Sajak Sapu Lidi
Sebatang lidi terlepas dari sapu.
Halaman kotor di dadamu itu
saban hari dibersihkan, tak jemu-jemu.
Dan lagi-lagi sebatang lidi terlepas
dari sapu. Hari ke hari, terlepas lagi
lidi-lidi yang lain dari sapu.
Lidi-lidi kesepian yang tak berdaya
bagai murid terpisah dari buku
laksana guru tanpa tempaan ilmu.
Dps, 2024
Tiba-Tiba di Canggu
Ada waktu yang menunggu
Seperti setiap hal menantikanku
Jalan ini membawa ke tujuan
Mengurai diri lalu merelakan
Tiba-tiba sudah di canggu
Adakah yang tahu akan sesuatu
Yang tak serupa matematika
Lebih bermakna daripada kata
Dps, 2023
Jalan Pedang
-untuk Yukio Mishima-
Tubuh mana yang diuji akan tahan,
nyawa direlakan sebagai taruhan.
Di hadapan mata pedang,
keberanian hilang terang.
***
Ombak menderu buat dada sesak.
Enggan berlayar, perahu pun terjebak.
Pedanglah kini terang,
nyala mata pun lekang.
***
Jiwa rapuh menyamar dalam tubuh,
menakar kepastian yang ditempuh.
Patah sudah pedang,
gegabah kian menjulang.
***
Ia menjadi bayang-bayang,
yang lupa dan melupakan.
Memilih hendak dikenang,
apa daya tersisihkan.
Dps, 2022
Surat Ini untuk Wayan
(1)
Wayan,
jalan itu bernama galang
cinta ada di pelukan biang.
Terbuka tanganmu sepasang
menerima alamat pulang
bagi setiap yang datang
bekalnya yakin dan kebaikan.
(2)
Wayan,
bunga mekar di jiwa manusia
gerimis turun menepis tanya.
Pada kolam telah bersuluh
tersentuh dasar yang jauh.
(3)
Wayan,
pulang kita ke silsilah:
debur-debur gundah
kisah-kisah tabah.
Atau tengadah
pada yang menunduk ke bawah?
(4)
Wayan,
kata-kata padamu
mengetuk lara jiwaku.
Ganjil digenapkan
yang genap dikembalikan.
(5)
“Ada mata yang bertemu
setelah lelah bertamu,” ucapmu.
Dps, 2021
Keterangan
Wayan : anak pertama atau paling tua (dalam bahasa Bali)
Galang: terang (dalam bahasa Bali)
Biang : ibu (dalam bahasa Bali)
Di Dalam Akuarium
Sendiri ikan di dalam
Terkurung kaca
Bercermin ikan di dalam
Terbayang kita
Berenang ikan di dalam
Terpapar senja
Dps, 2020
Layang-Layang Putus Benang
Terbang layang-layang
Jauh meninggalkan
Bumi yang gulita
Angin jadi badai
Merentang benang
Jarak yang landai
Terbang layang-layang
Raib kata dari dada
Semisal juga cuaca
Di jari tangan
Dingin tersamarkan
Takdir ditemukan
Dps, 2020
Musim Haru
Rerimbun bunga melayu.
Ini musim dengan langit
tak lagi biru. Hanya sengit.
Dua orang berpandangan
melepas diri dari kata-kata.
Memasuki kelam di dada
tercabik puisi ditemuinya.
Dps, 2020
Filsafat Laut
/1/
Ia bermeditasi pada ombak
menarik aksara ke jantung
mengulurnya jadi buih yang terapung.
Telah dijumpai sepasang mata
dengan api di dalamnya terkurung
meretas serangkaian murung.
/2/
Ia pun memasuki puisi
melampaui kesabaran matahari
mengingkari seluruh reinkarnasi.
Tiba ia di batas kata:
sebentang laut rahasia–
di dalam diri kediamannya.
Dps, 2020
BIODATA
Putu Gede Pradipta, menetap di Denpasar, Bali. Karya puisinya terbit di sejumlah media massa dan tergabung dalam antologi bersama. Buku puisinya bertajuk Yang Terbakar Yang Tercinta (Garudhawaca, 2015). Kini sebagai guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 2 Mengwi.