BABELAN: IA YANG MEMBANGUN JIWA
1
jalanan itu memanjang di ruas hati
berkali-kali dibangun, berkali-kali dihancurkan
gorong-gorongnya menetap di rongga kepala
malam ini dikeruk, besok meluber menggenang siang
pohon-pohon berjajar di lintasan waktu
sering roboh, tapi tak kunjung tumbuh
barangkali ia telah menempuh jarak paling jauh
sulit diulang, hanya ingin dikenang
2
untungnya, mimpi-mimpi masih menghijau ketika senja
menyawah di tepian pembatas aspal kemarin
meski pagi ini jalur meninggi tak tahu diri
menyisakan elevasi, menakuti ban-ban truk jungkit
entah pengangkut tanah, pasir, atau batu-batu pikiran
yang nyaris terbenam di antara kabel-kabel semrawut
hitam dan bebal, menggelayut di tiang-tiang tanpa bohlam
kelam
3
debu-debu cemburu adalah polusi, menusuk mata
memenuhi trakea, menyesakkan, memuakkan, menyebalkan
daun-daun setengah putih subur di lahan penyesalan
sibuk memunguti bunga sampah warna-warni
dan busa-busa limbah dari kebohongan mulut jumawa
seperti salju musim kemarau, mengumpul di kali mati
tanyakan saja pada enceng gondok di bawah jembatan
ia sibuk memandangi rumah-rumah kecil tumbuh
beranak pinak dalam tatapan polos para pendatang
4
air payau dan berkarat memenuhi toren kearifan
membasuh tubuh lusuh dan keyakinan palsu
meski ia sadar telah kehilangan kesegaran
sebab pabrik-pabrik dosa terus mengepul
di antara terik yang mengeringkan pot-pot
kavling angkuh dan gubuk-gubuk kumuh
5
nasib yang dipajang di warung-warung madura
adalah luka, dibalut oleh laba tak seberapa
dua puluh empat jam tabah terbuka, dengan aroma
lotion penolak gigitan nyamuk, juga keringat marjinal
ia berjajar, di sela-sela gerai ritel ber-AC
suhu kapitalis yang melenakan juga mengenaskan
Bekasi, 12 September 2024
BUKAN KEBUN BUNGA
hanya ada mawar-mawar merah muda
setengah oranye
rumput-rumput gajah
dan anak-anak berjaket kuning
sedangkan bokor-bokor itu
mencoba memahami aroma petrikor
dan patah-patah hujan sore
yang mengairi kolam koi
kue-kue panjang yang manis
irisan daging kering pedas
semangkuk sup jamur dan tawa lepas
ternyata tersesat tidak begitu pilu
jika memegang tanganmu
Bekasi, Desember 2024
SETANGKUP SUNYI, 2086 METER DI ATAS PERMUKAAN LAUT
pagi itu kudatangi lagi dinginmu, ketika manarasa-manarasa merah kokoh menahan angin-angin di tubir kawah
kali ini tidak kutemukan kabut-kabut lembut yang kuingat dari belasan tahun lalu, kau menyambutku telanjang di bawah langit yang lebam
tertelungkup meratapi cita-cita yang tak mampu diwujudkan setan dalam semalam
manusia-manusia sibuk memamerkan senyum kepada dunia, sedang aku sibuk menenangkan anak-anak yang ketakutan dan lapar
pendakian di jalur bumi terkadang memang pedih, namun saat itu ketinggian terasa begitu hambar
lelaki-lelaki menghampiriku, wajah mereka telah sampai pada gurat yang tidak mudah diterjemahkan
hingga aku sadar, orang-orang hanya memutar raut, menghindari maut
resah belum juga rela meninggalkan kemah kecil yang kubangun di sudut dada, hari esok entah masih ada atau kaku membiru seperti jari-jariku saat itu
jika saja waktu bisa membeku, aku ingin duduk bersandar di bahu-bahu pembatas jurang, diam menatap dan menyimpan setiap lekukmu ke dalam ransel kenangan
detik jam serakah menangkap wajah pasi, hingga hijau berubah menjadi hitam, kesadaran yang pingsan di ujung mimpi
seperti kekasih patah hati, sibuk memeluk sunyi dan menghabisi rindu di hutan mati
Bekasi, Desember 2024
BIODATA
Denok Ayu Uni Aisandi lahir di Surabaya, 3 Juni 1992. Karyanya sudah dimuat di beberapa media serta masuk dalam antologi puisi bersama tingkat nasional. Bergabung di Asqa Imagination School dan Kelas Puisi Bekasi.