BADUNG, Balipolitika.com – Kepala Desa atau Perbekel Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Badung sangat menyayangkan pabrik Coca Cola atau PT. Coca Cola Bottling Indonesia di wilayahnya tutup permanen. Pasalnya selama pabrik itu beroperasi, ada kontribusi besar kepada desa.
Bahkan sering memberikan bantuan dan sumbangan, kepada desa dinas mapupun desa adat dan banjar adat yang ada di wilayah Desa Werdi Bhuwana.
Selain itu juga memberikan bantuan kepada masyarakat setempat, termasuk desa saat ada kegiatan upacara.
Kepala Desa Werdi Bhuwana, I Ketut Sadia Wijaya, mengatakannya saat di pabrik Coca Cola, Jumat (13/6).
Pihaknya mengaku sangat menyayangkan penutupan yang terjadi. “Biasanya mereka (Coca Cola) memberikan bantuan Rp 1 juta untuk banjar adat dan Rp 3 juta untuk desa adat setiap bulan,” ujar Sadia.
Pihaknya mengaku setiap kegiatan di desa dirinya meminta bantuan dan selalu dapat support oleh manajemen.
Minimal pihak Coca Cola memberikan bantuan minum. “Termasuk saat Covid-19 kemarin, kami akui kelimpungan terkait bantuan sembako. Namun pihak Coca Cola malah membantu dengan dana CSR,” jelasnya.
Setidaknya ada 1.500 paket sembako. Pihaknya mengakui ada 20 warganya yang bekerja di Pabrik Coca Cola tersebut dari total 70 yang akan kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kendati akan tutup permanen, Sadia belum mengetahui pabrik itu untuk apa apa ke depannya. “Ke depan kami tidak tahu. Ini tanah milik Coca Cola. Semoga kembali buka jika kondisinya sudah membaik,” imbuhnya.
Sementara itu, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Badung melaksanakan kunjungan kerja ke PT Coca Cola Bottling Indonesia pada Jumat (13/6).
Rombongan Komisi IV DPRD Badung dalam pimpinan langsung Ketua Komisi IV, I Nyoman Graha Wicaksana, bersama anggota I Made Suwardana, I Nyoman Sudana, I Gede Suraharja dan Ni Luh Putu Sekarini.
Turut hadir Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung, Putu Eka Merthawan. Kehadiran mereka guna memastikan kabar penutupan pabrik dan hak-hak puluhan karyawan.
Usai melakukan pertemuan dengan pihak pewakilan managemen PT. Coca Cola Bottling Indonesia, Graha Wicaksana mengatakan tempat produksi Coca Cola ini akan tutup secara resmi pada 1 Juli 2025.
“Kehadiran kami di sini adalah menunjukan rasa empati kami terhadap karyawan yang terdampak PHK, begitu juga perusahaan yang operasionalnya tutup. Kami hadir di sini untuk memastikan hak karyawan bisa terpenuhi oleh perusahaan,” ungkapnya.
Graha Wicaksana meminta jajaran Disperinaker Badung melakukan langkah mitigasi agar karyawan yang terdampak PHK dapat tersalurkan kembali ke dunia kerja.
“Apakah nantinya akan memberikan pelatihan dan bekerja sama mencarikan lowongan kerja yang ada di Kabupaten Badung,” jelasnya.
Terkait karyawan yang di-PHK juga mendapatkan pesangon sesuai dengan haknya. Bahkan lebih besar dari aturan yang sedang berlaku saat ini yaitu Undang Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.
“Kalau saya dengar, pihak Coca Cola akan memberikan hak-hak karyawan. Bahkan lebih dari aturan yang berlaku,” tegasnya.
Dari data total 70 orang tenaga kerja yang PHK, terdiri dari karyawan yang bertugas di pabrik Mengwi sebanyak 55 orang dan unit di Jalan Nangka, Denpasar sebanyak 15 orang.
Informasi penutupan pabrik perusahaan kepada Disperinaker Kabupaten Badung pada Selasa (10/6). Penutupan itu dugaan imbas penjualan produk minuman ringan tersebut mengalami penurunan.
Hal tersebut kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali, I Gusti Ngurah Wiryanata saat di kunjungan kerja Wakil Gubernur DKI Jakarta di Gedung Kerthasabha, Rumah Jabatan Jayasabha, Jumat (13/6).
Menurutnya, permasalahan PHK di Pabrik Coca-Cola tersebut merupakan urusan internal evaluasi perusahaan tersebut.
“Namanya pasar pasti selalu turun naik dan evaluasi, sampai per hari ini saya konfirmasi langsung ini dengan (Coca-Cola) kata stafnya belum resmi bubar baru sounding terkait kinerja usaha Coca-Cola. Daya beli menurun tapi baru salah satu sebab. Penyebab lainnya masih banyak tapi tidak di-publish ke umum karena Coca-Cola Bali tidak berbentuk perusahaan Tbk,” jelas Wiryanata.
Lebih lanjutnya ia mengatakan, penurunan daya beli Coca-Cola bukan menjadi satu alasan melakukan PHK pada karyawan. Wiryanata juga membeberkan tren mengonsumsi Coca-Cola dari berbagai hasil evaluasi Disperindag, saat ini kesadaran masyarakat meningkat terkait dengan kesehatan.
Terlebih sudah ada Surat Edaran (SE) Gubernur Bali yang mengatur pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter. (BP/OKA)