BERI PENJELASAN: Kuasa Hukum Ferri Supriadi, SH, selaku Kuasa Hukum dari Kontraktor bernama Riduan (43 tahun) saat mendampingi kliennya di Mapolda Bali, Rabu, 5 Juni 2024.
DENPASAR, Balipolitika.com- Insiden pengeroyokan dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh WNA Australia berinisial TX dan MR terhadap Riduan (44 tahun) di Warung Made, Jalan Raya Seminyak No. 7 Kuta, Badung, Bali pada Jumat, 17 Mei 2024 dibantah keras oleh para advokat JEP Law Firm & Partner.
Pelaporan pria asal Jombang bernama Riduan ke SPKT Polda Bali pada Jumat, 24 Mei 2024 dengan bukti Laporan Polisi Nomor LP/B/386/V/2024/SPKT/POLDA BALI lantaran dipukul di bagian kepala belakang oleh terlapor TC dan dipukul di bagian dada oleh terlapor MR dibantah mentah-mentah.
Yoseph Remirus Nahak, S.H. selaku penasehat hukum dari TC membantah semua keterangan dalam laporan tentang dugaan perampasan dan pengeroyokan itu.
Di sisi lain, Polda Bali menindaklanjuti laporan kontraktor Riduan terkait dugaan aksi premanisme dengan 2 terlapor, yakni MM dan TT WNA berkebangsaan Australia.
Keduanya diduga melakukan perampasan dan pengeroyokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP dan Pasal 170 KUHP.
Kuasa Hukum korban Riduan, Ferri Supriadi sangat mengapresiasi kinerja Polda Bali, khususnya Unit 1 Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali yang bergerak cepat merespons pelaporan kliennya.
Diketahui penyidik Polda Bali telah memanggil Riduan untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada Rabu, 5 Mei 2024.
Dalam pemeriksaan tersebut, Ferri Supriadi menyebut semua alat bukti telah diserahkan kepada penyidik.
“Ya, biarkan proses terus diusut tuntas hingga persidangan sehingga hakim yang akan menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah,” tegas Ferri Supriadi, Kamis, 6 Juni 2024.
Terkait BAP, Riduan menuturkan diberondong kurang lebih 50 pertanyaan oleh penyidik seputar kapan dirinya terjebak dan masuk dalam lingkaran permainan makelar proyek properti yang diduga diotaki TT.
Termasuk soal dugaan penyekapan, penganiayaan, pengeroyokan, pemerasan, dan perampasan yang juga melibatkan MR.
“Saya sudah jelaskan serinci mungkin sesuai pertanyaan disertai alat bukti yang telah diserahkan juga,” cetus Founder PT Homeland Internusa itu.
Terlapor TT jelas korban Riduan dikenalkan oleh seprang temannya asal AS bernama Sahan pada awal tahun 2023 di kawasan Kerobokan, Kuta Utara, Badung,
TT diungkapkan menawarkan kerja sama sebagai pencari proyek (main con) sementara Riduan selaku pekerja (sub con).
Setelah itu, keduanya bertemu di bulan yang sama membahas proyek renovasi sekolah.
Tak berselang lama, diadakan pertemuan ketiga untuk membahas sistem kerja dilanjutkan dengan pertemuan keempat membahas renovasi di Umalas, tepatnya proyek bangun baru sebanyak 7 kelas Pro Education School di Nuanu, Pantai Nyanyi, Tabanan.
Kala itu, Riduan dikenalkan ke pemilik sekolah bernama Liana Recce asal Australia hingga pembicaraan antara TT dan korban berupa rencana renovasi di Umalas, Kerobokan ditunda.
Khusus proyek pembangunan baru sekolah di Pantai Nyanyi itu, bebernya menggunakan modal sendiri pada Maret 2023.
Singkat cerita, pada April 2023, Riduan menerima pembayaran pertama. Korban mengatakan terlapor TT mengetahui hal tersebut sehingga meminta uang Rp500 juta untuk dipegang dan disimpan dengan dalih ketika diperlukan uang itu bisa diminta untuk digunakan lagi.
Karena menghargai TT sebagai rekanan, Riduan pun mentransfer uang Rp350 juta berstatus menitip.
Riduan transfer sebanak dua kali, yakni pada 16 April 2023 sebesar Rp200 juta dan pada 20 April 2023 senilai Rp150 juta.
Transferan dengan total Rp350 juta itu dikirim Riduan ke rekening diduga milik teman TT bernama Bianca.
“Kenapa tidak Rp500 juta karena menurut saya Rp500 juta sangat banyak, sehingga saya kasi Rp350 juta saja,” terangnya.
Lebih jauh, pada bulan Agustus 2023, Riduan kehabisan uang sebagai bahan proyek sehingga ia meminta kembali uang yang berstatus dititip ini.
Bukannya ditransfer Rp 350 juta, Riduan malah diberi uang sebesar Rp400 juta pada bulan Agustus 2023 yang belakangan diklaim sepihak dipinjamkan ke Riduan oleh TT.
“Uang dari saya Rp350 juta. Dia tambahan Rp50 juta, tapi dia klaim Rp 400 juta itu dipinjamkan ke saya. Kalau dihitung, saya berhutang Rp50 juta saja,” ungkap Riduan.
Dalam perjalannya, Riduan kembali mengirimkan uang sebesar Rp200 juta berstatus titip ke rekening atas nama Bianca pada 30 Agustus 2023.
Selang beberapa hari, pada 1 September 2023 Riduan kembali mengirim uang lagi Rp75 juta.
“Jadi saya merasa utang Rp50 juta itu sudah lunas, dan Rp 225 juta berstatus titip,an” jelasnya.
Beberapa bulan kemudian TT meminta bertemu di Warung Made Seminyak dan di sanalah Riduan pertama kali bertemu dengan MR.
Waktu itu, TT meminta fee Rp1 miliar. Entah seperti apa hitung-hitungannya, dia berasumsi keuntungan dari proyek tersebut Rp2 miliar.
“Saya terkejut kala itu, sedangkan hitung-hitungan saya hanya mendapat keuntungan Rp1,4 miliar. Karena keberatan, dia turunkan harga fee jadi Rp880 juta. Saya memilih diam dan biarkan, lalu pamit pulang,” tambahnya. Walaupun demikian, TT menganggap Riduan memiliki hutang.
Proyek pun terus berjalan dan beberapa bulan kemudian Riduan memperoleh pembayaran Rp500 juta.
Mengetahui ada pencairan, terlapor TT kembali meminta lagi Rp 300 juta lalu diberikan dengan terpaksa karena tidak ingin ada masalah dengan dirinya juga MR.
Singkat cerita, pekerjaan proyek telah selesai, lalu ada retensi alias sisa dana yang ditahan sebesar 5 persen.
Riduan menjelaskan total retensi dimaksud diperkirakan berjumlah Rp 774 juta dan ini kemudian menjadi masalah hingga berujung pelaporaan ke Polda Bali.
Sambil menunggu pembayaran, pemilik Pro Education School meminta Riduan untuk mengganti bahan lantai.
Karena memiliki itikad baik dan ingin memperbaiki, bahan alias material nantinya dipotong dari retensi itu.
Dibuatlah perjanjian baru, lalu muncullah TT dan mengaku PT Ultra Bangun Cipta yang akan mengerjakan proyek tersebut.
Namun, pemilik sekolah justru mencairkan uang perbaikan lantai dari retensi Rp397 juta kepada Riduan.
Dalam kondisi tersebut, tepatnya sebelum insiden dialami pelapor Riduan di Warung Made, Jalan Raya Seminyak Nomor 7, Kuta, Badung, Bali, Jumat 17 Mei 2024, terlapor TT terus menghubunginya dan menyatakan bahwa proyek baru telah disetujui oleh pemilik sekolah dan diambil alih oleh PT Ultra Bangun Cipta.
Mendapat informasi demikian, Riduan sempat mempertanyakan hal tersebut sebelum akhirnya bertemu TT di Warung Made hingga akhirnya menjadi korban penganiayaan.
Tak sekadar dianiaya, Riduan juga mengaku dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan yang isinya pelapor masih memiliki utang sebesar Rp810.000.000.
Selain mengaku dianiaya dan dipaksa membubuhkan tanda tangan, korban Riduan juga menyebut handphone miliknya dirampas para terlapor memaksa melihat isi saldo pada mobile banking.
Mengetahui masih ada sisa saldo di rekeningnya, korban Riduan mengaku diperas dengan cara mentransfer ke rekening PT. Ultra Bangun Cipta diduga milik terlapor MR.
“Karena takut, saya ikuti paksaan itu, harus membayar Rp400.000.000. Lalu sisa sebesar Rp410.000.000. Keduanya deadline waktu. Diberikan kesempatan sampai 31 Mei 2024 untuk pelunasan dengan ketentuan meninggalkan jaminan mobil.
Korban Riduan menambahkan sebelum memutuskan melapor ke Polda Bali, ia mengirimkan pesan pemilik sekolah sebagai bukti bahwa sesuai jawaban pemilik sekolah ia telah mengirimkan uang perbaikan lantai Rp379 juta ditambah lagi uang pribadi Rp3 juta sehingga total Rp400 juta telah berpindah tangan ke rekening PT Ultra Bangun Cipta untuk selanjutnya dikerjakan oleh TT dan perusahan tersebut.
“Keterangan saya ke penyidik disertakan dengan berbagai bukti-bukti, baik chat dan print rekening koran,” beber korban Riduan.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan membenarkan pihaknya telah memproses laporan bernomor LP/B/386/V/2024/SPKT/POLDA BALI dengan pelapor Riduan.
“Benar, laporan itu sementara diproses. Kalau ada perkembangan akan kami sampaikan ke rekan-rekan media,” tutupnya. (bp/sat/ken)