Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

GPS Sentil OTT Berawa Belak-Belok Seperti Jalan di Pegunungan

Pemerasan Jual Beli Lahan Raib

USUT KETERLIBATAN OKNUM PEMPROV BALI: Sosok Bendesa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, I Ketut Riana (54 tahun) yang di-OTT Tim Penyidik Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali, Kamis, 2 Mei 2024.

 

DENPASAR, Balipolitika.com Kasus Operasi Tangkap Tangan alias OTT Bendesa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, I Ketut Riana (54 tahun) pada Kamis, 2 Mei 2024 telah memasuki meja hijau terhitung sejak Kamis, 30 Mei 2024. 

Kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli) kepada investor sebesar Rp10 miliar itu disidangkan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henry Yoseph Kindangen di hadapan majelis hakim pimpinan Gede Putra Astawa membacakan dakwaan setebal 11 halaman.

JPU mengungkap bagaimana Ketut Riana melakukan pemerasan kepada investor PT Berawa Bali Utama yang akan membangun apartemen dan resort. 

JPU membeberkan aksi I Ketut Riana yang bertemu perwakilan investor bernama Andianto Nahak T Moruk pada Oktober 2023 dan meminta uang Rp10 miliar.

Versi I Ketut Riana, permintaan uang dengan nominal besar tersebut untuk kontribusi pembangunan Desa Adat Berawa.

JPU menekankan alasan itu merupakan modus I Ketut Riana karena tidak pernah dibahas dalam paruman atau rapat Desa Adat Berawa.

Singkat cerita, Andianto Nahak T Moruk memberikan yang sebesar Rp 50 juta di salah satu restoran di Kuta kepada Bendesa Berawa 2020-2025 yang berdalih butuh uang untuk bayar utang dan imunisasi cucu pada 20 November 2023.

Selang beberapa bulan, terdakwa kembali bertemu Andianto Nahak T Moruk yang sehari sebelumnya menyampaikan memiliki uang senilai Rp100 juta. 

Endingnya, keduanya ditangkap pad Kamis, 2 Mei pukul 15.30 Wita di salah satu restoran di Renon, Denpasar saat perwakilan investor Andianto Nahak T Moruk menyerahkan uang Rp100 juta kepada I Ketut Riana. 

Sebagaimana diketahui publik, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H. dalam jumpa pers di Lobi Kejati Bali, Jalan Kapten Tantular No. 5, Renon, Denpasar, Kamis, 2 Mei 2024 sore mengatakan dari tangan Ketut Riana diamankan barang bukti senilai Rp100.000.000 yang diterimanya dari seorang pengusaha berinisial AN. 

“Tim Penyidik Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali telah mengamankan 2 orang atas nama KR (Ketut Riana, red) dengan jabatan bendesa adat dan AN selaku pengusaha. Adapun kronologis perkara ini adalah bahwa Saudara KR selaku bendesa adat telah melakukan upaya-upaya pemerasan dalam proses transaksi jual beli (tanah red) yang dilakukan oleh Saudara AN dengan pemilik tanah yang ada di Desa Berawa,” ucap Ketut Sumedana.

Dalam penanganannya, kuasa hukum terdakwa I Ketut Riana, I Gede Pasek Suardika menyentil berbeloknya peristiwa PTT Bendesa Adat Berawa dari pemerasan jual beli lahan saat OTT berubah menjadi pengurusan izin investasi akomodasi pariwisata. 

“Bisa ya peristiwanya belak-belok seperti jalanan di pegunungan? Alasan pemerasan jual beli lahan di saat OTT, lalu dibawa ke pengadilan berubah alasan urus izin investasi akomodasi pariwisata. Jual beli lahannya hilang,” urai advokat yang akrab disapa GPS itu sembari membagikan sejumlah link berita mempertegas perihal alasan pemerasan jual beli lahan.

“Apa karena ternyata investornya gunakan Tanah Pemprov Bali lalu kisah kasusnya berbelok? Ada keraguan karena ada tembok besar yang dihadapi atau salah kalkulasi di lapangan?” tandas GPS.

“Tentu ini sebenarnya menarik. Saya sangat senang seandainya konsisten dengan alasan OTT tersebut sehingga bagaimana tanah Pemprov Bali lalu dibangun apartemen oleh PT Berawa Bali Utama dan bagaimana prosesnya berapa uang masuk ke Pemprov Bali dan berapa yang dijadikan bancakan (akan terang-benderang, red). Lalu jika dihitung berapa potensi kerugian rakyat Bali dan siapa oknum-oknum penjaja tanah Bali tersebut dan berapa disewakan, dikerjasamakan ataupun dibeli dari pemohon pertama ke pemerintah secara resmi dan sampai kemudian dimiliki oknum pengusaha gelap dan juga pengusaha asing. Setelah mereka itu memiliki kembali lalu disewakan jangka panjang kepada orang-orang asing per apartemen. Akan semakin bagus sebenarnya tetap konsisten dengan alasan jual beli lahan kasus ini dibawa ke pengadilan. Bukan diganti cerita sinetronnya,” tandas GPS.

GPS berjanji akan membantu membongkar kasus tersebut demi menyelamatkan aset rakyat Bali jika penegak hukum semangatnya sama. 

“Apalah seorang Bendesa Adat yang sudah dikebiri kekuasaannya dibandingkan mengungkapkan lahan-lahan Pemprov Bali yang dijadikan bancakan dan diduga bisa merugikan rakyat Bali ratusan miliar bahkan triliunan jika digabungkan semuanya? Uang pancingan Rp100 juta terlalu kecil karena saya prediksi ada ratusan miliar uang bergerak dalam investasi ini. Tentu yang punya kuasa memberikan lahan tersebut tidak mungkin berpuasa keuntungan pribadi sebab tidak ada makan siang gratis apalagi berikan lahan di lokasi pariwisata yang sedang booming dan jadi rebutan banyak orang. Rp 100 juta hanya martil saja untuk bungkam “Si Bendesa Cerewet” ini. Saatnya berjuang menggali potensi kerugian negara ratusan miliar. Bahkan kalau dihitung dengan jumlah investasi dan penjualan apartemennya, maka potensi kerugian bisa menyentuh angka triliunan rupiah. Masih ada juga lokasi lain yang sudah beralih dari tanah Pemprov Bali. Di kawasan sekitar di sana saja kini sudah dikuasai pihak ketiga. Masak sih nggak tertarik? Kok kalau saya punya kewenangan sangat tertarik ya membuat sejarah ini. Banyak pejabat dan operatornya masuk bui dan pendapatan rakyat Bali bertambah signifikan. Bagaimana dengan Anda? Tertarik nggak agar dugaan bancakan tanah Pemprov Bali bisa dibongkar habis,” tantang GPS. (bp/ken)


Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!