapi sangat produktif di bidang pekerjaan masing-masing bahkan rumah tangganya harmonis. Tentu itu akan memotivasi mereka untuk berjuang dan pulih dari kondisi bipolar ini,” tegas Dokter Rai.
“Begitu juga support untuk keluarga karena bebannya besar juga. Coba bayangkan ada pasangan yang salah satunya menderita bipolar. Maka, perlu support tersendiri pada keluarga sehingga mereka punya pemahaman yang baik dan tahu cara mensupport keluarganya yang menderita bipolar,” sambungnya.
Lebih lanjut, Dokter Rai menambahkan bahwa kehadiran Komunitas Bipolar Bali dengan agenda kegiatan rutin, support group yang baik, dan sejenisnya secara otomatis akan membuat pemulihan orang dengan bipolar lebih cepat dan lebih bertahan lama.
Ia meyakini Komunitas Bipolar Bali akan menorehkan banyak kasus-kasus sukses di mana orang dengan bipolar bisa tetap hidup mandiri, pulih, dan punya kestabilan emosi yang baik.
“Sehingga bisa menjadi contoh untuk yang lain bahwa ternyata mengalami bipolar itu bukan akhir dunia, melainkan tetap bisa produktif dan mandiri dalam kehidupan kita,” ujar Dokter Rai.
Gangguan bipolar terangnya memang menantang, tapi bukan akhir dunia karena dengan perawatan yang tepat, penderita bisa mengelola gejala, meningkatkan kesejahteraan, dan menjalani kehidupan yang bermakna.
Kepada para penderita bipolar yang saat ini masih berjuang sendiri menghadapi penyakitnya, dr. Rai mengajak agar bergabung ke Komunitas Bipolar Bali.
“Tidak perlu takut, tidak ada stigma di sini,” bujuk Dokter Rai. (bp/ken)