Pemakaman yang Menolak Mati
Aku telah dikuburkan berkali-kali,
oleh musim yang menggali pusaranya sendiri
Namun tanah yang menutup wajahku
terasa lembut, seperti tangan ibu
yang belum rela melepaskan bayinya ke pelukan maut.
Aku mendengar akar-akar berbisik:
“Kami akan memelukmu, bukan membelenggu.”
Dan batu nisan yang seharusnya bertuliskan akhir,
justru bertuliskan peta jalan menuju pulang.
Lalu pagi pun datang,
membuka liang kubur dengan bisikan rahasia,
membimbingku kembali ke arah cahaya,
ke halaman baru yang belum ditulis oleh takdir.
2025
Perahu yang Meninggalkan Sungai
Aku pernah menjadi sungai yang taat,
mengalir seperti doa yang dilafal sebelum pagi
Namun, arusku terhenti,
dan perahu yang kutumpangi pun bertanya:
“Kenapa kau tetap mengalir, jika muara bukan jawaban?”
Aku meragu,
sebab air telah menjadikan tubuhku rumah,
dan ketakutan menjadikan tepian sebagai batas.
Angin, seperti pertanda dari langit,
menyulap layar menjadi sayap,
dan aku pun terbang,
menjadi perahu yang meninggalkan sungai.
Kini aku tak lagi mencari muara,
sebab samudra lebih luas dari yang pernah kukira.
2025
Bayangan Diri
Aku mengundurkan diri, dari tubuhku sendiri,
tak lagi menjadi bayang-bayang masa lalu.
Terlalu lama aku menuruni langkah yang ragu-ragu,
terlalu sering aku memeluk dinding yang rapuh.
Maka aku keluar dari bingkai waktu,
melepas hitamku seperti sayap kupu-kupu
yang menjadi warna baru.
Aku ingin menari di cahaya,
tanpa harus menjadi gelapnya.
Jadi biarkan aku
menjadi yang tak pernah ada,
dengan itu, aku menjadi ada.
2025
Kota yang Tertinggal
Ada kota yang tertinggal di dalam dadaku,
keriuhannya tumbuh dari ingatan,
jalan-jalannya bercabang seperti saraf yang kelelahan.
Kupikir, aku telah pergi,
meninggalkan lampu-lampu yang tak lagi menyala,
tetapi kota itu masih bersuara dalam bisikan debu,
memanggil namaku dengan peluit peron yang berlalu.
Aku kembali,
bukan sebagai pengembara yang kalah,
tetapi sebagai arsitek yang membawa blueprint yang baru.
Menggambar ulang jalan yang tersesat,
mengubah reruntuhan menjadi puisi,
menjadikan kota ini, sebagai rumah
yang lebih layak huni.
2025
Jendela di Mata
Ada jendela di mataku,
dulu ia hanya tahu bagaimana cara menatap ke dalam.
Menghitung serpihan kaca yang jatuh dari kebisuan,
meraba bayangan sendiri yang tak lagi memiliki bentuk.
Hari ini, hujan mengetuk batinku,
membasuh kaca dengan kelembutan musim.
Ia berkata, “Tidakkah kau ingin melihat keluar?”
Dan aku pun menengok keluar,
menyaksikan dunia yang masih bernafas,
warna-warni yang selama ini lupa kupeluk.
Aku melihat burung yang terbang kesana-kemari,
melihat langit cerah dengan gumpalan awan menari.
Hari ini, jendela itu tak lagi menatap ke dalam,
ia berubah menjadi pintu yang terbuka
dari segala pengap dan duka luka.
2025
BIODATA
Fileski Walidha Tanjung, lahir di Madiun, 21 Februari 1988. Penulis, musikus, penyair, dan pendidik di bidang seni budaya. Karya puisinya, prosa, dan esainya telah dimuat di berbagai media nasional dan internasional. Dalam satu tahun, 63 tulisannya terbit di koran lokal, nasional, dan luar negeri (2024). Pernah dimuat di Kompas, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Utusan Borneo (Malaysia), dll. Peraih Anugerah Hescom eSastera Malaysia (2014 & 2015). Lima Besar Seni Budaya GCC 2021 Dinas Pendidikan Jatim. Finalis Festival Sastra Nasional Syukur Waktu 2024. Delegasi Penyair Jatim di MPU VIII (Banten) & MPU XI (Jawa Barat). Pemenang Pesta Cerpen Penerbit Buku Kompas GWP 2024. Founder Negeri Kertas & Teater Pilar Merah.