Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Isu Kotak Kosong Upaya Komodifikasi “Suara Rakyat” di Bali

DEMOKRASI SEHAT: (kiri-kanan) Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra dan Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya. (Ilustrasi: Gung Kris)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Semakin santer tercium berbagai upaya penggiringan isu kotak kosong dengan mengusung pasangan calon (paslon) tunggal jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bali 2024.

Ini dinilai menjadi dosa demokrasi para elit politik karena dengan sengaja menciderai harmonisasi dari keragaman pandangan dalam berpolitik yang mulai terbangun di Bali pasca Pilpres 2024.

Isu kotak kosong pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2024 bukanlah fenomena baru, tapi nampaknya memang sengaja dijadikan tradisi dan dikemas untuk menganggu proses pemilihan calon pemimpin di Bali juga agar masyarakat tidak memiliki alternatif pilihan lain.

Ini merupakan cara-cara polarisasi politik yang sengaja dilakukan oleh sejumlah pihak yang berkepentingan.

Tak hanya menjadi sebuah dosa demokrasi di Bali dinilai fenomena kotak kosong juga sangat identik akan praktik Money Politic (Politik Uang), mengingat jelang pilkada ada satu komoditas yang nilai jualnya tiba-tiba meroket yakni “Suara Rakyat”, masyarakat tak ubahnya pasar yang menjadi target penjualan, karena hak suara bagai komoditas bernilai tinggi saat pilkada.

Genderang Pilkada Bali 2024 sudah mulai ditabuh, suara simpatisan dan relawan mulai bergemuruh mendukung sosok pilihannya, sementara beberapa pihak juga ada yang masih berharap-harap cemas menanti kepastian dari petinggi partai jelang kontestasi, pada 27 November 2024 mendatang.

Namun, narasi-narasi yang mengkerdilkan proses demokrasi di Bali masih saja terdengar, itulah seni dalam berpolitik, para elite tentu sudah memahaminya, tetapi masyarakat Bali kelas menengah ke bawah belum tentu mengerti, mereka akan selalu menjadi korban para pendosa demokrasi di Bali.

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra atau akrab disapa Gus Adhi menilai kotak kosong jangan dijadikan sebuah tradisi politik di Bali hanya karena sebuah ambisi semata.

Ungkapnya cara-cara polarisasi politik memunculkan keterpaksaan masyarakat untuk memilih yang bukan pilihannya.

Gus Adhi menekankan esensi pilkada adalah proses demokrasi yang memosisikan rakyat sebagai subjek politik, bukan objek politik

Kehadiran alternatif pilihan paslon yang dapat dipilih oleh masyarakat imbuh Gus Adhi menegaskan keberhasilan sebuah partai politik mempertanggung jawabkan kebenarannya kepada publik.

“Ironis sekali kalau benar terjadi. Jangan lagi ada masyarakat yang dikorbankan. Ini menjadi rambu-rambu bagi partai politik di Bali. Bagaimana cara memberikan pendidikan politik yang sehat bagi masyarakat. Nikmati proses yang ada untuk mencapai tujuan yang sama dengan bersaing secara sportif. Semua bisa terwujud dengan baik apabila pesta demokrasi di Bali dilakukan dengan cost politik yang rasional,” jelas Gus Adhi kepada Balipolitika.com.

Selain itu, Gus Adhi juga berharap fenomena kotak kosong tidak terjadi di Pilkada Bali 2024.

Pasalnya hal ini akan memberikan literasi politik yang tidak baik bagi masyarakat.

Di sisi lain masyarakat juga akan lebih permisif karena kotak kosong sangat identik dengan politik uang dan dianggap wajar dalam sistem pilkada demokratis yang kompetitif.

Sementara itu, Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah juga menolak adanya wacana kotak kosong di Pilgub Bali 2024.

De Gadjah menekankan betapa pentingnya proses demokrasi yang sehat dalam melahirkan pemimpin Bali yang kompeten di masa depan .

“Ah, nggak. Demokrasi nggak berjalan kalau lawan kotak kosong,” tegasnya.

Namun, ia melihat adanya kemungkinan hal tersebut terjadi jika PDI Perjuangan bersedia bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang kemudian disebut-sebut sebagai Koalisi Merah Putih.

“Tapi kalau Merah dengan KIM koalisi, ya kotak kosong. Ya kan atur-atur aja yang mana terbaik untuk daerah ini, dia yang maju. Jadi kalau semua damai, pemilihan baik, kan bagus,” pungkasnya.

De Gadjah mengingatkan pentingnya sinergi antara pusat dan daerah sangat perlu dilakukan dalam menentukan arah masa depan Bali, sehingga program-program presiden bisa berjalan dengan baik. (bp/gk)


Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!