DENPASAR, Balipolitika.com– Sidang perkara pidana dengan terdakwa berinisial dr. Shillea Olimpia Melyta (30 tahun) berlanjut dengan pembacaan eksepsi, Selasa, 29 Oktober 2024.
Eksepsi tersebut dibacakan secara bergantian oleh I Wayan “Gendo” Suardana, S.H., M.H, I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn., dan I Komang Ariawan, S.H., M.H., dari Gendo Law Office dalam sidang yang dipimpin oleh I Putu Agus Adi Antara, S.H., M.H.
Dalam eksepsinya, Gendo membantah semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacaakan dalam sidang sebelumnya.
Dalam dakwaan soal terdakwa tidak meminta izin atau meminta persetujuan secara lisan maupun tertulis kepada pasien saksi Jamie Irena Rayer-Keet maupun keluarganya untuk memberikan obat-obatan sesuai dengan rekam medik, melainkan terdakwa hanya memberikan surat persetujuan tindakan untuk ditandatangani oleh saksi Alain David Dick-Keet tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai obat-obatan apa yang diberikan kepada Jamie terang Gendo adalah dakwaan yang tidak cermat dan tidak lengkap.
“Apa yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada uraian fakta peristiwa dalam surat dakwaan senyatanya berbeda dengan peristiwa yang senyatanya terjadi. Hal mana sesampainya di tempat tinggal korban, setelah melihat kondisi korban yang kesakitan, senyatanya terdakwa telah meminta kepada korban dan saksi Alain David Keet selaku suami korban,agar korban terlebih dahulu dilakukan cek laboratorium untuk mengetahui sakit yang dialami korban diakibatkan oleh bakteri atau virus, namun permintaan terdakwa tersebut ditolak,” papar Gendo.
Tegas Gendo atas penjelasan dari terdakwa tersebut, korban melalui saksi Alain David Keet selaku suami korban menandatangani surat persetujuan tindakan medis tertanggal 14 Februari 2024 yang menjadi barang bukti dalam berkas perkara.
Setelah ditandatanganinya surat persetujuan tindakan medis tersebut, barulah terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta memasukkan obat-obatan melalui infus.
“Kalau saja saat itu korban melalui saksi Alain David Keet selaku suami korban tidak menandatangani surat persetujuan tindakan medis, sudah tentu terdakwa tidak akan memberikan obat-obatan kepada korban,” terang Gendo.
Bahwa setelah diketahui adanya efek alergi yang dialami korban, terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta sudah memberikan obat anti alergi untuk mengurangi efek alergi yang dialami korban.
Selain itu, terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta juga berusaha untuk membujuk serta merayu korban dan suami Korban Alain David Keet agar korban melakukan tes laboratorium dan segera dirujuk ke rumah sakit.
Hal tersebut dimaksudkan agar korban segera mendapat penanganan yang lebih baik, namun saat itu korban melalui suaminya yang bernama Alain David Keet menolak anjuran terdakwa dengan menandatangani surat penolakan tindakan medis berupa melakukan tes laboratorium dan rujuk ke rumah sakit tertanggal 14 Februari 2024 yang menjadi barang bukti dalam berkas perkara.
Untuk itu, tim penasihat hukum menilai bahwa berdasarkan uraian tersebut, perbuatan terdakwa bukanlah sebuah kelalaian karena terdakwa sebelum memberikan obat-obatan kepada korban telah memberikan penjelasan mengenai obat-obatan yang diberikan beserta dengan resiko yang dapat ditimbulkan akibat pemberian obat-obatan, termasuk alergi yang akan ditimbulkan.
Hal ini telah disetujui oleh korban melalui Saksi Alain David Keet selaku suami korban dengan menandatangani Surat Persetujuan Tindakan Medis tertanggal 14 Februari 2024 yang menjadi barang bukti dalam berkas perkara.
“Artinya terdakwa sebagai dokter sudah berusaha memberikan yang terbaik kepada pasien. Namun, harapannya agar korban dirujuk ke rumah sakit ditolak oleh pasien dan keluarganya. Mereka ke sana sudah menyiapkan ambulance segala macam, diminta rujuk, dan segala macam, tapi ditolak dengan segala alasan. Kemudian minta penghilang nyeri, dokter tidak punya pilihan lain, selain menangani,” ujar Gendo.
Atas hal tersebut, Gendo menduga kliennya, dr. Shillea Olimpia Melyta tersebut dikriminalisasi di tingkat penyidikan sehingga berstatus tersangka.
Padahal kliennya melaksanakan profesinya sesuai dengan sumpah Hipokrates, sehingga tetap berusaha memberi pertolongan kepada pasien yang sedang kesakitan.
“Klien kami sudah melakukan profesinya sesuai dengan Sumpah Hipokrates. Kami menduga klien kami sudah dikriminalisasi di tingkat penyidikan (Polsek Kuta Utara, red),” tegas Gendo.
Dalam eksepsinya, Gendo Law Office meminta agar Yan Mulia Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDM0385/BDG/EKU/09/2024 batal demi hukum alias null and void).
“Memulihkan dan merehabilitasi nama baik, harkat, dan martabat terdakwa Shillea Olimpia Melyta; Membebankan biaya perkara kepada negara. Atau, apabila yang terhormat Majelis Hakim pemeriksa berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono,” tutup Gendo. (bp/ken)