Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Pipit Dorong Kuota 30 Persen Keterpilihan, Bukan Keterwakilan

Maknai Hari Kartini 2024

BUKAN PELENGKAP: Ni Wayan Pipit Prabhawanty, tokoh perempuan muda Bali yang sehari-hari berprofesi sebagai seorang advokat. (Sumber: bp/gk)

 

DENPASAR, Balipolitika.com Ni Wayan Pipit Prabhawanty, salah seorang tokoh perempuan muda Bali yang berprofesi sebagai advokat, menilai momentum Hari Kartini, Minggu, 21 April 2024 harus menjadi perenungan semua pihak demi kesetaraan gender yang bukan sekadar teori.

Pipit- sapaan akrabnya- menyebut ke depan perempuanBali harus mampu menunjukkan peran setara laki-laki di publik; tidak hanya sekedar keterwakilan.

Merujuk Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 yang sukses digelar bertepatan dengan Valentine Day, Rabu, 14 Februari 2024, Pipit menekankan bahwa partisipasi perempuan di kancah politik nasional masih sekadar keterwakilan.

Ke depan, Pipit berharap bisa lebih mendorong keterpilihan perempuan di kancah politik dalam momentum Hari Kartini 2024.

“Suara perempuan itu sangat dibutuhkan, tetapi hanya sedikit berbicara tentang perempuan. Sekarang itu bukan lagi kesetaraan gender, saat ini peran perempuan itu sangat sentral. Namun sayang, dalam politik kenapa perempuan hanya keterwakilan 30 persen? Harusnya kuota 30 persen keterpilihan perempuan. Kami bukan hanya nama. Kami memiliki peran dalam urusan politik; tidak hanya sekedar dimanfaatkan saja suara kami,” ungkap Pipit kepada wartawan balipolitika.com, saat ditemui langsung di Kantor Nirawan Consulting, Jalan Nangka, Denpasar, Jumat, 19 April 2024.

Pipit menyebut perempuan Bali saat ini sangat bisa merambah ke ranah yang lebih luas jika memang diberikan kesempatan.

Fakta-fakta ini ungkapnya menjadi sebuah alasan mengapa keterlibatan perempuan menjadi isu penting yang perlu mendapat perhatian lebih serius dari masyarakat luas.

Menurutnya, Undang-Undang tentang Partai Politik menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan harus direvisi dengan mengganti istilah keterwakilan menjadi keterpilihan sebagai upaya dukungan bagi kaum perempuan untuk dapat lebih menjalankan perannya di publik.

“Jadi ke depan saya berharap perempuan di politik itu tidak hanya sekedar numpang nama (keterwakilan, red) saja pasang baliho dah beres, tetapi harus ada keterpilihan. Bisa dicek data ada berapa banyak pemilih perempuan saat ini dan ke depan jelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah, red)? Mereka akan mencari sosok-sosok panutannya, sehingga sangat wajar ke depan kami tidak hanya lagi sekedar mewakili, tetapi kami berhak dipilih dan memilih. Ini yang lepas dari perhatian masyarakat bahwa perempuan juga memiliki power (suara, red),” pungkas Pipit.

Pipit menilai, saat ini perempuan masih belum sepenuhnya didukung untuk berkontribusi lebih luas di kancah politik.

Untuk itu ia berharap isu ini mampu membuka mata publik bahwa kesetaraan gender dalam perpolitikan Indonesia merupakan jalan emas bagi arah pembangunan Indonesia. (bp/gk)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!