MENCEKAM: Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Atas Air, Pedro Arrojo dihadang masuk ke lokasi acara People’s Water Forum (PWF) di Hotel Oranje, Jalan Hayam Wuruk Denpasar, Bali, Selasa, 21 Mei 2024.
DENPASAR, Balipolitika.com– Sehari sebelum Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) mengeluarkan pernyataan resmi atas dugaan peristiwa penghalangan pelaksanaan Forum Air Milik Rakyat Sedunia atau People’s Water Forum (PWF) di Bali oleh organisasi masyarakat Patriot Garuda Nusantara (PGN) dengan cara-cara memaksa dan mengintimidasi, berupa perampasan banner, baliho, dan atribut agenda, serta melakukan kekerasan fisik terhadap beberapa peserta forum, Basuki Hadimuljono bersikap.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekaligus Ketua Harian World Water Forum (WWF) ke-10 itu meminta organisasi kemasyarakatan (ormas) Patriot Garuda Nusantara (PGN) tak melarang kritikan PWF atas WWF karena justru akan mencoreng nama Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Basuki Hadimuljono di The Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa, 21 Mei 2024.
Merespons tindakan anarkis ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) terhadap diskusi People’s Water Forum (PWF) ia meminta tak melarang kritikan PWF atas WWF karena justru akan mencoreng nama Indonesia.
“Itu haknya mereka (PWF) dah ngomong. Kalau dilarang, malah kita jelek. Malah Indonesia yang kena,” tandasnya.
Digarisbawahi Basuki Hadimuljono PWF sering melontarkan suara-suara sumbang terhadap forum air internasional sejak digelar kali keempat di Meksiko pada 2006.
People Power Forum juga sering menginterupsi Presiden Joko Widodo, namun terangnya kritikan PWF tidak akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan dan berbagai hal yang dibicarakan selama perhelatan WWF ke-10 di Bali.
“Menurut WWC (World Water Council), saya juga bersama WWC, (PWF) itu NGO (ormas) yang (dianggap mengganggu). Tadinya, (PWF) mau dicekal. Saya bilang no (jangan),” katanya diwawancarai sejumlah awak media.
Atas aksi Patriot Garuda Nusantara, Komnas HAM RI diketahui telah menyurati Kapolri.
“Penting Komnas HAM sampaikan, Bali senantiasa menjadi tempat perhelatan kegiatan berskala internasional, salah satunya saat ini adalah penyelenggaraan World Water Forum (WWF) yang membutuhkan pengamanan ekstra. Namun, dalam rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan internasional tersebut, pemerintah harus tetap menjunjung tinggi perlindungan HAM bagi setiap orang termasuk masyarakat sipil. PWF sebagai sebuah inisiatif masyarakat sipil merupakan bentuk hak untuk berkumpul secara damai serta hak untuk berekspresi dan berpendapat, dan bentuk partisipasi publik,” jelas Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Atnike Nova Sigiro di Jakarta, Rabu, 22 Mei 2024.
Atnike Nova Sigiro menegaskan forum masyarakat sipil telah hadir sebagai bentuk partisipasi publik di berbagai forum internasional di berbagai dunia.
Maka pemerintah dan masyarakat sipil perlu mendorong adanya praktik baik bagi koeksistensi antara forum internasional yang diinisiasi negara dengan forum-forum masyarakat sipil.
“Prinsip hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan hak atas kebebasan berekspresi telah diakui dan dilindungi oleh Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta pasal 19 dan Pasal 21 UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights. Pengabaian dan pelanggaran terhadap hak tersebut dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 71 Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia,” tegas Atnike Nova Sigiro.
Menindaklanjuti informasi tersebut serta guna menjaga kondisi yang kondusif, Komnas HAM telah berkoordinasi dengan pihak Polda Bali dan Mabes Polri.
Komnas HAM juga telah bersurat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) melalui surat nomor 027/PM.00/0.1.0/V/2024 tanggal 21 Mei 2024, dan meminta Polri untuk di antaranya memberikan jaminan keamanan bagi terlaksananya kegiatan PWF sebagai bentuk hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan mengeluarkan pendapat dan mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa mendatang; melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri terhadap para peserta, panitia, dan fasilitator kegiatan PWF; serta mendalami dan melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya aparat penegak hukum yang terlibat dan bertanggung jawab dalam rangkaian peristiwa tersebut.
“Demikian keterangan ini disampaikan dalam rangka upaya untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemajuan, pelindungan, dan penegakan hak asasi manusia,” tutup Atnike Nova Sigiro. (bp/ken)