PRESTISIUS: Serah terima seharusnya Desember 2023, pembangunan Menara Turyapada di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng, yang menyerap dana hingga Rp 311 miliar tak kunjung rampung.
DENPASAR, Balipolitika.com– Pernyataan Sekretaris Daerah Provinsi Provinsi Bali Dewa Made Indra soal ancaman defisit sempat dibantah telak oleh Wayan Koster dengan mengatakan bahwa anak buahnya salah hitung.
Belakangan defisit itu dibenarkan oleh Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya yang harus memutar otak untuk mengantisipasi fakta bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bali pada tahun 2023 mengalami defisit mencapai angka yang cukup mengkhawatirkan, yaitu sebesar Rp1,9 triliun.
Sebelum bocoran soal defisit ini menjadi konsumsi publik, Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Wayan Koster diketahui menghapus sistem pembelajaran progresif Sekolah Bali Mandara dengan dalih keterbatasan anggaran.
Sekian kali demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah pihak dianggap angin lalu oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini hingga akhirnya sekolah khusus siswa miskin yang dibangun di era Made Mangku Pastika itu menjadi sekolah reguler, tidak lagi merekrut siswa miskin se-Bali dengan metode super ketat.
Baru di era Sang Made Mahendra Jaya, keistimewaan Sekolah Bali Mandara yang terbukti ampuh memutus rantai kemiskinan dipulihkan kembali.
Berdasarkan analisis, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan defisit anggaran yang signifikan di Bali.
Salah satunya adalah pelaksanaan proyek-proyek prestisius yang terus berjalan meskipun kondisi keuangan daerah tidak mendukung.
Proyek-proyek tersebut meliputi pembangunan Menara Turyapada di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng, yang menyerap dana hingga Rp 311 miliar.
Dari jumlah tersebut, hanya Rp 207 miliar yang telah dialokasikan dalam APBD, sementara sisanya dialokasikan pada tahun 2024 dan hingga September 2024 tak kunjung tuntas hingga pihak yang bertanggung jawab atas proyek tersebut terpaksa membayar denda atas keterlambatan penyelesaian proyek.
Adanya denda terkait proyek Turyapada Tower ini yang diterima oleh Pemprov Bali ini dibenarkan oleh Sekda Dewa Made Indra.
Pemprov Bali sebelumnya berharap dapat menutup defisit dengan mengandalkan pendapatan dari Perusahaan Perseroan Daerah Pusat Kebudayaan Bali (Perseroda PKB) di Klungkung, dengan target pendapatan sebesar Rp 650 miliar.
Selain itu, kerja sama pemanfaatan lahan di kawasan Nusa Dua dengan PT. Narendra Interpacific Indonesia juga diharapkan dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp 560 miliar.
Namun, harapan tersebut tidak terwujud, dan potensi pendapatan dari kedua sektor ini gagal dicapai, menyebabkan kondisi keuangan semakin memburuk.
Proyek pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Kabupaten Klungkung juga menjadi sorotan. Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry, mengungkapkan bahwa investasi pemerintah dalam proyek-proyek tersebut terlalu besar dan tidak diimbangi dengan pendapatan yang dapat direalisasikan.
Keterlambatan dalam pencapaian target pendapatan dari kedua sektor tersebut telah berkontribusi besar terhadap defisit anggaran yang terjadi.
Defisit APBD yang parah tidak hanya berdampak pada pemerintah, tetapi juga berimplikasi langsung pada masyarakat.
Dengan anggaran yang terbatas, banyak program yang seharusnya dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terpaksa ditunda atau dibatalkan.
Ini mencakup program-program di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Bali.
Kondisi keuangan yang tidak stabil menyebabkan keterbatasan dalam pembangunan infrastruktur, yang merupakan salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Proyek-proyek infrastruktur yang seharusnya dapat meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas di berbagai daerah Bali kini terhambat.
Hal ini juga berdampak pada sektor pariwisata, yang merupakan salah satu sumber utama pendapatan daerah.
Sektor pendidikan pun terkena dampak dari defisit anggaran ini. Beberapa sekolah, seperti SMAN 3 Seraya, mengalami kesulitan dalam menyediakan ruang kelas yang memadai untuk menampung siswa.
Keterbatasan anggaran menghambat pembangunan fasilitas pendidikan yang diperlukan, dan hal ini berpotensi merugikan generasi muda Bali.
Menanggapi kondisi keuangan yang mengkhawatirkan, Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, mengakui bahwa pengelolaan APBD perlu dilakukan dengan cermat.
“Pentingnya efisiensi anggaran untuk memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat,” begitu paparnya dalam suatu kesempatan kepada awak media.
Salah satu langkah yang diambil oleh Pemprov Bali adalah mengurangi kegiatan rutin yang dianggap tidak penting dan mencoret kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan dampak signifikan.
Ini diharapkan dapat membantu menekan pengeluaran dan mengalokasikan sumber daya untuk kegiatan yang lebih prioritas.
Namun, langkah-langkah ini perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan pelayanan publik yang esensial.
Pemprov Bali juga perlu melakukan perencanaan anggaran yang lebih baik untuk menghindari defisit serupa di masa depan.
Ini termasuk peninjauan kembali proyek-proyek yang sedang berjalan, serta mengevaluasi potensi pendapatan yang lebih realistis.
Kerja sama dengan sektor swasta dan peningkatan daya tarik investasi juga menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan daerah. (bp/tim)