CATATAN BELUM USAI
( DALAM BENAK TERASING )
buat: Aji Mangku Dewa Putu Suta
Satu kali kita pada pertemuan berbagi cerita
makna pertama sebelum keberangkatan
bekal yang engkau titipkan pada pengembaraan
bebatuan yang tumbuh di atas celahnya kayu
hamparan panjang penghantar menuju dunia timur
maka ucapmu saat itu : berjalanlah, nak !!
abaikan hambatan
Bekal itu pula menitipkan satu pengakuan
hanya semesta yang paham
kendati berbagai tanya belum terjawab
ketegaran pula mengajarkan untuk pantang berbalik arah
apalagi airmata, darah dan kekalahan
“belum saatnya menyerah” ujarmu penuh bara
kutertegun dalam tubuh menyala
Ribuan mantra telah terbaca
semua terselesaikan dalam satu musim
hingga tubuh renta mampu menahan arah angin
karena memang langit menghendaki
begitulah perjalanan suci
dalam benak melumut jadikan mantra menahun
bertahun-tahun ungkapkan makna upakara
pada …….
(ada sebagian catatan belum selesai
lupa terungkap dalam ingatan)
selamat jalan Aji Mangku
Batuaji, 07042024
BAGIMU YANG TELAH PERGI
: Frans Nadjira
memahami kepergianmu
Bukan sesuatu yang mudah
Kapak yang menjadikanmu perahu
Lebih paham lautan
Satu persinggahan pulau yang membuat betah bertahan
Jadikan rumah penghabisan
kita sempat duduk berdua di malam penuh bintang
penghantar keberuntungan yang tergulung dalam saku celana
sama-sama kita sembunyikan dalam sarung
tak pernah mengulum nasib bincangkan permata yang begitu saja
terhampar di mata
namun suatu ketika angka takdir tak bisa kita ubah
sekalipun bersembunyi di balik puisi
kata terucap serak suaramu menanda langit
bacakan isyarat gemuruhnya terlanjur siasati
memang tidak mudah berkelit
satu janjiku belum terpenuhi – dirimu-pun tak pernah menagih
aku pilu dalam siaingkar
kau telah melafal kehampaan
berjalan diam-diam
BELAJAR MENCINTAI PUISI
– Suatu siang di Desa Keramas Gianyar
pandanglah bintang saban malam
lihat sorot cahayanya manakala kekasihmu menagih janji
tatap matanya memeram kangen
seperti itulah puisi mengharap
atau sebaliknya
duduk di pinggir jalan keramas Gianyar
deru kendaraan berebut waktu tak mengganggu rasa lapar
tipat tahu dalam kunyahan di hamparan sawah memanjang
gelagat tumbuh beton, entah di desamu
tak ada jarak untuk mencintai puisi
atau sebaliknya
dengarlah suara angin di balik gunung Batur
ketika bermalam menikmati dinginnya alam
kabut yang mendekat seakan sosok tubuh bergerak
seperti itulah puisi seakan menggigil butuh dekapan
atau sebaliknya
ya sebaiknya dekati dia
barangkali tubuh wanita menahan keinginan
dicinta selayaknya puisi
atau sebaliknya
Keramas Gianyar, 220624
BERMAIN HUJAN DI BAWAH KABUT BUYAN
bermain hujan di bawah kabut
Rawindra kau putar payung
air jatuh dari langit tapi bukan kabut
bagaimana kabut menyatu bersama hujan
entah, pertanyaanmu demikian menggoda
setelahnya akan kutahan hujan dalam danau
agar tidak mengalir kemana maunya
itu yang suka kau katakan
di atas air danau burung bangau entah berpasangan
berusaha hinggap
tak ada dahan
ternyata dia tak sepintar ikan untuk dapat berenang
terserah apa katamu
Rawindra makan dulu
sementara kabut semakin turun merayap ke danau
Bedugul januari 2024
CATATAN DARI TANAH MEKEPUNG
kutinggalkan tanah mekepung
kota yang menguji kesabaran
tempat makna mataair yang terkadang menyisa airmata
bahagia susah derita tegur sapa lewat alir keringat
kelewat asin berlebih kadang tidak berasa
pulang pergi arah menuju rumah
entah mana persinggahan sesungguhnya
hingga tiba di tapal batas menghuni sunyi
lelah juga
kutinggalkan kawan berjuang bersama mewujudkan mimpi
masih jauh dari harapan :
kekalahan ini mesti beranjak
namun banyak percakapan yang akan mengundang rindu
mengumpulkan kenangan dan kita merawat bersama
dalam satu cerita ruang derita yang kian panjang akan ditempuh
kembali burung kecil itu menyapa pagi memasuki lobang udara
kamarku yang beratap beton rembesi air banjiri penantian
entah isyarat ketika suara kicauannya memasuki ruang pendengaran
bagaimanapun aku harus pergi tinggalkan sahabat kecil
yang senantiasa menemani di depan pintu kamar
tidak ada warna jingga
apalagi gonggongan bersahabat
kelak ketika berganti majikan pun aku tak pernah tahu
apakah ada waktu menghitung kutunya yang lekat di tubuh
selamat tinggal kota kenangan
satu tempat yang mengingatkan hawa keringat mudah menguap
garam tubuhku
Jembrana, 280524
SAWAH METROPOLITAN TANPA KUNANG-KUNANG
villa membelah sawah
alam desaku sekarang awan zigzag mengubah warna
orang kota terlihat rajin ke desa – menatap sawah-sawah metropolitan
menghembus sembarang polusi
tentu dedauan beton tak butuh pupuk lagi
para penduduk mulai latah bermuka ramah – menawarkan warisan leluhur
sepasang turis manula mengayuh sepeda
semakin menjorok perjalanan kian menciut sawah
kunang-kunang mengembara entah kemana
hutan mengial hilang akal sudah jadi jalan beton
punya identitas pariwisata – ini alamat perkampungan bule
bambu permanen tumbuh dollar
langit melenguh mengudara pada terik yang kian
villa membelah sawah – kota mukim di desa
burung yang biasa bersuara pagi – mengubah dalam alunan jazz reggae
mahluk halus menepi di pinggir jembatan rapuh
berganti warna rambut – sangat tahu diri
gentayangan malam hari
meramaikan kesunyian dalam bising music rock
kini sawah punya makna – air berganti fungsi
pupuk familiar berdatangan dari berbagai dunia
mengendap di sudut kakus villa
Gianyar, 18062024
KOTA YANG BERAK DALAM INGATAN
Sebuah kota entah ribuan mahluk
Siang maupun malam
Berceloteh tak kenal waktu
Ribuan kepala mangkrak betah menghuni
Satu kota yang beri berkah
Satu kepala ganjil nyelinap
Menanggalkan sepasang telinga yang disadap
Dari lumut lekat sebagai cendawan sudut kota
Sebuah kota entah tumpukkan peristiwa
Terik panas maupun hujan
Luput satu nyawa lebih berharga dari mata uang
Menulis pada lembaran kertas yang ditoreh dari tinta kotoran manusia
Seorang jendral menyewa putusan sidang
Menelantarkan harga dirinya di sepanjang trotoar jalanan
hukum menjadi jinak ketika berhadapan dengan duit
sebuah kota entah kumpulan malaikat
rasa benci atau kasih sayang
seorang pemimpin yang jarang ngantuk
oleh gemuruh jutaan doa dari rakyatnya
untuk mengakar kebaikan
dari berbagai tumpahan keburukan satu sisi
yang entah
Atau sebuah kota yang sia-sia
ketika ribuan mahluk hanya numpang berak
untuk disimpan dalam ingatan
serta pergi semaunya
Tabanan 1 maret 24
SUATU SORE BERSAMA IBU
banyak jalan telah terlewati walau masih ada tertunda
banyak langkah lerlalui walau ada tak sampai
demikian pula banyak cara tersimpan di benak
sedih gembira berbaur dalam kekecewaan
tak lebih hanyalah perlibatan waktu
senantiasa engkau lantunkan rasa
memberi doa dalam setiap langkah anak-anakmu
manakala muncul kegembiraan kamilah yang bahagia
dalam sirat cemerlang bola matamu teduh
manakala ada kecewa terhampar kamilah kesedihan
dalam redup tatapanmu kuyu
begitu panjang perjalanan bergulatan dalam permainan takdir
senantiasa engkau menenangkan dalam satu kalimat doa
Denpasar 050424
AKU TAK BUTUH PUISI
hari ini aku tak butuh puisi
panas cuaca di luar lebih mendinginkan rasa
hiruk jalanan lebih memanjangkan kesunyian
deru mesin kendaraan laju membuat bertepi sesaat
lebih kental dalam makna kata walau berulang terbaca
lalu lalang orang bergerak untuk mencapai tujuan
seperti tegur sapa dalam diam tetap melaju nikmati senyap
ya, seolah senyap
membentuk irama yang benturkan keindahan dalam telinga
Ternyata puisi tidak hanya mengendap dalam kamar
almari buku-ruang pengasingan-pegunungan atau pantai benderang
seperti kau bisikan dalam kamar untuk terekam nurani
tiba sunyi
sesunyi-sunyi kehendak nerawang di balik pegunungan
puisi itu jiwa-jiwa gentayangan di jalan
terkadang damai kendati menyimpan gersang
terlampau banyak roh gentayangan tak jelas mukim
segarang itukah?
hari ini aku tak butuh puisi
bukan karena apa
hanya sering lupa diri
ingin bunuh diri
Sidakarya, 7 juni 2024
KITA TETAP BERDUA
sekali waktu hanya berdua
setelah beberapa anggota keluarga mengembang
satunya menjadi tiga
satunya lagi masih menyatu utuh belum mengembang
satu berikutnya juga sama
namun kita tetap berdua
sekali waktu kita berharap
satunya yang kedua mengembang jadi dua
berikut satunya yang ketiga mungkin mengembang kembar
entah leluhur punya cara mencari jalan
namun kita tetap berdua
sekali waktu kita punya ketakutan
perangai yang tidak mengembang sama sekali
atau malah jadi berlebih hingga tak punya batas
akan hiruk dalam tawa anak-anak
saat mata sudah tidak melihat-telinga tak mampu mendengar
bahkan mungkin hanya merasa ada tangan mungil meraba
kita hanya mampu tersenyum dan bertanya
ini siapa
dari yang nomor berapa
namun kita tetap berdua
ya tetap berdua saja
suatu saat tanpa siapa
siapa
BIODATA
DG. Kumarsana lahir di Denpasar, menulis puisi, esai, cerita pendek, novel dan prosa. Tulisannya dimuat di beberapa media cetak. Bukunya yang telah terbit ”Komedi Birokrat” (2010), ”Senggeger”(2010)” Kabinet Ngejengit” (2012). ”Mata Dadu” (2014). Penari ular (2019). “Nyoman dan Senggeger” (2020), “Pengkoak” (2020). “Bejigar” (2021), “Gulali Partai” (2021), “Rawindra” (2021). “Menjaga Ibu” (2022). Mukim di Tabanan, Bali.
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama. Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.