KLUNGKUNG, Balipolitika.com– Simpati mengalir kepada sosok seniman legendaris I Nyoman Subrata alias Petruk (76 tahun) yang diblokir tampil di Panggung Ardha Chandra Art Centre, Denpasar serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025, Rabu, 2 Juli 2025 mendatang.
Sebaliknya, kritik pedas dan bullyan dialamatkan kepada para kurator, yakni Prof. Dr. I Wayan Dibia, Prof. Dr. I Made Bandem, Prof. Komang Sudirga, dan I Gede Nala Antara.
Selain meminta para kurator ini memberikan contoh cara ngelawak dengan bahasa yang tidak melanggar norma kesopanan dan langsung pentas di Panggung Ardha Chandra Art Centre, warganet juga menyentil keberadaan mereka yang seolah-olah mengakar dan tak tergantikan di event PKB.
Kritik tersebut salah satunya disampaikan langsung oleh Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibya) Kabupaten Klungkung, Dewa Gede Alit Saputra, Jumat, 6 Juni 2025.
Ia menilai sudah saatnya kurator PKB diubah lantaran setiap tahun penyelenggaraannya monoton karena kuratornya itu-itu saja.
Dewa Gede Alit Saputra menilai ada hal nyeleneh dan tidak adil di ajang PKB ini.
Salah satu contohnya adalah mata seni budaya dalam agenda PKB yang harus dipentaskan setiap kabupaten, tetapi kurator tidak melihat potensi itu tidak ada di kabupaten lain.
Kondisi ini ungkap Dewa Gede Alit Saputra terkesan dipaksakan hingga membuat kontingen di kabupaten lain kelimpungan.
“Contohnya tahun lalu ada lomba Bapang Barong lengkap dengan pemeran lainnya. Kabupaten lain kan belum tentu ada tokoh-tokoh pemeran lain seperti penambak, bojog, dan adegan lainnya, Kabupaten lain juga berusaha mencari agar sesuai dengan kriteria. Sekarang ini malah kembali bapang barongnya saja, tanpa bojog dan penambak. Inilah contohnya, jadi tidak konsisten, Hal serupa juga terjadi pada mata seni budaya yang lain,” ungkap Dewa Gede Alit Saputra.
Dewa Gede Alit Saputra menggarisbawahi para kurator PKB dari tahun ke tahun itu-itu saja sehingga tidak ada lagi pengembangan-pengembangan lain merespons perkembangan zaman.
Merespons kasus seniman legendaris Petruk, Dewa Gede Alit Saputra menilai jawaban dari kurator kaku dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat mengingat norma kesopanan baru dipermasalahkan setelah sang seniman main drama gong 50 tahun lamanya.
Dewa Gede Alit Saputra menilai demikianlah gaya seorang Petruk yang sudah jatuh bangun di dunia seni hingga 50 tahun lamanya dan masih berkesenian.
“Ini momentum untuk mengevaluasi tim kurator. Saya sebagai pelaku seni, pengamat, melihat tidak ada yang salah dengan Petruk. Dia konsisten. Dialah yang memberikan daya ungkit untuk pelestarian budaya Bali. Ini prestasi. Justru sebaliknya pemerintah seharusnya memberikan penghargaan khusus,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Kesedihan pecinta drama gong Bali seiring tidak tampilnya I Nyoman Subrata alias Petruk yang tahun ini menginjak usia 76 tahun karena terhadang syarat dan ketentuan Tim Kurator Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025 dipastikan bertambah.
Kerinduan masyarakat menyaksikan penampilan kocak Sang Ketut Arka alias Ajik Perak di Kalangan Ardha Chandra Art Centre, Denpasar, Rabu, 2 Juli 2025 mendatang dipastikan hanya tinggal kerindungan.
Dengan kata lain, sirna paripurna sudah harapan masyarakat menyaksikan penampilan pemain Drama Gong Era 1980-an yang saat ini hanya menyisakan Petruk dan Perak.
Menghormati Petruk sebagai ikon yang tulus berkesenian mengharumkan seni drama gong sehingga dicintai oleh masyarakat Pulau Dewata bahkan luar Bali, Ajik Perak yang lahir pada 27 Agustus 1957 alias berumur lawas 70 tahun dipastikan undur diri dari garapan Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas di bawah naungan Yayasan Bali Murda Citta serangkaian Pesta Kesenian Bali XLVII Tahun 2025. (bp/tim)