REMBUG: Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur melaksanakan Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) di Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra), Jumat, 15 Maret 2024.
DENPASAR, Balipolitika.com- Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur melaksanakan Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) di Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra), Jumat, 15 Maret 2024.
Rakorwil yang mengangkat tema ”Penguatan Kelembagaan Pangan di Daerah (BUMD/Koperasi) untuk Pengendalian Inflasi dan Mendorong Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Wilayah Balinusra” itu dihadiri oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri, Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Asisten Perekonomian Provinsi NTT, Kepala Biro Perekonomian NTB, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, NTT dan NTB, Paiketan Perumda Pangan Bali, serta TPID se-Bali.
Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (PPUPD) Ahli Utama Kementerian Dalam Negeri, Rolekson Simatupang, menyampaikan bahwa pengendalian inflasi Bali, NTB, dan NTT masih perlu ditingkatkan, mengingat tingkat inflasi Bali, NTB, dan NTT masih berada di atas nasional.
Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan secara rutin untuk memastikan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga.
Terdapat beberapa hal yang dapat dioptimalkan, diantaranya pemanfaatan APBD untuk mendukung transportasi pangan.
Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra menyampaikan bahwa kerja sama antar daerah menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
Pengendalian inflasi merupakan tugas bersama, sehingga perlu adanya kolaborasi dari berbagai stakeholders.
Pada April 2024, potensi luas panen padi di Bali cukup besar, dan diprakirakan dapat mencukupi kebutuhan di Bali.
Lebih lanjut, Provinsi Bali juga telah memiliki Paiketan Perumda Pangan Bali yang berperan aktif dalam pengendalian inflasi di Bali.
Dewa Made Indra mendorong agar setiap kabupaten atau kota memiliki Perumda Pangan yang dapat berkontribusi lebih besar dalam menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga pangan.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja menyampaikan bahwa target inflasi 2024 adalah 2,5±1 persen, sehingga Balinusra harus memiliki langkah yang tepat untuk memitigasi potensi risiko inflasi di tahun 2024.
Berbagai tantangan mengemuka di awal tahun, yaitu: (i) rangkaian HBKN dari Januari hingga April, dan peningkatan permintaan saat musim liburan seiring dengan kenaikan jumlah wisatawan; (ii) penurunan produksi komoditas pangan sesuai dengan pola musiman sehingga kurang mencukupi saat terjadi kenaikan permintaan; (iii) hampir meratanya kenaikan harga komoditas pangan di nusantara sebagai dampak faktor cuaca; serta (iv) kekeringan dan semakin tingginya biaya input pertanian, seperti pupuk dan bibit.
Rakorwil diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan untuk menjaga ketahanan pangan dan mengoptimalkan kelembagaan BUMD Pangan yang memiliki peran strategis sebagai counterpart atau kanal dalam menjaga inflasi daerah.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Gusti Ayu Diah Utari menyampaikan bahwa volatilitas inflasi bulanan di Balinusra semakin rendah, namun tekanan inflasi pada Februari cukup tinggi, utamanya untuk inflasi tahunan Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang masih di atas 5 persen.
Oleh karena itu, perlu adanya penguatan sinergi program pengendalian inflasi untuk mendukung tercapainya sasaran inflasi tahunan bahan makanan di bawah 5 persen.
Utari menekankan poin penting upaya pengendalian inflasi melalui 4K yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi rantai pasok, dan komunikasi yang efektif.
Aspek keterjangkauan harga dapat dicapai melalui pengaktifan gerai inflasi, intensifikasi operasi pasar dan bazar pangan murah, serta alokasi anggaran pemerintah daerah untuk Cadangan Beras Pangan (CBP).
Sementara, ketersediaan pasokan dapat didorong melalui peningkatan akses KAD dengan berbagai wilayah sentra produksi yang melibatkan BUMD/Koperasi untuk menjamin kontinuitas pasokan dan harga yang kompetitif.
Dari sisi kelancaran distribusi, pemerintah daerah dapat menyediakan alokasi subsidi ongkos angkut untuk menjamin biaya distribusi yang terjangkau serta kerja sama dengan Pertamina dan Hiswana Migas untuk menjamin kecukupan bahan bakar subsidi.
Selanjutnya, komunikasi yang efektif dapat direalisasikan melalui diseminasi rutin mengenai pengendalian inflasi serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam gerakan tanam di lingkungan rumah tangga, sekolah, hingga perkantoran.
Rakorwil Balinusra menghasilkan beberapa kesimpulan yang akan ditindaklanjuti, diantaranya (1) Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam pengendalian inflasi, terutama melalui 6 langkah konkret yang meliputi operasi pasar, sidak pasar dan distributor, kerja sama dengan daerah penghasil komoditi, gerakan tanam, peningkatan realisasi Belanja Tak terduga (BTT), dan dukungan transportasi dari APBD; (2) Mendorong pembentukan atau penguatan kelembagaan Perumda/BUMD/BUMDes/Koperasi yang bergerak di sektor pangan dan meningkatkan perannya dalam pengendalian inflasi di daerah, seperti sebagai offtaker produk pertanian, pelaksana KAD, dan mendukung pelaksanaan kegiatan operasi pasar; (3) Mendukung Perumda/BUMD/Koperasi/BUMDes pangan untuk mendapatkan fasilitasi distribusi pangan (subsidi ongkos angkut) serta memperoleh akses ke hulu pertanian.
Selain itu, diperlukan fleksibilitas tingkat pengembalian oleh Perumda atau BUMD pangan kepada Pemda agar dapat berkontribusi lebih besar dalam kegiatan intervensi harga pangan; serta (4) Meningkatkan KAD, baik B2B maupun G2G, terutama antara daerah sentra produksi dengan daerah kekurangan pasokan.
Pemda akan melakukan pemetaan champion produk di masing-masing wilayah serta memberikan dukungan akses dan referensi untuk terhubung dengan produsen champion. (bp/ken)