DENPASAR, Balipolitika.com- PT Bali Turtle Island Development (BTID) segera akan mengelola Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai (hutan mangrove) yang merupakan satu-satunya taman hutan raya di Provinsi Bali.
Informasi ini bocor dalam pertemuan tiga dewan pusat bersama warga Serangan, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan dengan PT BTID yang dihadiri oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura Ngurah Rai, I Ketut Subandi.
Dari areal seluas 31,22 hektare Tahura Ngurah Rai di wilayah tersebut jelas Subandi yang dimohonkan PBPSWA (Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam) oleh PT BTID seluas 27,99 hektare.
Sisanya berupa areal International Mangrove Research Center (IMRC) MBZ-JKW seluas 2,5 hektare; Pura Puncak Kikih seluas 0,25 hektare, Pura Tanjung Sari seluas 0,22 hektare, dan areal Pura Beji Tirta Harum seluas 0,26 hektare.
Subandi menegaskan kawasan konservasi dapat dimanfaatkan untuk wisatawa alam.
“Kawasan ini membentang dari Sanur Kauh sampai Tanjung Benoa dalam pengelolaan kawasan konservasi dalam hal ini harus dilindungi, tapi juga bisa dimanfaatkan. Ada blok pemanfaatan di Serangan ini; wilayah kita ada dua blok; ada berdampingan langsung dengan Kawasan Ekonomi Khusus 31,22 hektare lebih ada di Serangan sendiri sekitar 6,2 hektare,” bebernya.
Lebih lanjut, Subandi mengatakan kawasan konservasi yang ada di Serangan dan berdampingan dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sudah diubah blok-nya agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pengembangan wisata.
Menurutnya, kawasan konservasi yang dimanfaatkan oleh KEK sudah pengajuan izin.
Di sisi lain, pemerintah juga sudah memberikan lampu hijau untuk bisa dikelola oleh PT BTID.
Subandi menerangkan bahwa pemberian untuk pemanfaatan sudah sesuai dengan dengan Peraturan Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Wisata Alam.
Pemberian pemanfaatan oleh BTID ini juga berlandaskan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 tahun 2021.
“Pihak PT BTID karena ini masuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) karena Keterbatasan anggaran maupun sumber daya manusia untuk mengelola ini, kami berikan pemohon dalam hal ini PT BTID untuk mengelola kawasan ini bukan menguasai, tapi pengembangan wisata alam,” jelasnya.
Subandi menerangkan pengajuan perizinan oleh PT BTID ini sedang proses yang diawali melalui Online Single Submission (OSS) kemudian pertimbangan Gubernur Bali dan ada dukungan Pemerintah Kota Denpasar.
Ditegaskan juga sudah ada persetujuan pemerintah pusat berupa KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).
“Pusat semua (pengurusan izin,red),” ujar tegas Subandi.
Adapun pemenuhan persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT BTID mencakup 6 hal.
Pertama, penataan batas areal usaha yang dimohon yang sudah selesai.
Kedua, pembuatan peta kerja skala 1:25.000 juga sudah tahap selesai.
Ketiga, menyusun dokumen persetujuan lingkungan yang saat ini masih dalam penyusunan dan jadwal sidang amdal.
Keempat, menyusun dokumen rencana pengusahaan sarana wisata alam saat ini proses pengesahan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) yang merupakan Direktorat di bawah lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Kelima, membayar iuran Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam pada kawasan konservasi yang selanjutnya disebut (PB-PSWA) yang saat ini tahapan proses akhir.
Keenam, melakukan kelola sosial melalui pelibatan masyarakat desa setempat. (bp/ken)