BERJUANG: Paul Lionel La Fontaine, memperjuangkan hak asuh dua anak kembarnya. (Sumber: Dok Pribadi)
DENPASAR, Balipolitika.com- Tak henti-hentinya perjuangan seorang ayah, Paul Lionel La Fontaine (62 tahun), Warga Negara Australia, menuntut keadilan terkait hak asuh atas dua anak kembarnya, S dan I (6 tahun), pasca perseteruannya dengan sang mantan istri, Adinda Viraya Paramitha (39 tahun) di Bali, Kamis, 20 Februari 2025.
Terkait perjuangannya, kepada wartawan Balipolitika.com Paul mencurahkan perasaannya melalui tulisan, mengaku sangat sulit untuk bertemu dengan dua buah hatinya tersebut sejak 26 Agustus 2022, berharap kepada UPTD PPA bisa memberikan solusi yang adil bagi dirinya sebagai ayah biologis hasil perkawinannya dengan mantan istri Adinda.
“Selama lebih dari dua tahun, saya tidak diizinkan bertemu, memeluk, atau merayakan ulang tahun serta Natal bersama mereka. Ini adalah penyiksaan psikologis yang nyata,” ungkap Paul dengan nada tegas.
Paul mengaku permasalahan ini menjadi kisah terpahit dalam hidupnya, terlebih, menurutnya, Adinda telah mengkebiri haknya sebagai seorang ayah dengan cara mengisolasi kedua putrinya tersebut dari dunia luar, dianggap sikap yang dilakukan mantan istrinya tersebut telah memberikan dampak negatif bagi kondisi psikis anak-anaknya.
Selain itu, Paul benar-benar merasa dihakimi, ketika ia mencoba mengunjungi kediaman Adinda untuk membawa hadiah dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk anak-anaknya, ia mengaku malah mengalami kekerasan fisik.
“Saya dipukuli oleh tiga preman saat mencoba bernyanyi dan membawakan hadiah untuk putri saya,” kata Paul.
Kejadian yang dialaminya, mendorong Paul berasumsi atas kejadian kekerasan fisik yang dilakukan oleh sejumlah orang yang diduga preman kepadanya, merupakan perintah dari Adinda sendiri, bahkan Paul mengungkapkan kekecewaannya saat orang-orang suruhan mantan istrinya melakukan perusakan terhadap foto-foto yang dibawanya untuk diberikan kepada putri-putrinya sebagai hadiah.
Atas rentetan peristiwa yang dialami, Paul pun melontarkan kritik terhadap Lembaga Perlindungan Anak, dianggap tidak mampu memberikan solusi adil bagi dirinya yang justru malah menunjukkan sikap acuh terhadap laporan yang sempat diberikan.
Meski telah melaporkan dugaan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak-anaknya ke UPTD PPA dan KPAI, Paul merasa laporan serta bukti kekerasan yang disampaikan—termasuk visum medis dari Tim Psikiater RS Sanglah—hanyalah diabaikan.
“Faktanya, semua lembaga perlindungan anak sudah mengetahui kondisi ini lebih dari delapan bulan lalu, namun belum melakukan tindakan apa pun untuk melindungi anak-anak saya. Ini bukan hanya kelalaian, ini pengabaian yang disengaja,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, Paul juga meminta bantuan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali untuk memfasilitasi pertemuannya dengan anak-anaknya.
Kuasa Hukum Paul, Devara Kharisma, yang mendampingi saat bertemu DPD RI menegaskan, bahwa tindakan Adinda yang melanggar hak asuh 50% merupakan pelanggaran hukum serius, dan pihak kepolisian wajib bertindak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan KUHP.
“Ini bukan hanya tentang klien saya sebagai ayah dari putri-putrinya. Ini juga tentang hak mereka (anak-anak Paul, red), mereka juga memerlukan sosok Paul untuk tumbuh dan berkembang. Mewakili Paul, saya berharap Polisi dan lembaga-lembaga terkait bisa mendengar suara Paul,” tegasnya.
Atas kejadian yang menimpa kliennya, Devara mencurigai adanya pengaruh besar dari mantan istri Paul sengaja menghalang-halangi pihaknya dalam mencari keadilan, sehingga ia berharap negara bisa hadir dan bersikap adil terkait kasus yang menimpa Paul, tanpa adanya keberpihakan hak kliennya sebagai ayah yang jelas memiliki hak asuh atas kedua putrinya sebagaimana putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Sementara, saat wartawan berusaha menghubungi Adinda untuk mengkonfirmasi adanya berita tersebut, pihaknya belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut. (bp/GK)