KODE ISTIMEWA: Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo saat memberi pengarahan kepada 36 penjabat gubernur di Ruang Rapat Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa, 13 Agustus 2024. (Foto Biro Pers Sekretariat Presiden)
DENPASAR, Balipolitika.com- Dikritik Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa bakti 2015-2019, Laode M. Syarif lantaran menyalurkan bantuan sosial (bansos) bernilai fantastis, yakni Rp476 triliun jelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Rabu, 14 Februari 2024 silam, kini giliran Presiden Joko Widodo yang menyinggung pemberian hibah kepada masyarakat.
Jelang lengser dari tampuk pimpinan tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 20 Oktober 2024 mendatang, Jokowi mengungkapkan ada wilayah di Indonesia yang memiliki anggaran besar, tapi programnya tidak jelas.
Ungkap Jokowi– yang menyalurkan bansos di awal masa pandemi Covid-19 tahun 2020 sebesar Rp498 triliun dan di masa pandemi Covid-19 tahun 2021 Rp468,2 triliun dan Rp460,6 triliun pada 2022 atau jauh lebih kecil dibanding bansos jelang Pilpres 2024– anggaran dari wilayah dengan anggaran besar itu dipakai untuk hibah padahal sebetulnya dengan anggaran itu daerah tersebut bisa dibangun untuk sarana kesehatan dan pendidikan, yakni 10 rumah sakit dan universitas.
Kritikan itu disampaikan sosok presiden 2 periode yang disokong Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan saat memberi pengarahan kepada 36 penjabat gubernur di Ruang Rapat Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa, 13 Agustus 2024.
“Saya lihat misalnya ada kabupaten yang anggaran sangat besar sekali, tapi arah programnya tidak jelas,” kata Jokowi saat memberikan pengarahan.
“Banyak dipakai untuk hibah-hibah, ini tentu saja arahnya ke politik. Padahal kalau itu bisa diarahkan, bisa menjadi rumah sakit 10 saja bisa, atau universitas bisa. Hal-hal berkaitan pendidikan dan kesehatan,” tambah Jokowi yang putranya akan dilantik sebagai Wakil Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024 mendatang,
Sebagaimana diketahui, Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa bakti 2015-2019, Laode M. Syarif mengkritik Jokowi pada awal Februari 2024 atau sebelum hari pencoblosan Pemilu Serentak 2024, karena ditengarai bansos yang disalurkan sang presiden memuat kepentingan politik.
Pernyataan Laode M. Syarif ini disampaikan ketika ia dan sejumlah pimpinan KPK periode 2003-2019 ramai-ramai mengingatkan penyelenggaraan pemerintahan Presiden Jokowi, termasuk tata kelola bansos.
“Sekarang dibagi-bagikan ke semua orang yang lewat boleh menerima bansos, yang kayak begitu enggak boleh dan itu ditengarai ada benturan kepentingan atau konflik kepentingan, conflict of interest,” ujar Laode M. Syarif di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024 silam.
Laode M. Syarif, kala itu menekankan penyaluran bansos seharusnya dilakukan secara hati-hati lebih-lebih pada 2023 (jelang Pemilu 2024) jumlah anggaran bansos yang disalurkan Jokowi lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya meskipun pandemi Covid-19 sudah berstatus endemi.
Adapun pada awal masa pandemi Covid-19 tahun 2020 pemerintah menyalurkan bansos sebesar Rp498 triliun
Selanjutnya pada masa pandemi Covid-19 tahun 2021 Rp468,2 triliun dan Rp460,6 triliun pada tahun 2022.
Terakhir, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menebar bantuan sosial (bansos) yang kala itu menjadi isu karena beberapa bansos ditebar menjelang Pilpres 2024.
Kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK di kantor Kementerian Keuangan, dikutip Minggu, 4 Januari 2024 bahwa dalam APBN 2023 pemerintah mengalokasikan anggaran untuk tujuan bantuan sosial sebanyak Rp 476 triliun. (bp/ken)