BADUNG, Balipolitika.com– Manajemen Finns Beach Club yang beralamat di Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali dinilai telah “menginjak-injak” atau melecehkan adat dan budaya Bali.
Tidak adanya respect atau kepedulian dari Manajemen Finns Beach Club yang menggelar pesta kembang api disertai menyetel musik keras-keras saat umat Hindu menggelar upacara yadnya yang dipuput sulinggih atau orang yang disucikan disorot oleh Made Muliawan Arya, S.E., M.H. alias De Gadjah.
De Gadjah berterima kasih kepada pemilik akun media sosial facebook Kodo Guang yang pertama kali menyebarluaskan video “tragedi budaya” di Pantai Berawa yang diberi judul “Silahkan Jual Habis Bali”, Senin, 14 Oktober 2024.
“Mari kita bersama jaga taksu Bali. Apa yang dilakukan oleh Manajemen Finns Beach Club benar-benar sudah melecehkan umat Hindu. Saya sebagai orang Bali merasa harga diri kita di Pulau Dewata ini benar-benar diinjak-injak dan dilecehkan. Semoga pihak yang berwenang, Bapak Pj Gubernur Bali dan Pemerintah Kabupaten Badung segera bergerak cepat dan memberikan sanksi tegas bila perlu hingga penutupan Finns Beach Club,” ucap De Gadjah.
Harga diri “Ibu Pertiwi” Provinsi Bali tegas De Gadjah lebih penting dibandingkan dollar.
Jika tidak mau menghargai adat dan istiadat yang menjadi roh pariwisata Bali, De Gadjah menilai pemerintah harus lebih selektif memilih dan memilah para investor yang berinvestasi di Bali.
“Ini tanah kita, rumah kita. Jangan mau diinjak-injak. Jelas-jelas ini Manajemen Finns Beach Club sama sekali tidak memiliki kepekaan sosial atau toleransi terhadap adat dan budaya Bali. Ini jelas-jelas pelecehan terhadap umat Hindu Bali.
De Gadjah juga menilai tidak ada sama sekali alasan pembenar bagi pihak Manajemen Finns Beach Club sebab jika mereka mengaku tidak tahu, tentunya sangat banyak krama Bali yang bekerja di sana sehingga sangat janggal kalau mereka tidak tahu ada sebuah upacara keagamaan.
Selain itu, upacara yadnya yang digelar sesuai video yang tersebar menggunakan tenda sehingga menjadi aneh jika Manajemen Finns Beach Club tidak tahu-menahu jika di lokasi tersebut akan digelar kegiatan.
Ironisnya, De Gadjah mengaku menerima informasi bahwa desa adat setempat telah kalah oleh para investor sehingga saat ini sesuka hati menggelar party tanpa adanya koordinasi dengan pamucuk adat.
“Saya membaca berita dan mengetahui bahwa Kelian Adat Berawa, Bapak I Wayan Kumarayasa mengaku tidak ada laporan ke pihak desa adat terkait pesta kembang api tersebut. Bapak Kelian Adat Berawa juga mengaku tidak pernah mengeluarkan izin pesta kembang api itu. Parahnya, pihak adat mengaku tidak bisa berbuat banyak karena meskipun dilarang, namun izin peluncuran kembang api selalu keluar. Waduh, ini izinnya keluar dari siapa? Kok desa adat dicampakkan?” tanya De Gadjah.
Lebih lanjut, De Gadjah menyayangkan sikap Manajemen Finns Beach Club yang hingga Rabu, 16 Oktober 2024 belum meminta maaf secara terbuka terkait “tragedi budaya” yang terjadi Senin, 14 Oktober 2024 malam itu.
“Investasi, baik asing maupun lokal itu penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, khususnya Provinsi Bali. Dampak nyata yang bisa dilihat salah satunya dalam hal penyerapan tenaga kerja lokal Bali. Tapi kalau adat dan budaya kita dilecehkan seperti ini apakah kita sebagai rakyat Bali akan diam begitu saja? Apa kita ikhlas diinjak-injak? Apa kita terima sulinggih yang kita hormati dan sucikan diperlakukan seperti itu; saat memimpin upacara suci ditembak sound system dan kembang api? Saya, De Gadjah siap melawan praktik-praktik yang melecehkan adat dan budaya Bali serta agama Hindu yang menjadi roh pariwisata Bali,” tutupnya. (bp/ken)