JANGAN TEBANG PILIH: Pengamat sosial Bali yang juga seorang mantan prajuru adat, Wayan Setiawan, saat berpose di depan Kejati Bali, pada Senin, 6 Mei 2024. (Sumber: bp/gk)
DENPASAR, Balipolitika.com- Pasca ramainya pemberitaan di media terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bendesa Adat Berawa, Ketut Riana, oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali beberapa waktu lalu, selaku pengamat sosial Bali, Wayan Setiawan, berharap Aparat Penegak Hukum (APH) tidak tebang pilih dalam mengungkap kasus, dikutip pada Selasa, 7 Mei 2024.
Kepada wartawan balipolitika.com, Wayan Setiawan menungkapkan keprihatainannya karena hanya penangkapan Bendesa Adat Berawa saja yang seolah dibesar-besarkan, padahal, menurutnya banyak kasus-kasus serupa terjadi di Bali namun tidak secara terang diungkapkan ke publik.
“Saya bukan mendukung sikap-sikap koruptif ya, tetapi sangat disayangkan penangkapan Bendesa Adat Berawa itu terkesan terlalu di dramatisir. Bagi saya loh ini, okelah itu ditangkap tetapi tidak usah di framing sedemikian rupa sehingga terkesan desa adat ini koruptif di mata publik,” cetusnya saat ditemui langsung di depan Kejati Bali, Senin, 6 Mei 2024.
Lebih lanjut ia mengatakan, kedepan para APH tidak lagi tebang pilih dalam mengungkap kasus serupa yang terjadi di Bali, mengingat banyak kasus-kasus korupsi lainnya yang belum di buka secara gamblang ke publik, selain itu ia juga meminta Kejati Bali mengusut tuntas atas kejadian yang telah mencoreng citra Desa Adat Berawa dimata publik, berharap kasus serupa tidak terjadi lagi di Bali kedepannya.
“Jangan hanya Bendesa Adat Berawa saja yang seolah-olah melakukan kejahatan besar sekali. Banyak kasus-kasus lain yang perlu masyarakat tau keberlanjutannya. Intinya saya berharap jangan ada lagi tebang pilih, usut tuntas semua kasus korupsi, kalau perlu pelakunya botakin kaya saya, kaya pelaku-pelaku kriminal lainnya,” sentil Wayan Setiawan.
Sementara diberitakan sebelumnya, KR resmi menjadi tersangka, KR tertangkap OTT Kejati Bali atas dugaan pelanggaran Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, terkait pemerasan terhadap AN.
Saat ditangkap, KR baru saja menerima Rp 100 juta hasil memeras AN, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Eka Sabana mengatakan, sejauh ini KR menjadi tersangka tunggal dalam kasus pemerasan investasi lahan di Desa Adat Berawa, Badung.
Dikutip dari laman resmi KPK, Pasal yang dimaksud diatas mengatur tentang Tipikor terkait dengan pemerasan dan Pungli alias Pungutan Liar, dikelompokkan ke dalam Tindak Pidana Khusus (korupsi) dan tindak Pidana Umum (pemerasan).
Riset Hutur Pandiangan tahun 2020 menyatakan, Pungli kebanyakan dilakukan oleh aparat dan digolongkan sebagai korupsi, kolusi, dan nepotisme, sedangkan riset lain membatasi Pungli sebagai kejahatan jabatan.
Pasal 12 huruf e tersebut berbunyi, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,”
Rumusan dari pasal ini yaitu menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut pasal ini bila memenuhi unsur-unsur:
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara
• Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
• Secara melawan hukum
• Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
• Menyalahgunakan kekuasaan
Ancaman hukumannya jelas, penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar. (bp/gk)