DENPASAR, Balipolitika.com- Tahukah kamu bila Thailand adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara (ASEAN) yang tidak pernah dijajah?
Seperti yang diketahui, Indonesia sempat merasakan penjajahan oleh Bangsa Belanda dan Jepang hingga ratusan tahun.
Negara lainnya yang berada di ASEAN juga mengalami masa kolonialisme atau waktu di mana kekuasaan atas negaranya dikontrol oleh negara lain.
Bicara tentang penjajahan, kita perlu mundur hingga tahun 1914.
Kala itu, memang bangsa Eropa tengah merajai sebagian besar negara di dunia termasuk di benua Asia.
Tapi mengapa Thailand tidak terkena penjajahan meski wilayah sekitarnya dikuasai Inggris dan Prancis?
Begini 3 alasan mengapa Thailand tidak pernah dijajah.
1. Taktik dan Reformasi Raja Chulalongkorn
Sampai saat ini, Thailand menganut bentuk pemerintahan monarki konstitusional yang dipimpin oleh Raja sebagai Kepala Negara.
Sedangkan pemerintahannya dipimpin oleh Perdana Menteri dan seluruh jajarannya.
Begitupun di tahun 1914, di mana Thailand tengah dipimpin oleh Raja Chulalongkorn yang melindungi negaranya dari penjajahan.
Dahulu, Thailand disebut dengan Kerajaan Siam.
Kerajaan Siam terletak di perbatasan wilayah yang dikuasai Inggris (Burma) dan Prancis (Indochina).
Indochina kini telah menjadi negara yang merdeka yakni Vietnam, Laos, dan Kamboja.
Raja Chulalongkorn menyadari cara untuk menghindari penjajahan adalah mendekatkan diri kepada Eropa.
Ia melakukan taktik dan reformasi sentralisasi melalui sistem politik yang disebut dengan Mandala.
Sistem politik Mandala dinilai unik karena seolah memberikan penghormatan kepada penguasa dalam kata lain Inggris dan Prancis.
Bersama Eropa, Raja Chulalongkorn memulai proyek besar-besaran untuk melakukan modernisasi pada Kerajaan Siam saat itu.
Seperti membuat peta yang digunakan Inggris dan Prancis untuk menentukan wilayah kekuasan dengan jelas.
Bangsa penjajah juga dikenal sebagai ahli topografi sehingga kesempatan ini digunakan untuk mengklaim wilayah.
Sedangkan reformasi sentralisasi Thailand berkaitan dengan kekuasaan yang awalnya tersebar berubah menjadi terpusat.
Sehingga kekuasaan atas seluruh wilayah Thailand sah secara de facto meski beberapa wilayah tidak memiliki kepastian politik secara de jure pada saat itu.
Reformasi ini juga termasuk re-organisasi pemerintahan menjadi kementerian yang bertanggung jawab secara fungsional dan birokrasi terpusat. Sehingga berbagai kebijakan yang timbul adalah:
Sistem administrasi yang seragam dan terpusat termasuk di provinsi terpencil.
Memastikan pengumpulan pendapatan pemerintah.
Menghapuskan perbudakan dan persyaratan lain yang berhubungan dengan tenaga kerja.
Menetapkan pengadilan hukum dan reformasi peradilan.
Hadirnya sistem sekolah modern.
Membangun sistem kereta api dan telegraf sebagai alat komunikasi.
Memberlakukan kebisuan Budha sebagai sangha atau hierarki keagamaan berskala nasional yang puncaknya terhubung langsung dengan raja.
Berbagai taktik dan reformasi ini membuat Thailand menjadi kerajaan yang luar biasa hingga negara yang lebih modern.
2. Sempat Kehilangan Wilayah Kekuasaan
Meski sudah dibuatnya peta, dalam arsip detikEdu dijelaskan bila Prancis dan Inggris tetap mencoba menjajah negeri Gajah Putih tersebut.
Alasan lainnya karena Thailand memiliki kondisi geografis yang memukau.
Negara tersebut dikelilingi kenampakan alam yang beragam seperti gunung dengan titik tertinggi Doi Inthanon (2.567 meter) di utara, pegunungan Koral di timur laut, dan Sungai Mekong di timur.
Di bagian tengah negara, Thailand juga memiliki Sungai Chao Phraya yang membuat negara ini dialiri oleh sungai hingga Teluk Thailand.
Dalam proses reformasi Raja Chulalongkorn yang berkaitan dengan penguasaan wilayah, ia membentuk pasukan khusus untuk mengendalikan penguasa lokal dan wilayah yang tidak diawasi.
Hasilnya, ia berhasil melucuti senjata dan menggulingkan penguasa lokal hingga memusatkan kekuasaan di Bangkok.
Sayangnya, ia terus mendapatkan tekanan hingga membuat warisan kebijakan ayahnya Raja Mongkut hilang.
Pada tahun 1893, Raja Chulalongkorn terpaksa menyerahkan seluruh wilayah Laos di sebelah timur Sungai Mekong kepada Prancis.
Hal ini dikarenakan kapal Prancis terus memaksa menyusuri Sungai Chao Phraya untuk menuju ke Bangkok.
Dua tahun kemudian, Kerajaan Siam kembali kehilangan wilayah atas empat negara bagian Melayu yang diserahkan ke Inggris termasuk wilayah muslim Patani Thailand.
Dalam Jurnal Masyarakat Budaya, Volume 7 No.1 Tahun 2005 karya Paulus Rudolf Yuniarto keadaan ini membuat Kerajaan Siam kehilangan posisi di wilayah semenajung Melayu.
Akibatnya pada 15 Januari 1986 timbul perjanjian Inggris-Prancis yang menyatakan bila kedua belah pihak hanya mengaku kedaulatan wilayah Siam hanya ada di Sungai Chao Phraya.
Dalam perjanjian tersebut tidak menjamin mengenai kemerdekaan sehingga Siam sempat terancam.
Pada tahun 1909, perjanjian kembali dibuat dengan nama perjanjian Inggris-Siam memberlakukan kerajaan Melayu Patani menjadi milik Thailand dengan kekuasaan otonomi sebagai sebuah kerajaan.
Kemudian, pada akhirnya berubah menjadi satu kesatuan administrasi pemerintah pusat kerajaan Thailand di Bangkok yang dikendalikan secara langsung.
3. Dibiarkan Inggris dan Prancis
Kerajaan Inggris dan Prancis disebut tidak pernah berhasil sepenuhnya mengendalikan negara atau sebagian besar di wilayah Thailand.
Pernyataan inilah yang berkaitan dengan makna Thailand tidak pernah dijajah dengan bangsa manapun.
Akibatnya, Inggris dan Prancis memutuskan membiarkan Thailand berdiri secara independen yang merdeka.
Meski hal ini tetap dimanfaatkan sebagai penyangga dan koloni berbagai wilayah yang dijajah dua bangsa tersebut.
Nah itulah 3 alasan mengapa Thailand tidak pernah dijajah bangsa manapun. (bp/dp/ken)