KEBERATAN: (Kiri) Hie Kie Shin bersama kuasa hukumnya, Indra Triantoro, SH., MH., (tengah), dalam jumpa pers terkait upaya eksekusi Amelle Villas dan Residences. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Hie Kie Shin didampingi Penasihat Hukum (PH) Indra Triantoro meminta Pengadilan Negeri (PN) Denpasar melakukan penundaan, terkait rencana eksekusi berdasarkan Penetapan Ketua PN Denpasar Nomor 33/Pdt.Eks/2024/PN Dps Jo. Nomor 13/Pdt.Eks.Riil/2024/PN Dps, tanggal 26 Juli 2024, terhadap Amelle Villas & Residence, di Jalan Batu Bolong No. 56 Gang Banjar Pipitan Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Bukan tanpa alasan, permohonan penundaan eksekusi terhadap tanah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) 6955 seluas 1.535 M² Atas Nama Tio Siang Kue, dibeli secara lelang berdasarkan risalah lelang nomor 292/14.01/2024-01 tanggal 22 April 2024, yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar, mengingat masih adanya Gugatan terhadap objek tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.
“Jadi ada surat untuk mengeksekusi pada tanggal 14 Agustus 2024. Ini yang membuat saya bingung, kasusnya masih berjalan, belum Inkracht, dan tiba-tiba ada surat untuk mengeksekusi. Saya ingin minta keadilan supaya eksekusi ditunda, di mana agar diselesaikan perkara-perkara yang ada,” ungkap Hie Kie Shin, Jumat, 2 Agustus 2024.
Rencana eksekusi akan dilakukan PN Denpasar pada Rabu, 14 Agustus 2024 mendatang, terkait perkara antara Aarti Fatehchand sebagai pemohon eksekusi melawan Hie Khie Sin sebagai termohon eksekusi I dan Tio Siang Kue sebagaitermohon eksekusi II. Surat pemberitahuan eksekusi Nomor: 1327/PAN.PN.W24-U1/HK2.4/VII/2024.
Hie menegaskan, pihaknya akan melakukan perlawanan apabila eksekusi tetap dipaksakan, terkait hal ini ia juga sudah bersurat ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) terkait polemik yang terjadi.
“Jika tetap ada eksekusi, kami akan bertahan. Saya merasa betul-betul dizolimi. Jika jalannya betul, saya ikhlas kok, tapi ini karena saya lihat ada ketidakadilan, masak aset Rp45 Milliar dijual Rp20 Milliar. Sedangkan di pembeli bilang membeli Rp25 Milliar. Ini jelas permainan kurator. Saya juga akan laporkan kuratornya, karena ada up (harga aset, red). Lucunya juga hasil dari pada lelang, tidak masuk ke rekening penampung lelang, tapi masuk ke rekening pribadi. Saya pun sampai bersurat bertanya sisa uang yang dibagikan dan berapa persen tidak pernah diberitahu ke kreditur,” bebernya.
Sementara, Indra Triantoro selaku PH Hie Kie Shin menegaskan terhadap surat pemberitahuan eksekusi telah dilakukan perlawanan eksekusi terhadap objek sengketa, gugatan terhadap perlawanan eksekusi prinsipal dan perlawanan eksekusi dari penyewa.
“Kami dari awal sudah sampaikan kepada Ketua PN Denpasar, bahwa sebelum Hak Tanggungan ditanda tangani kami dengan Bank BCA, itu sudah ada sewa menyewa dari pihak ketiga. Sehingga mengenai hak sewa tersebut, dari pihak ketiga bisa melakukan upaya hukum jika nantinya terjadi eksekusi. Hal itu sudah ada gugatan atau perlawanan eksekusi Perkara Nomor 736, di sana dalam proses mediasi. Kami akan mengambil sikap dan harapan kami adalah dilakukan tangguhan lebih dulu, kalau pun ada kebijakan lain, seharusnya dilakukan Aanmaning kedua. Namun, pada tanggal 29 Juli 2024 justru muncul surat pemberitahuan eksekusi. Jelas kami keberatan dan kini melayangkan surat keberatan terkait. Perlawanan terhadap eksekusi mestinya dilakukan penanggunan sampai keputusannya Inkracht,” jelasnya.
Ia juga telah melakukan gugatan ke PTUN Denpasar menyangkut pensertifikatan, seharusnya dilakukan penundaan karena adanya gugatan di PTUN Denpasar terkait dengan balik nama sertifikat.
“Sebab, ini sejak awal kami lakukan gugatan perdata. Kami juga sudah melakukan pemblokiran di BPN, dalam kajiannya itu lolos, diblokir selama 30 hari dan tercatat dalam sengketa. Akan tetapi, dari pemohon justru melayangkan surat, bahwa dia adalah pemilik sah sertifikat balik nama. Kami langsung lakukan upaya hukum, gugat di PTUN Denpasar dan sampai sekarang masih berproses,” lmbuhnya. (bp/gk)