Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

20 Tahun Mulus, The People’s Water Forum Gagal di Bali

Disebut Langgar Prinsip PBB

LANCAR DI 7 NEGARA: Suasana mencekam tindakan persekusi dan intimidasi oleh oknum Patriot Garuda Nusantara pada diskusi The Peoples Water Forum atau Forum Air milik Rakyat Sedunia di Hotel Oranje, Hayam Wuruk, Denpasar, Bali, Senin dan Selasa, 20-21 Mei 2024

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Sejarah “kelam” tercipta di Provinsi Bali sekaligus dinilai mencoreng citra Indonesia di mata dunia internasional terkait intimidasi dan pembubaran the People’s Water Forum (PWF) atau Forum Air milik Rakyat Sedunia di Bali, Indonesia, Senin dan Selasa, 20-21 Mei 2024. 

Para akademisi dan kaum intelektual lintas negara yang terdiri atas Suraya Afiff (Universitas Indonesia); Prathiwi Putri, Marie Skłodowska-Curie (Postdoctoral Fellow, Universität Kassel, Germany); Iqra Anugrah (Leiden University, Belanda); Siti Maimunah (Sajogyo Institute, Bogor); Meera Karunananthan (Carleton University, Canada); Wijanto Hadipuro (peneliti independen, Semarang); Amalinda Savirani (Universitas Gadjah Mada);  Bosman Batubara (Utrecht University, Belanda); Irwansyah (Departemen Ilmu Politik, FISIP, Universitas Indonesia); I. Sandyawan Soemardi (pekerja kemanusiaan, Leiden, Belanda); Harry Wibowo (Jurnal Prisma); Henry Thomas Simarmata (Associated Program for International Law, Yogyakarta); Ar. John Muhammad (Ikatan Arsitek Indonesia, Jakarta); Dewa Ayu Putu Eva Wishanti (University of Leeds); Dianto Bachriadi (Agrarian Resource Center); Frans Ari Prasetyo (peneliti independen, Bandung); Vandy Yoga Swara (Utrecht University, Belanda); Agung Wardana (Humboldt Fellow, Max Planck Institute for Public Law, Germany); Usman Hamid (Amnesty International Indonesia); Herlily (Universitas Indonesia); Wigke Capri (Leiden University and KITLV, Belanda); John Petrus Talan (IRGSC Kupang dan Universty College London); Dhia Al Uyun (Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya); Professor David McDonald (Queen’s University, Canada); Farabi Fakih (Universitas Gadjah Mada); Herlambang P. Wiratraman (Universitas Gadjah Mada); Inaya Rakhmani (Universitas Indonesia); Profesor Hariadi Kartodihardjo (Institute Pertanian Bogor); dan Dolorosa Sinaga, pematung internasional, Jakarta mengecam upaya menghalangi pelaksanaan the People’s Water Forum (PWF) atau Forum Air milik Rakyat Sedunia di Bali, Indonesia.

“Kami yang bertandatangan di bawah ini mengecam upaya yang baru-baru ini terjadi untuk menghalangi pelaksanaan the People’s Water Forum (PWF) atau Forum Air milik Rakyat Sedunia di Bali, Indonesia, melalui pembatalan tempat pelaksanaan kegiatan tersebut di Institut Seni Indonesia (ISI) yang disertai interogasi/intimidasi terhadap panitia lokal oleh aparat intel setempat. Pembatalan acara yang diselenggarakan bersama institusi akademis melalui koersi dan pelarangan oleh penegak hukum merupakan pelanggaran terhadap Prinsip PBB untuk Penerapan Hak Kebebasan Akademik,” tandas para akademisi dan kaum intelektual ini sesuai rilis yang diterima redaksi. 

Prinsip PBB dimaksud adalah prinsip yang secara khusu berbunyi menghormati otonomi lembaga pendidikan dan penelitian untuk beroperasi tanpa pengawasan atau intervensi militer, tanpa ketakutan akan sanksi atau ancaman terhadap keamanan dan integritas pimpinan lembaga (prinsip 3, red). 

Dijabarkan bahwa hak atas kebebasan akademik juga mencakup kebebasan berserikat (prinsip 6), yang mengharuskan negara menghormati, mendorong dan mengembangkan hubungan dan kerja sama internasional antara staf akademik, peneliti dan pengajar serta mahasiswa, termasuk melalui pertemuan internasional dan proyek kolaboratif.

“The People’s Water Forum adalah wadah bagi gerakan keadilan air di seluruh dunia. Secara kolektif wadah ini memungkinkan pemikiran kritis atas Forum Air Dunia atau the World Water Forum (WWF) yang mempromosikan agenda pembangunan yang disetir kepentingan pemodal. PWF berbasis pada pengalaman dan aspirasi jaringan gerakan sosial, organisasi akar rumput, kelompok lingkungan, dan serikat pekerja serta akademisi, dan mewakili mereka yang kehidupannya dirugikan oleh proses privatisasi dan komersialisasi air,” demikian disampaikan para akademisi dan peneliti tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa jaringan yang tergabung dalam PWF di mana sebelumnya dikenal sebagai Alternative World Water Forum, telah selama 20 tahun menawarkan forum terbuka yang dapat dijangkau secara inklusif baik oleh warga, komunitas, serikat, dan aktivis lingkungan. 

Forum ini menjadi tempat untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, dengan tujuan mencari solusi baru bagi masa depan pembangunan terkait air yang adil, setara dan berkelanjutan.

Sejak 2003, wadah ini telah menggalang solidaritas dan meningkatkan kapasitas jaringan regional dan global melalui pertemuan-pertemuan di Kyoto pada 2003, Meksiko 2006, Istanbul 2009, Marseille 2012, Daegu 2015, Brasilia 2018, dan Dakar 2022.

Komunitas dalam jaringan PWF sadar bahwa aktor-aktor dalam WWF telah sebelumnya melakukan upaya untuk mempengaruhi organisasi setempat untuk membatalkan penyelenggaraan PWF, tetapi tidak pernah berhasil.

“Sangat disayangkan bahwa niat baik dan tradisi kritis yang telah dibangun dan dirawat dalam PWF dibungkam oleh aparat Negara Republik Indonesia; Forum PWF yang direncanakan untuk diselenggarakan di Institut Seni Indonesia (ISI), Denpasar, Bali pada 20 sampai 23 Mei 2024 telah dibatalkan dengan paksa. Ini akan menjadi peristiwa pertama pembatalan PWF secara authoritarian oleh negara atas tekanan WWF,” ujarnya. 

Berikut kronologi peristiwa-peristiwa yang berakhir pada pembatalan acara PWF dan penarikan diri ISI sebagai lembaga akademik yang mendukung forum.

Tanggal 2 April 2024, Pengurus Yayasan Bintang Gana, yang merupakan organisasi setempat, mewakili panitia nasional PWF menghubungi Rektor ISI menjajaki kerja sama acara Musyawarah Budaya Air Warga. Rektor ISI memberikan sinyal positif sehingga yayasan mengirimkan surat permohonan kerja sama secara resmi.

Tanggal 18 April 2024 dilakukan pertemuan teknis antara yayasan dan universitas, termasuk menindaklanjuti permintaan rektor agar logo ISI dicantumkan dalam acara, dan menyertakan beberapa staf ISI dalam kepanitiaan.

Tanggal 4 Mei 2024 enam orang intel Polresta Denpasar mendatangi rumah Direktur Yayasan Bintang Gana; mereka menanyakan perihal agenda menjelang WWF, dan bertanya apakah akan ada agenda tandingan atau aksi.

Tanggal 5 Mei 2024 empat intel Polresta kembali mendatangi rumah Direktur Yayasan Bintang Gana dengan alasan untuk berkoordinasi menjelang WWF, namun sudah mengarahkan pertanyaan secara spesifik pada PWF dengan alasan mengetahuinya dari media sosial. Ketika kembali ditanya mengenai aksi tandingan, direktur menjawab bahwa tidak ada rencana aksi karena cukup repot dan akan dibubarkan seperti dalam konteks G20 Bali Summit 2022.

Tanggal 7 Mei 2024, kediaman direktur kembali didatangi. Kali ini oleh intel kodam; istri direktur juga diinterogasi. Pada hari yang sama Kubu Kopi (tempat para aktivis dan wartawan terbiasa berkumpul) pun didatangi intel, staf kafe juga diinterogasi.

Tanggal 13 Mei 2024, Rektor ISI Denpasar menelepon direktur yayasan memberi tahu bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menelepon dan memintanya untuk membatalkan acara atau memundurkan acara tersebut sampai kegiatan WWF telah selesai. Pengurus Yayasan Bintang Gana meminta surat pembatalan dari rektor namun tidak disanggupi. Surat pembatalan kemudian telah diterbitkan, namun tanpa alasan.

Tanggal 14 Mei 2024, wisma yang telah bersedia menjadi tempat menginap para peserta PWF, membatalkan pemesanan tempat yang telah dilakukan panitia.

Sejak 15 Mei 2024, mulai banyak gangguan: WA aktivis diretas, tautan registrasi dan situs PWF di-trolling. Setelah dicek, IP address pelaku trolling terlacak berasal dari Bali.

Panitia mulai mencari pilihan sejumlah tempat alternatif untuk penyelenggaraan PWF, namun beberapa tempat yang dianggap potensial kemungkinan juga telah didatangi dan diintimidasi oleh intel.

Sekitar tengah malam pada tanggal 18 Mei 2024, akomodasi aktivis Solidaritas Perempuan, salah satu organisasi dalam jaringan PWF di Indonesia, didatangi intel yang menyebabkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan waktu beristirahat mereka.

Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA) sebagai koordinator jaringan PWF di Indonesia, menilai bahwa dalam sepuluh tahun terakhir terdapat pola intimidasi terhadap berbagai acara kritis masyarakat sipil, dengan cara menekan pihak penyedia tempat penyelenggaraan acara.

Sejak 2013 tidak ada lagi aksi tandingan yang diperbolehkan untuk bersikap kritis terhadap negara. 

Pada 2018, di acara tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (WB-IMF) di Bali, aksi doa bersama secara massal di Renon dibubarkan aparat kepolisian. 

Hal ini merupakan salah satu bentuk perwujudan gerakan anti-demokratis negara Indonesia.

Bali sebagai industri turisme, yang sejatinya adalah industri yang haus air, belakangan ini telah juga mengalami krisis air bersih. 

Akibatnya keberlanjutan daya dukung air dan lingkungan bagi aktivitas vital petani dan rumah tangga telah dikorbankan atas nama akumulasi kapital dan dampak buruknya. 

Masyarakat Bali berkepentingan dengan agenda keberlanjutan lingkungan termasuk sumber daya air demi industri pariwisata yang berkeadilan secara sosial dan lingkungan.

Dalam roadmap menuju PWF 2024 telah diselenggarakan beberapa diskusi semisal dalam rangka perayaan Hari Air Dunia 22 Mei 2024 melalui seminar dan diskusi terfokus, baik secara daring maupun luring seperti di Jogjakarta dan Semarang. 

Acara pendahuluan ini telah mengidentifikasi dan mengumpulkan persoalan-persoalan akses air bersih, dan pengelolaan air dan lingkungan yang selama ini tidak menjadi perhatian pemerintah. 

“Lebih jauh, pemerintah dan korporasi justru berada di balik perluasan perusakan sumber-sumber dan tubuh air. Kami menilai bahwa meneruskan suara rakyat ini di PWF 2024 di Denpasar adalah sangat mendesak, dalam rangka mencari solusi dan memberikan arahan kritis perubahan kebijakan. Sebagai akademisi dan pekerja kemanusiaan yang mendukung PWF, kami meminta otoritas publik dan Institut Seni Indonesia untuk mempertahankan kebebasan akademis melalui sejumlah tindakan konkrit sebagai berikut,” jabarnya.

Pertama, mengecam segala bentuk ancaman, intimidasi dan pelarangan yang dilakukan baik oleh otoritas kampus, apalagi oleh aparat keamanan dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh insan akademik, organisasi masyarakat sipil, termasuk para aktivis hak asasi manusia.

Kedua, menuntut negara (c.q. pemerintah) agar menghormati hak dan kebebasan akademik, kebebasan berpendapat dan berkumpul warga negara termasuk kebebasan memberikan saran, masukan, kritik, dan aksi protes terhadap arah pembangunan secara umum, dan secara khusus pada isu perwujudan hak atas air yang telah dijamin oleh konstitusi;

Ketiga, menuntut agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memproses pelanggaran atas kebebasan akademik, berpendapat dan berkumpul, baik yang dilakukan oleh aparat keamanan (human rights violation) maupun pelanggaran yang dilakukan oleh otoritas kampus dalam segala bentuknya.

“Keempat, meminta lembaga dan institusi berikut untuk ikut memantau dan menindaklanjuti kasus ini: Atnike Nova Sigiro, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia; Farida Shaheed, UN Special Rapporteur on the right to education; Pedro Arrojo, UN Special Rapporteur on the rights to safe drinking water and sanitation; dan Mary Lawlor, UN Special Rapporteur on human rights defenders,” tandas para akademisi, peneliti, dan pekerja kemanusiaan ini. (bp/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!