RESPON KPU BALI: Komisioner KPU Bali, I Gede Jhon Darmawan saat diwawancarai awak media, Jumat, 12 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Menanggapi adanya isu beredar di masyarakat terkait fenomena Pasangan Calon (Paslon) Tunggal melawan Kotak Kosong pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bali 2024, Komisioner KPU Bali, I Gede Jhon Darmawan mengatakan hal tersebut mungkin saja bisa terjadi, mengingat sejarah mencatat fenomena dimaksud pernah terjadi di Pilkada Makassar.
“Bukan kotak kosong (istilah, red) ya, jadi ada pasangan calon yang tidak ada kompetitornya nantinya kita (KPU, red) akan bentuk surat suara yang tidak berisi foto dan nama. Nah, ini semua kita kembalikan lagi kepada masyarakat, menjadi hak konstitusi pemilih untuk memilih paslon (tunggal, red) atau tidak. Fenonema seperti ini pernah terjadi di Makassar, kalau memang itu terjadi (di Pilkada Bali 2024, red) nanti daerah yang paslon tunggalnya kalah akan di pimpin Penjabat Gubernur sampai dengan pilkada selanjutnya,” ungkap Gede Jhon kepada Balipolitika.com, Jumat, 12 Juli 2024.
Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk dapat menang pada Pilkada Serentak 2024 Paslon Tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50% dari suara sah, apabila perolehan suara tidak mencapai lebih dari 50% maka Paslon Tunggal yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan 5 tahun berikutnya.
Untuk dapat diketahui, sarana yang digunakan untuk memberikan suara pada pemilihan 1 pasangan calon menggunakan surat suara yang memuat 2 kolom yang terdiri atas 1 kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 kolom kosong yang tidak bergambar.
Dalam hal perolehan pada kolom kosong atau yang lebih dikenal dengan sebutan kotak kosong lebih banyak, berlaku Pasal 25 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan Satu Pasangan Calon (PKPU 13/2018).
Pada Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016 menunjukkan adanya 2 pilihan bagi KPU dalam menentukan waktu pemilihan kembali kepala daerah dalam hal pemilihan yang diikuti satu pasangan calon belum menghasilkan pasangan calon terpilih.
“Betul, karena pelaksanaan pilkada sudah menjadi rezimnya untuk dilaksanakan setiap 5 tahun sekali,” ungkapnya.
Terkait belum ada paslon yang terpilih akibat kejadian di atas, KPU harus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, menunjuk Penjabat (Pj) Gubernur, Penjabat Bupati, atau Penjabat Wali Kota untuk menjalankan roda pemerintahan.
KPU juga akan memilih untuk menyelenggarakan Pilkada Serentak berikutnya sesuai jadwal yang telah ditentukan, setiap 5 tahun sekali sebagaimana diatur dalam Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016.
Jadi sesuai masa jabatan kepala daerah dalam satu periode kepemimpinan selama 5 tahun, maka daerah dengan Paslon Tunggal yang gagal akan dipimpin Pj yang ditunjuk Kemendagri selama 5 tahun kedepan. (bp/gk)