LAWAN INTIMIDASI: Suasana kampanye Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Nomor Urut 01, Made Muliawan Arya- Putu Agus Suradnyana serta Paslon Bupati dan Wakil Bupati Tabanan, I Nyoman Mulyadi- I Nyoman Ardika di Balai Banjar Sakenan Belodan, Desa Delod Peken, Kecamatan Tabanan, Rabu, 2 Oktober 2024.
TABANAN, Balipolitika.com– Calon Gubernur Bali Nomor Urut 01, Made Muliawan Arya, S.E., M.H. alias De Gadjah dan Calon Wakil Bupati Tabanan Nomor Urut 01, I Nyoman Ardika alias Sengap kompak mengecam keras intimidasi politik yang terjadi dalam masa kampanye terbuka serangkaian Pilkada Tabanan 2024.
De Gadjah secara khusus mengingatkan bahwa tidak boleh ada lagi intimidasi.
Calon Gubernur Milenial berusia 43 tahun yang kini juga mengemban amanat sebagai Ketua Persatuan Tinju Amatir Nasional (Pertina) Provinsi Bali sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri (Perikhsa) Bali itu mengingakan bahwa Presiden Republik Indonesia Terpilih hasil Pilpres 2024, yakni Prabowo Subianto akan dilantik pada Minggu, 20 Oktober 2024.
De Gadjah dan Sengap meminta agar intimidasi tersebut dihentikan serta mengajak semua pihak untuk berdialog terbuka demi sampainya visi misi masing-masing pasangan calon.
“Terkait tanggal 20 tadi, kami menyampaikan di sini kami datang, informasinya ada intimidasi. Ini kan zaman demokrasi, zaman yang sudah bukan zaman Belanda, ada intimidasi-intimidasi begitu,” ucap De Gadjah merespons pertanyaan awak media diwawancarai di Balai Banjar Sakenan Belodan, Desa Delod Peken, Kecamatan Tabanan, Rabu, 2 Oktober 2024.
“Saya cuma meningatkan tanggal 20 Pak Prabowo dilantik. Akan ada bersih-bersih dari korupsi. Siapa pun yang memakan hak-hak rakyat akan dibersihkan,” imbuh De Gadjah menegaskan.
Senada, Sengap pun menyatakan hal yang sama bahwa sudah bukan zamannya lagi ada intimidasi.
Akademisi merangkap seniman terkemuka Pulau Dewata itu meminta semua pihak lebih mengedepankan adu gagasan demi masa depan Bali, khususnya Kabupaten Tabanan.
Upaya menggiring masyarakat dengan menggunakan “tangan besi” untuk mengintimidasi masyarakat terang Sengap merupakan sebuah kejahatan serius terhadap kehidupan berdemokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Janganlah masyarakat yang diintimidasi, calonnya saja yang diintimidasi. Jangan rakyat, kasihan rakyat. Kalau kita itu kan beradu berdua, kita dong yang ditekan. Jangan rakyat,” ungkap Sengap.
Kata Sengap kontestasi politik harus dilakukan dengan cara yang lebih dewasa dan terbuka.
Dalam posisi itu, rakyat harus diposisikan sebagai subyek demokrasi dan bukan malah sebaliknya menjadi obyek.
“Jangan rakyat dipakai objek untuk pemberitaan. Kalau memang Anda hebat, kita ngobrol dari hati ke hati. Ayolah kita ketemu, kita ngobrol dari hati ke hati,” ajak Sengap.
“Ini adalah sebuah kontestasi yang harus dinikmati, dengan pola yang harus lebih dewasa. Itu yang titiang (saya, red) harapkan. Jadi tidak ada kelian ditelepon, ini diteror. Jangan mengaku premanlah hari ini. Jangan mengaku preman apalagi preman musiman,” ungkap Sengap. (bp/ken)