Ilustrasi – False emergency jadi masalah bagi rumah sakit, RSUD Klungkung sampai merugi miliaran.
KLUNGKUNG, Balipolitika.com – Sistem rujukan berjenjang untuk layanan jaminan kesehatan nasional masih harus gencar sosialisasinya ke masyarakat.
Terlebih rumah sakit sebagai fasilitas lanjutan, kerap “pusing” dengan masalah false emergency atau kegawatdaruratan semu.
Misalnya saja RSUD Klungkung, yang mengestimasi kerugian akibat false emergency sekitar Rp1 miliar. Kondisi ini sangat berdampak terhadap operasional RSUD Klungkung.
“BPJS Kesehatan hanya membayar klaim untuk true emergency, sementara false emergency menjadi kerugian pihak tumah sakit,” ujar Direktur RSUD Klungkung, dr. I Nengah Winata, Selasa (3/12/2024).
Menurutnya dalam penerapan ketentuan jaminan kesehatan nasional di lapangan, kerap ada perbedaan pandangan antara tim medis dan masyarakat.
Masyarakat yang panik, kerap datang ke IGD di RSUD Klungkung sebagai faskes lanjutan untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Meskipun pasien yang datang ke IGD RSUD Klungkung, tidak semua dalam kondisi emergency sesuai Perpres No 82 Tahun 2018.
Adapun kondisi emergency sesuai Perpres No 82 Tahun 2018 misalnya mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan, adanya gangguan pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi, adanya gangguan haemodinamik, adanya penurunan kesadaran yang memerlukan penanganan segera.
Jika kondisi pasien di luar kondisi itu, maka masuk false emergency atau kegawatdaruratan semu.
“Kalau aturannya, pasien di luar kondisi emergency sesusai aturan tersebut (Perpres No 82 Tahun 2028) harus tertangani di faskes pertama. Tapi di lapangan kan berbeda, sudut pandang pasien dengan dokter sering berbeda. Sisi lain, kami tidak boleh menolak melayani pasien,” ungkap dia.
Pelayanan kepada pasien di IGD RSUD Klungkung kerap masuk katagori false emergency. Sehingga tidak semua klaimnya oleh terbayarkan pihak BPJS Kesehatan.
Winata menyebut, estimasi kerugian RSUD Klungkung karena false emergency sekitar Rp1 miliar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi operasional RSUD Klungkung.
“Sehingga pimpinan biasanya mengajukan peninjauan terkait hal ini. Karena memang yang berdampak pihak RSUD Klungkung,” jelasnya.
Ia berharap semua stakholder pemerintah, tokoh masyarakat, media, terutama BPJS Kesehatan kian menggencarkan sosialisasi dan edukasi terhadap penerapan sistem rujukan berjenjang.
“Jangan ada yang saling menyalahkan. Padahal memberikan pelayanan kesehatan kan hubungan manusia dengan manusia. Kami tentu juga melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat, tidak mungkin tidak kita layani,” ungkap Winata. (BP/OKA)