DENPASAR, Balipolitika.com– Suka tak suka, kita harus mengakui bersama bahwa “BALI” sudah jauh dari istilah “Bersih, Aman, Lestari, Indah”.
Soal kebersihan misalnya, Bali kini tampak begitu menjijikkan dan jorok karena tumpukan sampah dengan mudah bisa ditemui di mana-mana bahkan sudah terang-terangan ditumpuk di jalan-jalan protokol alias utama.
Posisi Bali sebagai daerah tujuan kaum urban menjadi salah satu faktor pemicu semakin joroknya kondisi Pulau Dewata saat ini.
Tak sedikit kaum urban yang bertaruh nasib di Bali, khususnya Kota Denpasar memilih tidak mau berlangganan sampah bulanan dan nekat membuangnya secara sembarangan.
Kondisi ini membuat banyak pihak kesal lantaran citra Bali sebagai destinasi pariwisata internasional menjadi benar-benar tercoreng hingga tak sedikit wisatawan asing memilih untuk tidak lagi datang berlibur ke provinsi berjuluk “The Last Paradise”.
Baru-baru ini, kekesalan warga memuncak tak terkendali hingga akhirnya terpaksa menghakimi Muhammad Reza Pratama (33 tahun) lantaran buang sampah sembarangan di samping Gereja Mawar Sharon (GMS), Jalan Buana Kubu, Padangsambian, Denpasar Barat.
Pria Asal Sulsel dikeroyok oleh puluhan orang hingga babak belur, Sabtu malam 15 Maret 2025.
“Saya dipukul, diseret, hingga diolok-olok,” bebernya, Rabu, 19 Maret 2025.
Lelaki asal Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini menceritakan, pada saat itu dia buang sampah di samping Gereja Mawar Sharon.
Tiba-tiba datang sekitar 10 orang langsung menanyakan mengapa buang sampah di sana dan melakukan pemukulan secara beramai-ramai.
Tak hanya ditinju dan ditendang, baju dan celana Reza dilepas paksa hingga tersisa celana dalam.
“Saya tidak melawan. Saya memohon maaf dan minta jangan pukul. Saya juga bilang siap bayar denda karena buang sampah sembarangan,” turur Reza.
Reza pun digiring ke Balai Banjar Buana Kubu di mana saat itu sedang ramai orang menggarap ogoh-ogoh.
Saking kesalnya warga mendapati sampah kiriman di wilayah mereka yang seolah tak terbendung meski sudah dipasang spanduk di mana-mana hingga ancaman denda sebesar Rp50 juta sesuai Peraturan Daerah Kota Denpasar, Reza pun jadi bulan-bulanan.
“Dalai banjar mungkin puluhan orang. Saat itu saya hanya berpikir mereka bertindak seenaknya. Bahkan ada yang mau mencukur rambut saya,” tumbuhnya. Ada pula yang olok-olok dengan mengatakan jangan bawa Tuhan. Usai dianiaya ia dilepas, Minggu 17 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 Wita.
Tetapi motor dan KTP ditahan karena tak sanggup bayar denda Rp 5 juta. Setelah dilepas, dia langsung pergi ke RS Bhayangkara Trijata Polda Bali untuk berobat.
Kemudian ia melaporkan ke Polresta Denpasar, Minggu 17 Maret 2025 sekitar pukul 20.00 Wita.
Reza Pratama mengaku dirinya datang merantau ke Bali karena baginya tanah Bali dan orang Bali adalah orang yang ramah.
Namun anggapannya itu semua seketika berubah menjadi Bali tidak baik, karena dikeroyok, pemuka atau tokoh setempat justru dinilai membiarkan.
“Motor dan KTP saya ditahan karena tidak bayar denda Rp 5 juta sesuai aturan adat setempat,” tuturnya.
Kasi Humas Polresta Denpasar AKP I Ketut Sukadi mengatakan laporan tersebut sedang ditangani Satreskrim.
“Pastinya semua laporan dari masyarakat yang kita terima pasti ditindaklanjuti,” ujar AKP I Ketut Sukadi. (bp/sat/ken)