PENYELIDIKAN: Proses BAP Terlapor INS di Ditreskrimum Polda, (kanan) Kuasa Hukum INS, Kadek Eddy Pramana. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Bali, mulai mendalami motif pengerahan massa (krama) Desa Adat Telaga di balik kasus kasepekang, berujung pengusiran terhadap 2 Kepala Keluarga (KK) pelapor, terjadi pada 29 Juni 2024 lalu.
Dalam keterangan persnya, Kadek Eddy Pramana selaku Kuasa Hukum INS (Pelapor) menjelaskan berdasarkan hasil penyelidikan sementara, diduga ada dua motif yang dilakukan para terlapor (WBA, IKM, IMA, dan KA) untuk mengerahkan massa melakukan pengusiran terhadap INS dan keluarga di kediaman pribadinya.
“Kami menduga ada dendam pribadi akibat kalah lelang dan iri hati terhadap kesuksesan usaha milik INS (Pelapor, red), kami mencurigai para terlapor berusaha menghasut warga,” ungkap Kadek Eddy, dikutip Rabu, 4 September 2024.
Dugaan tersebut diperkuat dari adanya informasi yang dibeberkan tim hukum INS dari Gopta Law Firm, terkait masalah persaingan dalam proses lelang aset milik LPD (Lembaga Perkreditan Desa), melibatkan korban/pelapor INS, dengan salah satu oknum prajuru Desa Adat Telaga selaku terlapor dalam kasus ini.
“Pada intinya, korban (INS, red) berhasil menjadi pemenang lelang dengan selisih nilai sebesar 100 juta Rupiah. Hasil pemeriksaan juga berkembang pada informasi terkait persaingan usaha. Pasca pengusiran terhadap INS, diketahui ada informasi bahwa izin edar gas LPG yang sebelumnya dimiliki INS telah dipindahkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh salah satu pihak yang diduga ikut dalam upaya pengerahan krama desa (terlapor, red),” paparnya.
Setelah sesi pemeriksaan saksi di Polda Bali berakhir, awak media juga berhasil mewawancarai salah satu saksi dengan inisial IPC.
Secara pribadi, IPC menyatakan bahwa dirinya adalah pihak yang sejatinya dituduhkan secara sepihak telah melakukan cuntaka raos oleh beberapa oknum prajuru Desa Adat Telaga.
Namun, IPC secara jujur memberikan keterangan kepada pihak kepolisian terkait ucapan yang pernah disampaikannya kepada salah seorang pemuka agama di desa Adat Telaga.
“Ucapan tersebut sesungguhnya bernada himbauan, bukan penghinaan”, tegas IPC.
Jika ada pihak yang tersinggung dengan ucapannya, saksi IPC juga tidak gentar untuk melakukan klarifikasi, termasuk permintaan maaf jika dirasa perlu.
IPC juga mengutarakan kekecewaannya terhadap kasus kasepekang yang berujung pada pengusiran terhadap ayah kandungnya dari wewidangan Desa Adat Telaga, yakni INS.
“Kenapi tiang tidak pernah dilibatkan sejak awal? Tiang boye je krama di Desa Adat Telaga, tapi yening tiang yang kemudian dianggap bermasalah, tolong jangan keluarga tiang yang disangkutpautkan,” imbuh IPC.
IPC turut menyesalkan sikap Desa Adat Telaga yang justru menjatuhkan sanksi adat kasepekang berujung pengusiran terhadap ayah dan adiknya.
Padahal, kedua pihak tersebut tidak pernah terlibat dalam dugaan cuntaka raos dan atau berbuat salah kepada desa adat.
IPC juga menyatakan bahwa kehadirannya di Polda Bali bukan untuk mencari perhatian, melainkan untuk menuntut keadilan agar nama baik keluarganya dipulihkan.
“Kejadian ini juga telah menyebabkan trauma mendalam bagi keponakan saya, sehingga terpaksa harus berpindah sekolah dasar di wilayah Kota Denpasar,” lanjutnya.
Penyidik Polda Bali masih terus melakukan pendalaman terkait kasus kasepekang yang berujung pada tindakan pengusiran di Desa Adat Telaga, Polda Bali masih mengumpulkan bukti dan keterangan saksi dalam mengungkap motif dibalik kasus kasepekang ini. (bp/gk)