DENPASAR, Balipolitika.com- Dr. I Ketut Rochineng, S.H., M.H., Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali masa bakti 2024-2029 menggelar Pujawali Ida Bhatara Siwa Dalem di kamar suci yang dibangun di rumah pribadinya di kawasan Padangsambian, Denpasar Barat bertepatan dengan Purnama Kapat, Kamis, 17 Oktober 2024.
Ritual sakral ini merupakan perwujudan dari pengalaman spiritual yang dialami Ketut Rochineng atau akrab disapa Rocky N.
Rochineng mengungkapkan bahwa foto dan arca Ida Bhatara Siwa Dalem yang terpajang mencerminkan wujud asli sosok gaib yang ia lihat saat berkomunikasi di Pura Dalem Patemon, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Uniknya, Ida Bhatara Siwa Dalem yang diwujudkan langsung dalam bentuk arca dan foto tersebut tak hanya menjadi momen spiritual, melainkan juga menegaskan kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
“Pertama kali saya dipanggil pada Oktober 2022. Beliau (Ida Bhatara Siwa Dalem, red) menampakkan wujud yang kini saya kenali dan gambarkan dalam foto ini. Wujudnya bisa berubah. Tetapi saat dipanggil, saya melihatnya seperti ini,” jelas Anggota DPRD Bali Dapil Buleleng seraya menambahkan bahwa komunikasi dengan Ida Bhatara Siwa Dalem berlangsung siang dan malam, baik dari rumah maupun langsung di Pura Dalem Desa Patemon, Buleleng.
Sebagai penekun spritual, Rochineng menggambarkan pengalaman spiritualnya lebih dalam.
Ia menyatakan bahwa wujud Ida Bhatara Siwa Dalem sangat besar dan bisa mencapai setinggi langit, meskipun terkadang juga muncul dalam ukuran yang lebih kecil, seperti setinggi gedung lantai dua atau tiga.
“Ketika saya berkomunikasi, wujudnya biasanya lebih tinggi dari bangunan yang ada. Dia selalu mengenakan pakaian putih dan memiliki rambut panjang,” ungkapnya.
Dikatakan, menurut Jro Mangku Pura Dalem Patemon beberapa pemedek, termasuk anak-anak, juga pernah melihat wujud Ida Bhatara Siwa Dalem, namun banyak yang merasa ketakutan dan berlari karena melihat sosoknya sangat menakutkan.
“Sebenarnya wujudnya polos tanpa senjata, berbeda dengan deskripsi dalam Weda yang sering digambarkan membawa Trisula,” tambahnya.
Rochineng menjelaskan bahwa sebelum membuat arca, ia meminta izin agar tidak perlu setiap hari melakukan ritual ke Pura Dalem Desa Petemon.
“Dengan cara ini, saya bisa berkomunikasi lebih sering setiap malam sekitar pukul 23.00 Wita hingga setengah 12 malam,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa awal mula pembuatan arca ini bertepatan dengan Purnama Kapat sekitar di bulan Oktober 2022 saat ia dipanggil ke Pura Dalem Desa Patemon pada tengah malam.
“Momen itu disaksikan oleh Jero Mangku Pura Dalem Patemon dan di sana saya menerima anugerah perlindungan diri. Anugerah yang diberikan berupa perisai gaib yang melindungi saya dari berbagai bahaya, termasuk senjata tajam dan anti peluru,” katanya.
Rochineng menjelaskan bahwa bentuk anugerah yang diterimanya berbeda dengan sosok Prabu Karna dalam kisah Mahabharata yang biasanya digambarkan hanya memiliki perisai di dada.
“Kalau saya, perlindungan ini dari kepala hingga kaki di mana perisai gaib tersebut dipasangkan langsung seperti memakai baju jaket oleh Beliau di Pura Dalem,” tambahnya.
Pesan yang diterimanya dari Ida Bhatara Siwa Dalem adalah untuk terus melanjutkan pelajaran spiritual yang telah didapat dan berusaha tetap berada di jalan kebenaran, serta tidak menyalahgunakan perisai gaib untuk kejahatan.
Rochineng melanjutkan penjelasannya tentang anugerah perisai gaib yang diterimanya dari Ida Bhatara Siwa Dalem.
“Sebelum perisai ini dipasang, saya ditanya apakah saya dalam kondisi fit, karena perisai ini sangat berat. Jika saya tidak kuat, saya diminta untuk mengembalikan perisai gaib tersebut,” katanya.
Ia menggambarkan perisai tersebut terbuat dari baja dengan warna mirip aluminium, mengingatkannya pada film Terminator yang dibintangi Arnold Schwarzenegger.
“Anugerah ini secara otomatis dipakaikan ke badan saya, dan setiap malam saya memeriksa kekuatannya. Jika tidak kuat dalam menahan beban beratnya perisai gaib tersebut, saya diingatkan untuk mengembalikannya,” imbuh Rochineng sembari menceritakan pengalaman saat ia dirawat di rumah sakit Wings International RSUP Sanglah Denpasar.
“Saat saya pemeriksaan kesehatan, ketika akan dipasangkan infus pada lengan saya, dua kali patah jarum suntik infus tersebut. Namun, setelah saya ingat akan anugerah ini dan minta izin, baru pada suntikan ketiga jarum infusnya berhasil,” kenangnya.
Kejadian tersebut ungkap Rochineng berlangsung sekitar Juni-Juli 2023, sebelum sang istri tercinta berpulang.
Rochineng menambahkan bahwa banyak makhluk gaib yang ingin bergabung ke lingkungan kehidupannya, tetapi ia menolak.
Pasalnya, sudah banyak makhluk gaib yang sudah bergabung lebih dulu di antaranya Nengrus bersama 1.000 anak buahnya, Arga, Ki Harmono, Dewi Cuaca, Romo Angker sang penguasa Pantai Senggigi, Lombok Barat, dan yang terakhir bergabung Jro Ratun Gamang Pura Bukit Kursi, Kecamatan Gerogak, Buleleng.
“Padahal masih banyak lagi yang ingin bergabung seperti makhluk gaib bernama Son Ming penghuni York Hotel Singapura dan Ki Ageng Ronggo Joyo penghuni Pendopo Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Alasan mereka bergabung dengan saya, mereka bilang Rochineng orang baik dan memiliki spritual setingkat Dewa Hyang atau para dewa,” ungkapnya.
Perlu diketahui Son Ming merupakan sosok makhluk gaib perempuan bertubuh tinggi besar dengan tanduk seperti kambing dan bisa berubah bentuk sesuai dengan lingkungannya.
Sementara Ki Ageng Ronggo Joyo sosok makhluk gaib bertubuh tinggi besar dengan dua tanduk pendek di kepala.
Dengan memiliki pengetahuan spritual seri kebhatinan, Rochineng merasa keberadaannya membawa perlindungan dan energi positif bagi alam semesta dan isinya.
“Ketika saya berkomunikasi dengan Ida Bhatara Siwa Dalem, saya merasa dilindungi. Makhluk-makhluk ini tahu bahwa mereka tidak bisa sembarangan mendekati saya,” ujarnya.
Rochineng berharap masyarakat memahami pentingnya pengetahuan spirtual seri kebathinan untuk mendapatkan energi positif dari alam semesta dan isinya.
Misalnya, ia menceritakan pengalamannya saat melakukan kunjungan kerja ke Italia bersama Anggota DPRD Provinsi Bali sekitar tahun 2023 lalu, yang menjadi momen unik dalam perjalanan spiritualnya. ”
Saat itu, saya mengunjungi daerah peternakan di salah satu kota di Italia. Kebunnya sangat luas, ratusan hektar, dipenuhi dengan bunga dan pohon-pohon.
Di sana, teman saya tiba-tiba ketakutan pada saat buang air kecil di pohon besar areal peternakan tersebut.
Rochineng pun langsung menuju lokasi tersebut mengundang penghuni gaib di areal peternakan dan munculah mahkluh gaib bertubuh besar dan bertanduk seperti tanduk kerbau.
Dalam komunikasi batin, makhluk gaib itu memperkenalkan diri bernama Grego.
Rochineng yang juga mantan birokrat dan terakhir menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Deerah (BKD) Provinsi Bali serta Penjabat Bupati Gianyar itu menjelaskan bahwa ia telah mempelajari ilmu setingkat Dewa Hyang selama 43 tahun, namun baru kali ini menerima anugerah.
“Sebelumnya, anugerah ini dimiliki oleh Maha Guru Kak Gunung dari Celagi Gendong, Denpasar dan Jro Mangku Sudana Yasa dari Kerandan, Denpasar. Sayangnya, setelah Beliau-Beliau meninggal, tidak ada lagi figur spiritual setara Maha Guru tersebut, sehingga saya menjadi satu-satunya kader Beliau yang mewarisi tingkatan spritual setingkat Dewa Hyang. Masih banyak kader lainnya yang belum sempat mengikuti ujian terakhir ke tingkat Dewa Hyang, seperti, ratusan kader di Desa Ketewel, Guwang, Sukawati, Gianyar. Padahal hanya tinggal satu tingkatan lagi menuju tingkatan Dewa Hyang. Hal tersebut dikarenakan tingkatan Dewa Hyang harus melalui ujian yang memiliki tingkat resiko yang tinggi yang bisa mengancam nyawa. Bayangkan, ketika ujian harus menyelam di bibir pantai menuju dasar laut melawan gelombang ombak setinggi 3 meter pada jam 12 malam untuk bertemu Ida Bhatara Dewa Ruci agar mendapatkan anugerah ilmu tingkatan Dewa Hyang. Jika gagal, maka nyawa menjadi taruhannya,” ungkap Rochineng.
Ia menekankan bahwa semua ilmu yang didapatnya dari Maha Guru dalam bentuk tertulis dan juga melalui sabda Ida Bhatara yang kemudian ditulis dalam buku suci, tetapi ia belum mempublikasikannya karena proses pembelajaran harus melalui tuntunan guru.
“Sistem pembelajaran ini terstruktur, dimulai dari level pemula, kemudian naik ke tingkat 2 dan seterusnya hingga mencapai 7 tingkatan ,” jelasnya.
Rochineng menjelaskan bahwa tingkat 7 merupakan tingkatan Dewa Hyang.
“Sampai saat ini saya sudah memiliki ratusan orang murid kerohanian yang berasal dari seluruh Bali, bahkan ada dari negara Malaysia berguru kerohanian ke Padepokan Gunung Wisesa yang saya dirikan,” ujarnya.
Menurut Rochineng, kerohanian ada tiga jenis aplikasi.
Pertama, kerohanian tentang tugas-tugas kepanditaan di bidang pembinaan umat yang mengajarkan umat menekuni ajaran menuju dunia rohani ke alam kekal, dengan landasan Catur Yoga atau Catur Marga.
Kedua, kerohanian tentang tugas-tugas kepanditaan bidang ritual, seperti melaksanakan upacara Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, dan Dewa Yadnya.
Ketiga, kerohanian seri kebhatinan dalam kerohanian ini diajarkan hal-hal yang bersifat rohani di mana pada puncaknya akan mendapatkan kewisesaan sebagai ilmu tingkatan sidhi seperti, pengobatan, keteguhan, kekebalan, kesaktian, dan ilmu kanuragan lainnya.
“Semua ilmu ini bersifat rohani dan non-fisik yang membawa dampak positif bagi kehidupan kita,” tandasnya.
Bagi masyarakat yang ingin berguru di tempatnya, prosesnya sangat mudah.
“Dari aspek rohani yang dibutuhkan hanyalah ketekunan dan disiplin dalam melaksanakan bhakti. Tidak ada syarat khusus, yang penting adalah keyakinan dan komitmen untuk menjalankan kegiatan rohani, seperti sembahyang dan meditasi,” ujarnya.
Rochineng menekankan bahwa kegiatan kerohanian di tempatnya bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang alam semesta dan wujud makhluk yang ada di luar diri manusia.
“Di sini kita terus melatih dan mendekatkan diri dengan alam semesta melalui mantra dan meditasi. Mereka yang datang tidak perlu khawatir karena tidak ada biaya yang dikenakan. Semua ini murni untuk tujuan sosial dan mewariskan ilmu kepada masyarakat,” jelasnya.
Rochineng juga sempat mengisahkan pengalaman muridnya dari Malaysia yang datang untuk belajar.
“Dia mengetahui tentang saya melalui YouTube dan merasa tertarik. Setelah seminggu di sini, saya mengajarinya dasar-dasar ilmu, dan saat dia diuji, dia bisa mengaung seperti macan,” kisahnya mengenang reaksi terkejut orang-orang di sekitarnya.
“Dia sangat senang dan merasa beruntung bisa belajar di sini,” terangnya.
Rochineng menjelaskan bahwa semua pelajaran dilakukan dalam bahasa Indonesia dan lainnya, untuk memastikan aksesibilitas bagi semua orang.
“Intinya, semua ini untuk memberikan manfaat positif. Jika seseorang memiliki niat negatif, ilmu tersebut bisa hilang begitu saja. Kita belajar tentang positif dan negatif, tetapi hanya mengambil yang positif dan meninggalkan yang negatif,” pungkas Rochineng sembari menjelaskan Padepokan Gunung Wisesa beralamat di Jalan Bhuana Taman Nomor 5, Padangsambian, Denpasar. (bp/ken)