Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Kesehatan

Nyawa Terancam, Denpasar Andalkan Fogging Lawan DBD

IRONIS: Terbukti secara ilmiah di banyak negara, inovasi teknologi wolbachia yang diterapkan untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia malah ditolak di Provinsi Bali. Di Kota Denpasar, warga masih andalkan fogging yang terbukti tidak efektif dalam jangka waktu lama melawan Demam Berdarah Dengue.

 

DENPASAR, Balipolitika.com Terbukti secara ilmiah di banyak negara, di antaranya Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, Sri Lanka, Australia, dan Singapura, inovasi teknologi wolbachia yang diterapkan untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia malah ditolak di Provinsi Bali. 

Parahnya, penolakan yang dilakukan oleh sekelompok orang ini tidak berdasarkan kajian ilmiah. 

Penolakan ini membuat upaya melawan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar masih mengandalkan fogging yang terbukti tidak efektif dalam jangka waktu lama.

Pemerintah Kota Denpasar terus berupaya menekan peningkatan angka kasus DBD melalui kegiatan Fogging Focus yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Denpasar bersinergi dengan Kelurahan Penatih,  di lingkungan Tembau Kelod pada Jumat, 23 Mei 2024 pagi. 

Lurah Penatih, Wayan Mudra mengatakan fogging ini dilaksanakan guna mencegah merebaknya kasus DBD di lingkungan tersebut. 

“Selain fogging focus, kami secara intensif terus memberikan edukasi dan arahan ke warga terkait dengan gerakan 3M plus. Seperti menguras dan menutup rapat tempat penampungan air, juga mendaur ulang barang bekas penampungan hujan,” terang Wayan Mudra. 

Peran serta masyarakat, menurut Wayan Mudra sangat diperlukan dalam upaya pencegahan penyebaran kasus DBD ini. 

Karena dalam langkah pemutusan siklus hidup nyamuk, semua kalangan masyarakat dapat berperan aktif. 

“Maka kami mengimbau pada warga, agar dapat berperan aktif dan bersama sama dalam upaya penyebaran jentik nyamuk DBD ini,” pungkasnya.

Demi menyelamatkan nyawa banyak warga, patut dicatat penerapan teknologi wolbachia melengkapi strategi pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang berkasnya masuk ke stranas alias strategi nasional.

Pilot project di Indonesia dilaksanakan di lima kota, yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue.

Efektivitas wolbachia sendiri diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta dengan dukungan filantropi Yayasan Tahija.

Penelitian dilakukan melalui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas dalam rentang 2011-2015.

Ditilik dari data resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, incidence rate DBD semester 1 tahun 2023 memposisikan Provinsi Bali sebagai juara 1 kasus demam berdarah di Indonesia ditinjau dari luas wilayah dan jumlah penduduknya dengan 114,19 persen. Disusul Kalimantan Utara (85,55 persen), Kalimantan Timur (76,88 persen), Papua Tengah (66,53 persen), Nusa Tenggara Barat (50,02 persen), dan Sulawesi Utara (36,34 persen). 

Sayangnya, penerapan teknologi wolbachia yang sedianya dilakukan di minggu kedua bulan November 2023 urung dilakukan dipicu penolakan sejumlah pihak. 

Metode ilmiah nyamuk berwolbachia ini sudah terbukti secara ilmiah di banyak negara seperti Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, Sri Lanka, Australia, dan Singapura.

Metode ilmiah ini juga terbukti di banyak kota di Indonesia. Jakarta, Bantul, Kupang, Bontang, dan beberapa wilayah di Indonesia sudah menerapkan metode nyamuk wolbachia ini untuk melindungi warganya dari demam berdarah. 

Di Bali, sosialisasi penyebaran nyamuk berwolbachia dilaksanakan sejak tanggal 1 Februari 2023.

Sayangnya, karena desakan dari Prof. Ricard Claproth yang dinilai tidak memiliki kapabilitas tentang nyamuk berwolbachia, teknologi ini terhambat.

Dampaknya, kasus kematian akibat DBD kembali terjadi di Pulau Dewata.

Nyamuk berwolbachia sendiri merupakan hasil penelitian Profesor Adi Utarini dari Universitas Gadjah Mada yang juga salah satu peneliti dewan pengarah BRIN yang ketuanya Ibu Megawati Soekarnoputri Presiden ke-5 RI. (bp/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!