BERBOBOT: Artis Tiga Setia Gara Membutuhkan 5 Tahun Proses dalam Pembuatan Novel Penuh Kritik Sosial Perempuan
DENPASAR, Balipolitika.com – Tidak hanya sinetron dan berita koran, namun dalam dunia fiksi novel pun memiliki media ungkap yang cukup powerful untuk mengangkat satu isu yang ingin disuarakan.
Misalkan saja, Tiga Setia Gara, penyanyi dan pemain film yang kerap meluncurkan buku ini, hadir dalam satu karya terbarunya tahun ini.
Sebuah Novel yang berangkat dari luka, kekerasan, terhadap seorang gadis, yang namanya Kasih Tubi, diharapkan penuh kasih bertubi-tubi, namun yang terjadi malah sebaliknya.
Kasih Tubi tumbuh di antara Rimbut Jambit, Ganjar Petir, Dewo Purbo, Hari Kuncuk, dan Warnah Duri yang tidak pernah benar-benar menunjukkan pada dirinya seperti apa nilai seorang perempuan yang sebetulnya.
Ibunya pergi begitu Kasih selesai menyusu, meninggalkannya untuk menyusu kehidupan yang pahit rasanya. Persepsinya terbentuk oleh jalanan, oleh kepolosan seorang anak yang berusaha bertahan di situasi yang tidak selalu mengenakkan.
Kesialan di balik keberuntungan atau keberuntungan di balik kesialan. Kasih Tubi hampir selalu menemukan dirinya kebingungan di antara baik dan buruk, di antara benar dan salah, hingga akhirnya melakukan hal yang salah menjadi normal, sebab semua hal baik tetap berujung pada kesialan bagi dirinya.
Maka hitam dan putih tidak lagi penting bagi Kasih, yang penting adalah bertahan untuk tetap hidup meski sering kali inginnya mati saja.
Kisah Kasih Tubi adalah realita bagaimana seseorang tumbuh di dunia di mana setiap orang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Kasih adalah sesosok anak kecil yang berusaha dewasa hingga akhirnya tetap kebingungan bahkan setelah dewasa pun.
Hidupnya yang sepi tanpa ada seseorang yang bisa ia jadikan panutan membuatnya memiliki Lara dan Kala, sosok yang kadang ia lupa hanya ada di dalam pikirannya.
Tak hanya bernyanyi, main film, Tiga Setia Gara yang tinggal di Amerika ini juga seorang penyair yang pandai menuliskan kata-kata menjadi sebuah puisi. Ia juga sempat merilis buku bertajuk Lara.
Buku puisi ini mengisahkan perjalanan hidup Tiga Setia Gara dalam menjalani masa mudanya yang dituangkan melalui tiga elemen, yaitu Kala, Mantra, dan Lara.
Melalui Kasih Tubi, ia ingin para korban kekerasan dapat berani bicara. Apalagi seperti kisah dari Kasih Tubi yang disakiti oleh figur ayah yang harusnya melindungi sang anak.
Proses perenungan novel ini mencapai rentang lima tahun, dengan proses penulisan intens hampir sekitar delapan bulan. (bp/luc/ken)