SELAMAT JALAN PROF: Mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU. (kanan) bersama Dr. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H. atau yang akrab disapa GPS saat menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Denpasar hingga divonis tidak bersalah.
DENPASAR, Balipolitika.com– Berpulangnya mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU. pada Kamis, 8 Agustus 2024 mengejutkan banyak pihak.
Salah satunya Dr. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H. atau yang akrab disapa GPS, sosok yang mendampingi almarhum selama menjalani proses hukum di pengadilan.
“Kabar mengejutkan datang dari klien saya yang juga Rektor Unud yang sah, Nyoman Gede Antara yang tadi sekitar pukul 06.30 Wita meninggal dunia. Kami terhenyak kaget karena kami beberapa waktu lalu mendiskusikan tentang perkembangan terakhir adanya pemaksaan pemilihan Rektor Unud yang baru dan berpotensi ada tabrakan hukum jika putusan kasasinya turun memperkuat putusan bebas,” ungkap Gede Pasek Suardika di status media sosialnya, Kamis, 8 Agustus 2024.
Gede Pasek Suardika menyebut dirinya dan almarhum sempat membuat janji bertemu untuk membahas sejumlah hal, khususnya terkait posisi Prof. Antara pasca dinyatakan tidak terbukti bersalah atas kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Penerimaan Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Tahun Akademik 2018-2022 dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu, 22 Februari 2024 silam.
“Kita pun berjanji akan ketemu di darat karena kebetulan saya sedang sibuk penanganan perkara di berbagai kota yaitu Palembang Jakarta dan Denpasar sehingga kesulitan atur waktunya,” tulis Gede Pasek Suardika.
Ungkapnya, dalam badan yang sehat, Prof. Antara yang merupakan karateka pemegang sabuk hitam KKI meninggal dunia dan fakta tersebut sangat mengagetkan sekaligus membuat sedih yang terdalam.
“Saya mengagumi jiwa keras dan semangatnya berjuang mencari keadilan. Lulusan Jepang dan Korea ini memang dikenal keras dan teguh dalam sikap sehingga sangat nyaman kita sebagai Tim PH dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya dengan cara yang tegas dan keras juga,” puji Gede Pasek Suardika terhadap sosok almarhum.
“Menurut istri almarhum, sakitnya pun tergolong mendadak karena dimulai dari rasa panas di tenggorokan dan kemudian berlanjut sakit di lambung atas yang mengakibatkan pendarahan hebat serta diare. Upaya medis dengan penambahan kantong darah sudah dilakukan dengan maksimal. Diare dengan mengeluarkan darah hitam dan lengket diduga menjadi penyebab utama kondisinya drop. Namun upaya penambahan darah itu tetap tidak bisa menolong almarhum,” jelasnya.
Gede Pasek Suardika juga menerangkan bahwa almarhum Prof. Antara meninggal dunia di tangan tim medis yang telah berjuang maksimal.
Di dalamnya ada juga anak kandung almarhum yang juga dokter ikut menangani hingga Prof. Antara menghembuskan nafas terakhirnya.
“Selamat jalan Prof. Perjuangan keadilan memang tidak mudah dan Prof. berjalan dengan damai di alam sana dalam status yang jelas bersih dari status sebagai narapidana. Prof. telah menerima vonis tidak bersalah alias bebas murni. Hanya memang walaupun bebas murni, namun akibat ulah beberapa oknum jabatan Prof. sebagai rektor belum dikembalikan dan status pegawai negeri belum kembali secara penuh. Alasannya karena putusan belum inKracht, padahal ketika jabatan dan status PNS Prof. dicopot malah masih berstatus tersangka, bukan sudah putusan bebas. Itulah hukum kita yang sering membuat Prof. bingung ketika diskusi dengan kami,” beber Gede Pasek Suardika.
“Pejabat yang menersangkakan naik pangkat, oknum yang mendorong kasus ini bergulir juga masih banyak memegang jabatan. Perjuangan belum selesai di alam ini, masih bisa diperjuangkan di alam sana. Doa kami selalu menyertai. Keadilan tidak mudah dihadirkan tetapi tetap harus diperjuangkan. Dumogi Amor ing Acintya,” tutup Gede Pasek Suardika. (bp/ken)