BADUNG (BaliPolitika.Com) – Pasca keputusan DPP Partai Golkar menerbitkan rekomendasi pasangan calon (Paslon) I Nyoman Giri Prasta dan I Ketut Suiasa (Giri-Asa) yang diusung PDI Perjuangan membuat kader beringin di Bumi Keris memanas. Bahkan kabarnya, Selasa (1/9/2020) malam, sejumlah pengurus Golkar di tingkat desa sudah ada yang ramai-ramai menyatakan mundur. Keputusan yang dinilai mengada-ngada tersebut, sudah ‘menampar’ keras muka Ketua DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto yang sebelumnya memberi sinyal kuat untuk rekomendasi Paslon I Gusti Ngurah Agung Diatmika dan I Wayan Muntra (Diatmika-Muntra).
“Saya yang sudah tidak lagi menjadi pengurus Golkar ikut prihatin. Yang kami sesalkan pernyataan Demer (Gede Sumarjaya Linggih, red) dengan alasan survei dan proses. Kenapa bisa bicara ngawur seorang Korwil? Saya selaku pribadi menyayangkan sekali ucapan-ucapan yang tidak mendasar,” ungkap Pentolan Partai Golkar, AA Ngurah Oka Swastika yang sempat menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Golkar Badung, saat dihubungi, Rabu (2/9/2020).
Menurutnya, Diatmika-Muntra sudah berproses dari awal hingga diusulkan oleh Koalisi Rakyat Badung Bangkit (KRBB) dari gabungan Partai Golkar, Gerindra, dan Nasdem untuk diberikan rekomendasi oleh DPP masing-masing. Bahkan, rekomendasi dari Nasdem turun lebih awal. Gerindra pun demikian. Sebaliknya, Partai Golkar malah mengkhianati proses yang disepakti KRBB. “Padahal sampai dibentuk koalisi partai dengan nama KRBB. Ketua DPD II, DPD I menorehkan tinta di atas kertas apa tidak malu terhadap anggota partai koalisi? Bagi Saya bukan rekomendasi ke Giri-Asa yang menjadi masalah, namun tatanan yang digariskan partai tidak dilaksanakan dengan benar. Apalagi saat Musda Golkar, Ketua DPD Golkar Bali bersama sekretarisnya ada dengan pidato yang berapi-api dengan menyepakati paket Diatmika-Muntra,” tandas Swastika.
Mestinya, apa yang akan diusulkan DPD I dan DPD II seperti itu dikoordinasikan sebelumnya ke DPP sehingga tidak menimbulkan masalah. Sekaligus tidak mengecewakan kandidat yang akan diusung, mengecewakan kader-kader partai pengusung seperti partai Gerindra, Nasdem dan Golkar sendiri. Lebih-lebih Golkar mempunyai motto Suara Golkar Suara Rakyat. Kata mutiara ini justru dirusak oleh elit Golkar.
“Golkar tidak lagi demokratis. Saya sangat salut dengan mekanisme di PDIP. Ibu Mega betul-betul memperhatikan suara aspirasi kadernya. Beliau bisa melihat bagaikan menerawang sehingga memutuskan atau menjatuhkan kembali rekomendasi kepada Giri-Asa,” paparnya.
Pihaknya juga sangat menyayangkan sikap Partai Golkar yang memulai atau mempunyai inisiatif dalam pembentukan KRBB, tapi Golkar sendiri yang membubarkan. Ini adalah bentuk inkonsisten, meskipun memang politik itu dinamis, namun konsistensi itu menurutnya lebih penting.
“Baos nak Lingsir Satya Wacana Satya Laksana, Kalau tidak konsisten bagaimana rakyat percaya? Jauh panggang dari api sebagai manusia yang percaya dengan kebesaran Tuhan tentunya percaya dengan pahala dari perbuatan. Wajar saja kader-kader Golkar banyak yang minggat, Pak Sui, Puspa, Gus Pada, Gek In. Beliau-beliau adalah kader yang potensial, karena kondisi carut marut Golkar, akhirnya meninggalkan perahunya untuk mencari perahu lain,” sesalnya. (bp)