Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

OPINI

World Water Forum Jangan Sekadar Kuorum

Oleh Dr. I Nengah Muliarta., S.Si., M.Si., CETP., CPS., C.Mt

SOLUSI KONKRET: Akademisi Universitas Warmadewa merangkap jurnalis Dr. I Nengah Muliarta., S.Si., M.Si., CETP., CPS., C.Mt. respons World Water Forum (WWF) ke-10 di Nusa Dua, Bali.

 

BERBAGAI kegiatan digelar untuk mendukung World Water Forum (WWF), namun sayangnya forum ini seringkali dianggap hanya sekadar kuorum pertemuan para pemangku kepentingan, tanpa menghasilkan solusi konkret yang dapat diimplementasikan.

World Water Forum (WWF) sebagai konferensi internasional terbesar yang rutin membahas isu-isu terkait air diselenggarakan setiap tiga tahun sekali sejak 1997 oleh World Water Council, sebuah organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk mendorong kesadaran, memobilisasi aksi, dan menciptakan komitmen politik terkait pengelolaan sumber daya air di seluruh dunia.

Sebagai platform global, WWF menjadi ajang bagi pemerintah, organisasi internasional, LSM, akademisi, dan sektor swasta untuk berkumpul, berdiskusi, dan mencari solusi atas tantangan-tantangan yang dihadapi terkait air.

Topik-topik yang dibahas mencakup akses air bersih, sanitasi, pengelolaan sumber daya air, dampak perubahan iklim, serta isu-isu air lainnya.

Permasalahanya WWF seringkali dianggap hanya sebagai ajang pertemuan formal yang tidak menghasilkan tindakan nyata.

Padahal, forum ini memiliki potensi besar untuk mendorong kolaborasi global dan menghasilkan terobosan-terobosan strategis dalam pengelolaan air.

Sudah saatnya WWF bergeser dari sekadar ajang diskusi menjadi platform yang mendorong implementasi solusi-solusi konkret.

Setiap pertemuan harus menghasilkan rencana aksi yang jelas, dengan pembagian peran dan tanggung jawab yang terukur bagi setiap pemangku kepentingan.

Selama ini, WWF cenderung didominasi oleh pemerintah dan organisasi internasional.

Forum ini kedepan harus lebih membuka diri untuk melibatkan masyarakat sipil, sektor swasta, dan kelompok-kelompok marjinal yang terdampak isu air secara langsung.

Komitmen dan rencana aksi yang dihasilkan dari WWF harus dilengkapi dengan mekanisme pemantauan dan evaluasi yang kuat.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa solusi-solusi yang dirumuskan benar-benar diimplementasikan dan berdampak positif.

WWF harus menjadi ajang untuk mendorong inovasi dan pemanfaatan teknologi terkini dalam pengelolaan sumber daya air.

Hal ini dapat mencakup pengembangan teknologi pengolahan air, sistem distribusi air yang efisien, serta pemanfaatan data dan analitik untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.

Transformasi World Water Forum diharapkan dapat menjadi platform yang lebih impaktif dalam mendorong kolaborasi global dan menghasilkan solusi-solusi nyata untuk mengatasi krisis air yang semakin mengancam di seluruh dunia.

WWF tidak boleh hanya terjebak pada upaya mencapai jumlah peserta yang banyak.

Hal yang lebih penting adalah kualitas diskusi, rekomendasi, dan komitmen yang dihasilkan, bukan semata-mata jumlah peserta yang hadir.

Perlunya memastikan keterlibatan pemangku kepentingan yang benar-benar relevan dan memiliki kapasitas untuk mengimplementasikan rekomendasi forum karena tidak cukup hanya mengumpulkan banyak peserta, tetapi harus memastikan keterlibatan pihak-pihak kunci.

WWF harus bergerak melampaui sekadar menghasilkan rekomendasi. Kemajuan yang lebih penting adalah memastikan rekomendasi-rekomendasi tersebut benar-benar diimplementasikan secara nyata di tingkat lokal, nasional, dan global.

Tantangan berikutya WWF tidak hanya berfokus pada isu-isu global, tetapi juga mempertimbangkan konteks lokal yang beragam.

Solusi yang dihasilkan harus sesuai dengan kebutuhan dan kearifan masyarakat setempat. Apalagi pengelolaan air adalah isu yang kompleks dan membutuhkan komitmen jangka panjang, bukan sekadar pertemuan satu kali.

World Water Forum harus mampu mendorong tindak lanjut dan keberlanjutan dari rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan.

Salah satu kritik utama terhadap World Water Forum adalah dominasi kepentingan korporasi dan pemerintah atas suara masyarakat sipil dan kelompok marjinal.

Forum ini seringkali dianggap sebagai ajang lobi bagi perusahaan air swasta, kontraktor, dan pemerintah untuk mempromosikan agenda mereka, sementara mengabaikan kebutuhan dan perspektif masyarakat yang paling terdampak oleh krisis air.

Sisi lain, WWF mesti aktif mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mengintegrasikan pengetahuan serta praktik tradisional masyarakat lokal dalam pengelolaan air.

Banyak masyarakat adat dan komunitas lokal memiliki kearifan tradisional yang bernilai dalam melestarikan sumber daya air, seperti teknik konservasi, sistem irigasi, dan ritual adat.

Memasukkan perspektif ini akan memperkaya solusi yang dihasilkan. Selain mengidentifikasi juga harus mendukung dan memperkuat inisiatif-inisiatif pengelolaan air yang berbasis pada masyarakat.

Banyak komunitas lokal yang telah mengembangkan sistem pengelolaan air yang inovatif dan berkelanjutan sesuai dengan kondisi spesifik mereka.

Forum ini dapat memberikan dukungan teknis, pendanaan, dan advokasi untuk memperkuat kapasitas mereka.

Rekomendasi yang dihasilkan oleh World Water Forum harus cukup fleksibel untuk diadaptasi dan diterapkan sesuai dengan konteks lokal yang beragam.

Forum ini dapat menyediakan panduan umum, namun memberikan ruang bagi masyarakat lokal untuk mengembangkan solusi spesifik yang sesuai dengan kebutuhan dan kearifan mereka.

World Water Forum dapat berperan sebagai platform untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pembelajaran antara praktik tradisional masyarakat lokal dengan inovasi global.

Hal ini akan memungkinkan terjadinya sinergi dan pembelajaran dua arah yang saling memperkaya.

Dengan mengintegrasikan kearifan lokal secara sistematis, World Water Forum dapat memastikan bahwa rekomendasi dan solusi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan konteks spesifik masyarakat dan dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan di tingkat lokal.

Kearifan lokal subak di Bali merupakan salah satu contoh yang sangat baik terkait praktik tradisional masyarakat dapat menjadi inspirasi dan pembelajaran berharga bagi pengelolaan air secara global.

Subak adalah sistem irigasi tradisional yang dikembangkan oleh masyarakat Bali selama berabad-abad.

Sistem ini tidak hanya berfungsi secara teknis dalam mendistribusikan air untuk pertanian, tetapi juga memiliki dimensi sosial, budaya, dan spiritual yang kuat.

Beberapa aspek kearifan subak yang dapat menjadi contoh bagi World Water Forum, di antaranya pengelolaan air berbasis kearifan lokal.

Subak mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan air yang selaras dengan alam dan budaya setempat.

Hal ini terlihat dari praktik-praktik seperti pembagian air yang adil, rotasi pengairan, dan pemeliharaan infrastruktur irigasi secara gotong royong.

Subak bukan hanya sistem teknis, tetapi juga merupakan organisasi sosial yang diatur oleh aturan adat dan ritual keagamaan.

Hal ini menciptakan kohesi sosial dan rasa kepemilikan bersama atas sumber daya air di kalangan petani.

Sistem subak dirancang untuk menjaga keseimbangan ekologis, seperti melalui praktik konservasi lahan, pengelolaan hutan, dan pemeliharaan sumber-sumber air.

Hal ini menjamin keberlanjutan sumber daya air. Subak terus beradaptasi dengan perubahan zaman, namun tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasarnya.

Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang baik terhadap tantangan baru. Sementara pengambilan keputusan dan pengelolaan subak dilakukan secara partisipatif oleh anggota masyarakat.

Hal ini menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama atas sumber daya air. Praktik-praktik subak ini dapat menjadi inspirasi bagi World Water Forum dalam mengembangkan solusi pengelolaan air yang holistik, berkelanjutan, dan selaras dengan kearifan lokal masyarakat.

Pembelajaran dari subak dapat diterapkan di berbagai konteks budaya dan geografis lainnya.

Subak sebagai organisasi social di Bali juga memilik kemampuan beradaptasi dalam menghadapi ketersediaan air yang semakin berkurang, baik kualitas maupun kuantitas.

Petani anggota Subak di Bali dalam upaya efisiensi penggunaan air umumnya telah terbiasa dengan tradisi Nyorog.

Nyorog mendorong penggunaan air secara efisien dengan membagi air secara bergantian di antara petani. Hal ini sejalan dengan prinsip efisiensi air yang diusung oleh World Water Forum.

Nyorog merupakan bentuk pengelolaan air terpadu di tingkat lokal, melibatkan partisipasi aktif petani. Ini selaras dengan pendekatan pengelolaan air terpadu yang dipromosikan oleh World Water Forum.

Nyorog memastikan pembagian air yang adil di antara petani, tanpa diskriminasi. Prinsip keadilan dan kesetaraan akses air juga menjadi fokus World Water Forum.

Nyorog merupakan praktik kearifan lokal Bali dalam mengelola sumber daya air. World Water Forum mendorong pemanfaatan kearifan lokal dalam pengelolaan air.

Nyorog memastikan keberlanjutan penggunaan air irigasi bagi pertanian. Hal ini sejalan dengan tujuan World Water Forum untuk mencapai pengelolaan air yang berkelanjutan.

Artinya Nyorog dalam sistem subak di Bali mencerminkan prinsip-prinsip yang dipromosikan oleh World Water Forum, sehingga dapat menjadi contoh praktik pengelolaan air yang efisien, adil, dan berkelanjutan.

Indonesia sebagai negara dengan kekayaan sumber daya air yang besar, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Indonesia dapat mengambil peran kepemimpinan dalam memperjuangkan isu-isu air di tingkat regional Asia Tenggara.

Sebagai negara dengan pengaruh besar di kawasan, Indonesia dapat mendorong sinergi dan koordinasi antar negara tetangga dalam mengatasi permasalahan air yang lintas batas.

Indonesia memiliki banyak pengalaman dan praktik terbaik dalam pengelolaan sumber daya air, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Indonesia dapat berbagi pengetahuan dan pembelajaran berharga, seperti praktik konservasi DAS, sistem irigasi tradisional, dan pengelolaan air perkotaan yang inovatif.

Sebagai negara yang telah mengakui air sebagai hak asasi manusia, Indonesia dapat menjadi advokat yang kuat dalam memperjuangkan isu ini di forum global.

Indonesia dapat mendorong agar hak asasi manusia atas air dan sanitasi menjadi prinsip dasar dalam setiap rekomendasi dan kebijakan yang dihasilkan.

Sisi lain, Indonesia dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara isu-isu air global dengan konteks lokal yang beragam di negaranya.

Dengan keanekaragaman budaya dan kearifan tradisional masyarakat lokal, Indonesia dapat menjadi contoh bagaimana mengintegrasikan perspektif lokal ke dalam solusi global. (*/ken)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!