Ilustrasi Pixabay – BBM subsidi rencana bakal terbatas, hal ini kian mencekik kalangan menengah di Indonesia.
EKONOMI, Balipolitika.com – Kabar adanya pembatasan BBM subsidi, kian meresahkan masyarakat Indonesia. Khususnya warga kalangan menengah, yang kian tercekik oleh rencana ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berencana melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai 1 Oktober 2024.
Bahlil menjelaskan, bahwa rencana pembatasan BBM subsidi itu masih dalam kajian. Kemudian akan ada tahap sosialisasi.
Namun ia tidak menampik rencana itu, akan terealisasi rencananya pada 1 Oktober 2024. Bahlil mengungkapkan aturan pembatasan BBM bersubsidi, dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM membutuhkan waktu untuk sosialisasi.
“Karena begitu aturannya keluar, Permennya keluar, itu kan ada waktu untuk sosialisasi. Nah, waktu sosialisasi ini yang sekarang saya lagi bahas,” kata Bahlil beberapa hari lalu.
Bahlil menegaskan, bahwa mobil-mobil mewah ke depan tidak boleh memakai BBM subsidi lantaran BBM subsidi hanya untuk orang-orang yang berhak menerima saja.
“Kalau yang berhak menerima subsidi itu kan masyarakat, mohon maaf ya, yang golongan ekonominya menengah ke bawah. Kalau kita kaya, kita masih menerima BBM bersubsidi, apa kata dunia bos?,” celetuk Bahlil.
Kementerian ESDM, juga melaporkan bahwa volume BBM bersubsidi pada Rancangan Anggaran dan Belanja Negara 2025 sebesar 19,41 juta kiloliter, turun dari target APBN 2024 sebesar 19,58 juta kiloliter.
Penurunan ini, kata dia, karena rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran.
“Ya, kita lagi merencanakan agar pola subsidinya harus tepat sasaran. Dengan pola subsidi tepat sasaran, kita harapkan kuotanya menurun. Supaya terjadi penghematan uang negara. Kalau kuotanya menurun, subsidinya kan menurun. Supaya dananya bisa untuk hal-hal yang prioritas ya,” ungkap Bahlil.
Untuk subsidi solar, Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI telah sepakat Rp 1.000 per liter atau sama dengan tahun sebelumnya atau tidak ada perubahan.
Adapun, untuk volume LPG bersubsidi untuk tahun anggaran 2025 disepakati 8,17 juta metrik ton atau naik dari target 2024 yang sebesar 8,07 juta metrik ton.
Bahlil menambahkan, peningkatan ini terdorong oleh permintaan masyarakat yang semakin tinggi. Selain memberikan LPG, Kementerian ESDM juga berencana untuk membangun jaringan gas.
Kelas Menengah Kian Tercekik
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kelompok masyarakat kelas menengah saat ini sulit untuk melompat maju menuju kelas atas, bahkan rentan jatuh ke jurang kemiskinan.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti membeberkan, alasan kelas menengah rentan jatuh ke jurang kemiskinan tercermin dari modus pengeluaran penduduk kelas menengah yang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan dan semakin mendekati batas bawahnya.
“Kalau kita lihat dari modus kelas menengah dari batas bawah dan batas atas, memang sebagian besar penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah bawah,” tutur Amalia saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8) lalu.
Adapun ia mencatat, batas atas pengelompokan kelas menengah per tahun 2024 adalah 17 kali dari garis kemiskinan yaitu mencapai Rp 582.932 per bulan atau mencapai Rp 9.909.844.
Sementara itu, batas kelompok menengah ke bawah mencapai 3,5 kali Rp 582.932, menjadi Rp 2.040.262.
Nah, sementara itu modus pengeluaran kelas menengah mencapai Rp 2.056.494, atau mendekati batas bawah pengelompokan yakni sebesar Rp 2.040.262.
Modus pengeluaran kelas menengah tersebut terus mendekati batas bawah pengelompokan bila dengan 2014. Pada 2014, batas bawah modus pengeluaran kelas menengah mencapai Rp 1.708.900 dengan batas bawah senilai Rp 1.059.573 juta dan batas atas hanya sebesar Rp 5.146.495.
Disamping itu, Amalia juga mencatat, jumlah kelas menengah terus menurun dalam 10 tahun terakhir. Pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta, kemudian turun menjadi 53,83 juta pada 2021.
Selanjutnya, jumlah masyarakat kelas menengah juga tercatat kembali turun pada 2022 menjadi 49,51 juta, turun pada 2023 menjadi 48,27 juta, dan pada 2024 turun menjadi 47,85 juta.
Ia menyebut, kelas menengah terus berkurang lantaran masih merasakan efek dari adanya pandemi Covid-19.
Biaya prioritas pengeluaran masyarakat kelas menengah untuk membeli rumah, dan makanan tampak menurun pada 2024.
Amalia mencatat, terdapat pergeseran pengeluaran masyarakat kelas menengah bila dibandingkan dengan 2014 dan 2024.
Pada tahun 2014, belanja prioritas masyarakat kelas menengah mayoritas untuk makanan sebesar 45,53 persen dan untuk perumahan sebesar 32,67 persen.
Namun 10 tahun kemudian, yakni pada tahun 2024, pola belanja tersebut berubah menurun, menjadi sebesar 41,67 persen untuk makanan dan sebesar 28,52 persen untuk perumahan.
Selanjutnya, kebutuhan belanja kendaraan juga meningkat dari 2,97 persen menjadi 3,90 persen, barang tahan lama meningkat dari 1,72 persen menjadi 2,29 persen, dan pakaian meningkat dari 2,18 persen menjadi 2,44 persen.(BP/OKA)