Ilustrasi kemiskinan – Gelombang pehaka dan berkurangnya lapangan kerja menjadi ancaman nyata Indonesia.
EKBIS, Balipolitika.com – Berkurangnya lapangan kerja di sektor formal, atau lapangan kerja layak bakal menjadi salah satu penyebab angka kelas menengah menurun.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dalam 10 tahun terakhir.
Pada 2019, masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta. Jumlah tersebut terus menurun hingga pada 2024 mencapai 47,85 juta.
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Yorga Permana menilai, kurangnya lapangan kerja di sektor formal, membuat masyarakat kelas menengah terjebak sebagai pekerja gig atau pekerjaan yang relatif pendek alias pekerja serabutan.
Misalnya saja di DKI Jakarta, hasil studinya menunjukkan dalam 10 tahun terakhir, pekerjaan baru di daerah tersebut tertopang oleh ojek online.
Tidak ada pekerjaan baru secara agregat di sektor formal, tetapi peningkatan di sektor transportasi logistik yang menggunakan internet ini meningkat pesat.
Padahal, kata Yorga, sebenarnya 66 persen ojek online ini menginginkan bekerja di sektor formal sebagai pegawai atau buruh agar mendapatkan upah yang stabil. Namun, karena minimnya lapangan pekerjaan, akhirnya mereka tetap bertahan menjaga pekerja gig.
“Tentunya ini menjadi ancaman, karena bekerja di gig tidak ada upah bulanan, tidak ada stabilitas pendapatan sehingga mereka masuk ke kelompok rentan, atau maksimal di menuju kelas menengah,” ungkapnya dalam diskusi Publik Indef ‘Kelas Menengah Turun Kelas,’ Senin (9/9/2024).
Yorga mencatat, gig ekonomi adalah fenomena urban sebanyak 25 persen pekerja ojek online dan kurir di Indonesia terkonsentrasi di Jabodetabek dan 40 persen di Pulau Jawa. Sementara itu, sepanjang 2011-2019, penciptaan pekerjaan baru di DKI Jakarta tertopang ekonomi gig.
BPS mencatat, 5 tahun terakhir, masyarakat kelas menengah yang bekerja di sektor formal memang tercatat menurun dari 2019 yang sebesar 61,71 persen turun menjadi 2023 sebesar 58,65 persen. Pekerja di sektor formal ini kemudian meningkat jadi 59,35 persen pada 2024.
Yorga berharap, pemerintah ke depan bisa menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang layak, sebagai salah satu jalan agar masyarakat Indonesia keluar dari kemiskinan, serta mobilitas sosial naik kelas ke kelas menengah meningkat.
Pekerjaan layak adalah, pekerjaan yang penghasilannya mencukupi dan dinilai aman dari perspektif seorang kelas menengah.
“Jadi pekerjaan layak semakin mendesak untuk kelas menengah, karena ini yang bisa membuat mereka stabil dan tidak turun kelas saat terjadinya krisis,” kata Yorga.
Pemerintah harapannya fokus dalam mengatasi permasalahan masyarakat kelas menengah, yang menurun dalam 10 tahun terakhir.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bustanul Arifin menilai, Indonesia harus belajar dari negara lain seperti Amerika Latin, yang mana negara tersebut mengalami kekosongan masyarakat kelas menengah.
“Di beberapa pengalaman negara lain, terutama di Amerika Latin, mengalami kekosongan kelas menengah. Hal ini berdampak buruk. Jika menurun terlalu jauh dan menjadi kosong, kita ngeri akan terjadi revolusi,” tutur Bustanul dalam diskusi Publik INDEF ‘Kelas Menengah Turun Kelas,’ Senin (9/9/2024).
Ia mengungkapkan, negara-negara di Amerika Latin dengan struktur kelas yang sangat timpang seringkali mengalami tekanan dan guncangan.
Hal ini terjadi karena kekosongan kelas menengah. Menurutnya Indonesia perlu belajar banyak dari pengalaman revolusi di Amerika Latin ini.
“Sejarah di Amerika Latin, seperti di Kolombia, Panama, dan Venezuela. Di sana, kelas menengahnya kosong. Jumlah tuan tanah besar, tetapi kelas menengahnya sedikit, dan mereka melompat ke kelas bawah yang informal. Ini sangat berbahaya,” tambahnya.
Maka dari itu, Ia menekankan agar pemerintah bisa fokus untuk menyelamatkan masyarakat kelas menengah yang jumlahnya terus menurun.
Bustanul menyampaikan, angka kelas menengah penting untuk terjaga karena berperan penting dalam kinerja pembangunan ekonomi.
Di samping itu, kelas menengah juga memainkan peran sosial-politik yang penting dan mempengaruhi atau menentukan governance, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, kelas menengah juga berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi dan perbaikan aransemen serta kualitas kelembagaan.
“Secara aktif politik memang kelas menengah cenderung mendukung demokrasi, walau mereka banyak tuntutan tentang kualitas pelaksanaan demokrasi itu,” jelasnya. (BP/OKA)