Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Jemput Pasien Tanpa Alat Medis, RS Kasih Ibu Tabanan Dipolisikan, Senter Mata Pasien Pakai HP

TUNTUT KEADILAN: Penampakan Kasih Ibu General Hospital Tabanan yang beralamat di Kampung Kodok, Jalan Flamboyan No.9, Dauh Peken, Tabanan Regency, Bali 82111.

 

TABANAN, Balipolitika.com– Citra Kasih Ibu General Hospital Tabanan yang beralamat di Kampung Kodok, Jalan Flamboyan No.9, Dauh Peken, Tabanan Regency, Bali 82111 benar-benar tercoreng.

Tenaga medis Rumah Sakit Kasih Ibu Tabanan diduga “lalai” dalam menjalankan tugas sehingga mengakibatkan seorang pasien bernama Harry SD (69 tahun) meninggal dunia.

Lantaran tak kunjung minta maaf, keluarga pasien akhirnya melaporkan pihak RS ke Polda Bali tentang tindak pidana kesehatan dan perlindungan konsumen, Rabu 27 September 2023.

Tisa Irmaningtyas anak kandung korban Harry S. Dewono tak ingin ada korban lain sehingga langkah hukum ini ditempuh.

“Semoga tidak ada korban lain seperti yang kami alami saat ini,” kisahnya didampingi dua kuasa hukum, Waldy Chaly Jonathan Hukom dan Dewi Nilam Putri Larasati di Polda Bali, Rabu 27 September 2023.

Seperti apa kronologi peristiwa yang berujung hilangnya nyawa Harry S. Dewono?

Tisa Irmaningtyas menjelaskan peristiwa bermula saat sang ayah (almarhum) jatuh sakit pada Selasa 18 Juli 2023.

Walaupun tak memiliki riwayat sakit, korban mengeluhkan sakit di dada dan keluar keringat dingin.

Oleh karena itu, korban dibawa ke RS Bhakti Rahayu Tabanan sekitar pukul 20.30.

Sementara itu, pelapor menunggu di rumah berserta anak–anak. Sampaknya di IGD, tenaga medis langsung lakukan pemeriksaan EKG dan tekanan darah. Dokter menyatakan papa dari pelapor baik-baik saja. Dan sama sekali tidak terdeteksi penyakit bawaan. Baik hipertensi , diabetes ataupun jantung dan lain sebagainya.

Saat itu, keadaan pasien masih dalam kondisi baik dan diperbolehkan pulang. Meski demikian,
dokter Rumah Sakit Bhakti Rahayu menyarankan agar pasien dibawa ke RS yang lebih memadai sekaligus memiliki dokter spesialis jantung.

Sang ayah Harry SD pun dibawa pulang ke rumah, tanpa ada keluhan apapun sekitar pukul 21.30 Wita.

“Ayah sempat bilang, mungkin saya masuk angin,” tambah wanita kelahiran Jakarta ini.

Sesampainya di rumah di kawasan Samsam, Kerambitan, Tabanan, sang ayah beristirahat di lantai 2 kediaman keluarga.

Singkat cerita, Harry SD kembali kesakitan pada bagian dada dan keluar keringat dingin sekitar pukul 21.49 Wita.

Istri dan anak dari almarhum sepakat berangkat ke RS terdekat. Lantaran sang ayah tak bisa berjalan normal, keluarga pun memutuskan untuk memanggil ambulans agar Harry SD mendapatkan pertolongan pertama di kediamannya.

Suami pelapor pun menghubungi Rumah Sakit Kasih Ibu dan meminta tenaga medis, sekaligus penjemputan menggunakan ambulans.

Upaya tersebut direspons setelah pihak keluarga lima kali menghubungi pihak RS Kasih Ibu Tabanan via telepon.

Sambil menanti petugas medis dan ambulans, keluarg tetap memantau keadaan sang ayah yang terus mengeluh kedinginan dan badannya terasa tidak enak.

Dalam kondisi itu, Harry SD empat meminta bantuan untuk ke kamar mandi karena sebelumnya sempat buang air kecil di kasur.

Selesai dari kamar mandi, Harry SD kembali ke tempat tidurnya dan tetap mengeluh kedinginan dan kepanasan.

Harry SD mulai tidak sadar diri sekitar pukul 22.51 Wita.

Saat itu keluarga dihubungi oleh pihak Rumah Sakit Ibu Tabanan bahwa ambulans tidak menemukan alamat rumah pelapor.

Petugas medis dan mobil ambulans akhirnya tiba pada pukul 23.00 Wita dan dua petugas medis berusaha membangunkan pasien tanpa membawa peralatan medis.

“Saya punya pengalaman jadi relawan. Bukan seperti itu cara petugas medis bekerja,” ungkap Tisa Irmaningtyas.

Karena tak membawa alat medias, pelapor berlari ke ambulans. Tujuannya meminta sopir untuk memanggil tenaga medis lainnnya dan membawa peralatan medis yang dibutuhkan ke kamar sang ayah.

Ketika berada di liar rumah, ambulans berada di ujung jalan. Ia kembali berlari lantai dua untuk menanyakan kepada petugas medis tersebut SKSN (Peralatan Medis sesuai SOP Ambulance ) akan tetapi mereka tidak menjawab satu kata pun.

Para petugas medis ini hanya berdiri di dalam kamar tanpa melakukan standar penanganan pertama atau keselamatan pada sang ayah.

Mereka sempat mengenakan oximeter pada jari tangan dan memeriksa mata ayah saya menggunakan cahaya lampu telepon genggam.

Mereka tidak membawa stetoskop untuk melakukan pemeriksaan. Lalu mereka baru mengambil tindakan sekitar pukul 23.15. Anehnya petugas medis ini menyatakan sang ayah sudah meninggal.

Walaupun demikian, ayah saya dibawa turun menggunakan tandu oleh 2 tenaga medis, supir ambulans dan dibantu oleh pihak keluarga.

“Saat evakuasi tersebut ayah saya sempat terjatuh dari tandu. Sang ayah dibawa ke RS sekitar pukul 23.21, Wita” cetusnya.

Cara kerja petugas medis tidak beres. Dalam perjalanan salah seorang tenaga medis memasangkan masker
oksigen. Saat itu, istri dari pasien secara langsung bertanya, “Jika sudah meninggal,
untuk apa dipasangkan masker oksigen?”.

Namun istri almarhum sungguh syok saat tenaga medis itu menjawab sebagai formaliitas.

“Wah menyangkut nyawa, kok dijawab seperti itu. Kami tidak terima,” tambahnya.

Masker oksigen tersebut baru dilepas oleh petugas medis, sesampai di IGD Rumah Sakit Kasih Ibu Tabanan.

Lagi-lagi, sang ayah didiamkan tanpa adanya satu penanganan. Lalu beberapa saat kemudian ada dokter
jaga IGD baru melakukan pemeriksaan.

Kemudia pada saat itu dokter jaga IGD mengatakan Harry SD meninggal dunia.

Waldy Chaly Jonathan Hukom, kuasa hukum pelapor menyebut banyak kejanggalan yang dilakukan tenaga medis RS Kasih Ibu Tabanan dalam melakukan penanganan.

Yang nyata-nyata adalah tidak membawa peralatan medis, pemeriksaan mata pasien menggunakan senter handphone, termasuk memasang masker dengan dalih sebagai formalitas, hingga pasien diabaikan setiba di Rumah Sakit Kasih Ibu Tabanan. Kondisi inilah yang membuat keluarga almarhum tidak terima.

Disampaikan kuasa hukum, upaya komunikasi antara keluarga korban dan manajemen dan Dirut Kasih Ibu Tabanan sempat digelar di kantor RS Kasih Ibu Tabanan, namu mentok dan sama sekali tidak ada permintaan maaf dari pihak rumah sakit.

“Dirut rumah sakit pun terkesan mebela diri. Untuk menghindari kejadian serupa, pihaknya mengambil langkah hukum. Kami sudah somasi, tapi jawabannya melenceng dari substansi. Karena itu kami lapor,” tuturnya.

Dewi Nilam Putri Larasati menambahkan bahwa kliennya membayar jasa terkait pihak medis yang datang ke kediaman almarhum.

“Laporan kami tentang tindak pidana kesehatan dan perlindungan konsumen disertai banyak bukti. Kami berharap pihak Ditreskrimsus Polda Bali segera menangani kasus tersebut,” tutup Larasati.

Di sisi lain, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. (sat/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!