BALI, Balipolitika.com – Ngeri, sebanyak 1.408 butir pil koplo atau pil putih berlogo Y yang sudah siap edar berhasil terendus dan teramankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali.
Ribuan pil koplo tersebut tersita dari pemiliknya berinisial LH (34) asal Lumajang, Jawa Timur di sebuah rumah kos di Jalan Tukad Baru No. 62 Pemogan, Denpasar Selatan, Denpasar, pada Rabu (26/2/2025) sekitar pukul 22.00 Wita.
Kasubdit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP William Sitorus, S.I.K. mengatakan, kasus ini terungkap berawal dari informasi masyarakat terkait adanya penjualan beberapa sediaan farmasi berupa obat tanpa izin edar di wilayah Kota Denpasar.
“Begitu mendapat informasi, anggota Unit 2 Subdit 1 Ditreskrimsus Polda Bali langsung melakukan penyelidikan. Mengetahui pelaku ada di kamar kosnya, anggota kami langsung melakukan penggeledahan,” beber AKBP William pada Kamis (27/2).
Pihaknya menyampaikan, bahwa ribuan pil koplo ini sudah dalam paket siap edar karena sudah terbungkus dengan plastik klip.
Saat penggeledahan di kamar kos pelaku, ada satu tas kain berwarna hitam berisi pil putih berlogo Y sudah terkemas ke dalam pastik klip.
Kemudian, 1 plastik klip ada yang berisi 8 butir, ada juga yang 10 butir, bahkan masih ada plastik klip ukuran sedang berisi 89 butir. “Jadi total keseluruhan ada 1.408 butir pil koplo,” jelas Perwira melati dua di pundak ini.
AKBP William menyampaikan, selain mengamankan barang bukti pil koplo, penyidik juga menyita satu buah handphone dan uang Rp 555.000 yang pelaku akui hasil dari penjualan pil koplo.
“Saat ini pelaku sudah menjalani pemeriksaan dan telah ada keterangan oleh penyidik,” terangnya.
Kemudian karena tidak memiliki izin, maka pelaku telah melakukan tindak pidana di bidang kesehatan, yaitu setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/ kemanfaatan, dan mutu dan/atau dalam hal terdapat praktik kefarmasian.
Sebagaimana pada ayat (1) yang terkait dengan sediaan farmasi berupa obat keras sebagaimana dalam Pasal 435 dan/atau pasal 436 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Dengan ancaman pidana 12 tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,” pungkasnya. (BP/OKA)