DENPASAR, Balipolitika.com- Di Bali secara menyeluruh, keberadaannya ogoh-ogoh sejatinya baik-baik saja alias tidak ada ancaman terkait eksistensi produk kesenian nan sakral ini.
Namun, khusus di Denpasar, pawai ogoh-ogoh di Malam Pengerupukan, Minggu, 10 Maret 2024 silam menjadi sorotan banyak pihak seiring maraknya penggunaan sound system.
Fakta di lapangan, sound system yang tak tanggung-tanggung khusus didatangkan dari luar Bali ini tidak memiliki titik temu atau frekuensi dengan gamelan baleganjur.
Sebaliknya, kehadiran sound system ini dinilai merusak dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa dentuman musik yang dihasilkan “membunuh” ritme serta fokus pemain gamelan baleganjur karena saking bisingnya.
Menyikapi hal tersebut, DPRD Kota Denpasar dan Eksekutif Denpasar pun sepakat menggolkan Perda Pelestarian Ogoh-Ogoh.
Setelah melalui proses pembahasan panjang dan mendalam, termasuk di dalamnya diskusi antara legislatif dan eksekutif serta masukan dari berbagai pihak, akhirnya Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh resmi disepakati menjadi Perda tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh.
Hal tersebut tertuang dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I Tahun 2024 DPRD Kota Denpasar di Gedung DPRD Kota Denpasar, Jumat, 20 Desember 2024.
Tampak hadir pada momen tersebut, Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa.
Pelaksanaan Sidang Paripurna tersebut dipimpin Ketua DPRD Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gede serta didampingi Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, I Wayan Mariana Wandhira, Ida Bagus Yoga Adi Putra, dan I Made Oka Cahyadi Wiguna.
Selain itu, turut hadir pula Forkopimda Kota Denpasar, segenap anggota DPRD Kota Denpasar serta undangan lainya.
Wakil Wali Kota Denpasar, Kadek Agus Arya Wibawa dalam sambutannya di hadapan Sidang Paripurna DPRD Kota Denpasar menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang pelestarian dan perlindungan ogoh-ogoh berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang fokus memberikan perlindungan dan pelestarian pada warisan budaya.
Berkenaan dengan hal tersebut, ogoh-ogoh merupakan salah satu warisan budaya bali yang mengombinasikan unsur keagamaan dan unsur tradisi.
“Kami sampaikan terima kasih dan apresiasi kepada pimpinan dan segenap anggota dewan atas dukungan, kesungguhan dan kerjasamanya sehingga rancangan peraturan daerah tersebut telah disepakati,” ujar Wawali Arya Wibawa.
Lebih lanjut, dijelaskan ogoh-ogoh yang merupakan salah satu warisan budaya Bali sangat erat kaitannya dengan perayaan Nyepi yang mana tradisi ini memiliki makna mendalam sebagai simbol netralisir butha kala dan harmonisasi alam semesta.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran mengenai hilangnya muatan upacara keagamaan dan penurunan kualitas pembuatan serta penyelenggaraan pawai ogoh-ogoh.
“Dengan adanya peraturan daerah ini, diharapkan agar tradisi ini dapat dijaga kualitasnya dan tidak hanya menjadi tontonan, tetapi tetap memiliki nilai spiritual keagamaan dan budaya yang kuat, selain itu dengan disusunnya regulasi terhadap penyelenggaraannya dapat membantu untuk mengatur pelaksanaan pawai ogoh-ogoh yang semakin besar dan kompleks,” kata Wawali Arya Wibawa.
Selebihnya, Arya Wibawa juga menambahkan, rancangan peraturan daerah tentang pelestarian dan perlindungan ogoh-ogoh ini mencakup berbagai aspek, seperti keselamatan, waktu pelaksanaan, dan jalur pawai sehingga dapat menghindari terjadinya gangguan ketertiban umum, kemacetan, dan potensi bentrokan antar kelompok masyarakat dalam rangka memberikan legitimasi hukum bagi pemerintah daerah dalam melakukan pelestarian budaya, peningkatan kualitas pawai, dukungan bagi seniman lokal, edukasi bagi generasi muda, perlindungan lingkungan, peningkatan potensi pariwisata, perlindungan hak cipta, peningkatan partisipasi masyarakat, dan menjaga keharmonisan sosial.
“Kami menyadari bahwa setiap kebijakan yang diambil tentu tidak lepas dari tantangan dan perbedaan pandangan. Namun, berkat sinergitas yang baik antara legislatif dan eksekutif, serta dukungan semua pihak, kita dapat menyelesaikan pembahasan dan menghasilkan ranperda ini dengan penuh tanggung jawab,” imbuhnya.
Sementara, Ketua DPRD Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gede memberikan apresiasi atas terselesaikannya proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh di Kota Denpasar dan setelah melalui berbagai proses, akhirnya dapat ditetapkan mejadi Perda.
Hal ini, lantaran kehadiran perda ini sangat penting dalam upaya menjaga dan melestarikan tradisi ogoh-ogoh serta menjaga pakem-pakem ogoh-ogoh.
“Pembahasan ranperda ini dapat berjalan sesuai rancana dan semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, khususnya para yowana dalam menjaga pakem dan kelestarian kesenian ogoh-ogoh di Kota Denpasar,” ujarnya.
Dalam sidang tersebut, disampaikan bahwa seluruh fraksi DPRD Kota Denpasar menyetujui Ranperda tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh tersebut.
Dikonfirmasi lebih lanjut, Wakil Ketua DPRD Denpasar, Ida Bagus Yoga Adi Putra merinci sejumlah muatan inti yang terkandung dalam Perda tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh.
Antara lain pada Pasal 12 ayat 5 yang berbunyi setiap peserta parade ogoh-ogoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan gambelan bali atau instrument tradisional dan dilarang menggunakan sound system.
Selanjutnya, juga dimuat dalam Bab IV tentang penertiban, tepatnya pada Pasal 17 ayat 1, 2, dan 5.
Pasal 17 ayat 1 berbunyi penertiban pelaksanaan parade ogoh-ogoh dalam rangka pangerupukan dilaksanakan melalui (a) batas waktu pelaksanaan ogoh-ogoh, (b) penghentian penggunaan sound system, (c) penentuan lalu lintas ogoh-ogoh, dan (d) pembersihan sampah.
Pasal 17 ayat 2 berbunyi penertiban dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang keamanan dan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan perbekel, lurah, bendesa adat dan pecalang desa adat di setiap wilayah.
Berikutnya, Pasal 17 ayat 5 yang berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghentian penggunaan sound system sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dalam Peraturan Wali Kota.
“Akan dipertegas melalui Perwali. Kita tunggu perwalinya,” tandas Ida Bagus Yoga Adi Putra. (bp/ken)