KLARIFIKASI: Pihak Bendesa dan Prajuru Desa Adat Serangan melakukan klarifikasi terhadap aksi kelompok yang mengatasnamakan warga Desa Adat Serangan, atas keputusan pemilihan Bendesa Desa Adat Serangan, Selasa, 9 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Polemik proses pemilihan Bendesa Adat Serangan yang sempat diwarnai aksi demo sekelompok massa mengatasnamakan warga Serangan di Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali ditanggapi serius oleh Bandesa Serangan 2014-2024, I Made Sedana dan sejumlah prajuru lainnya, pada Selasa, 9 Juli 2024 malam.
Ia mengaku sangat prihatin atas aksi yang digelar kelompok mengatasnamakan krama Desa Adat Serangan, juga mengatakan pihaknya megetahui persis terkait proses pemilihan bandesa tersebut dirasa tidak perlu sampai digelar aksi massa ke MDA Bali yang dikoordinir langsung oleh I Wayan Patut.
“Bagi kami kelompok massa tersebut mewakili warga Desa Adat Serangan dan tidak mewakili enam Kelihan Banjar Adat yang ada di Desa Adat Serangan. Bahkan, mengenai kekosongan Pengurus Desa Adat Serangan tidak benar adanya,” tegas Bandesa Serangan.
Menurut Bendesa Serangan, seluruh prajuru konsisten mematuhi aturan dalam menjalankan Pemerintahan Desa Adat Serangan, yakni;
a. Berdasarkan parum Desa Adat Serangan yang dihadiri oleh prajuru Desa, Kerta Desa, Penua Sabha, dan Kelihan Banjar Adat pada tanggal 25 Mei 2024.
b. Berdasarkan perarem diketentuan umum Bab XI Pasal 26 Poin a yang menerangkan prajuru yang ada pada saat ini tetap melaksanakan tugas-tugas sampai dikukuhkannya prajuru yang baru sesuai perarem ini.
c. Berdasarkan awig-awig Desa Adat Serangan.
d. Perda No.4 Provinsi Bali memperpanjang jabatan Bandesa sampai ada Bandesa Definitif.
“Sudah jelas di sini tidak ada hal yang dilanggar, tetapi mereka bersikukuh ingin mejaya-jaya atau men-sahkan salah satu calon, atas nama I Nyoman Gede Pariartha yang dimenangkan atas hasil voting,” katanya.
Upaya kelompok yang mengatasnamakan ‘Warga Serangan Metangi’ untuk men-sahkan I Nyoman Gede Pariartha di tingkat MDA Provinsi Bali, belum mulus berjalan.
Sebab, MDA Provinsi Bali melihat ada hal-hal yang harus diluruskan dan dimusyawarahkan lebih lanjut.
“Kami juga mendapatkan panggilan untuk bersuara lagi di MDA Provinsi Bali pada Rabu (10 Juli 2024, red) ini. Kami akan ceritakan kronologis sebenar-benarnya dan membawa bukti-bukti dokumen yang lengkap,” tegas Bandesa Serangan.
Prajuru Desa Adat Serangan, Nyoman Kemuk Antara senada mengungkapkan bahwa diawal ada lima calon bendesa.
Satu orang, I Nyoman Gede Pariartha menang lewat voting oleh panitia. Padahal mestinya sudah ada mekanisme lewat musyawarah mufakat.
“Sempat Bapak WP, menyampaikan pada 24 Mei ada keputusan Desa Adat Serangan bahwa Bapak I Nyoman Gede Pariartha ditetapkan sebagai Bendesa Serangan, kami klarifikasi bahwa pernyataan itu tidak benar dan kami menemukan dugaan pemalsuan dokumen (keputusan, red) yang ditandatangani diduga Panitia dan Sekretaris,” beber Nyoman Kemu Antara.
Menurutnya, panitia melaksanakan pemilihan Bendesa secara musyarawah mufakat menetapkan I Nyoman Gede Pariartha sebagai bendesa. Hal itu sesungguhnya kebohongan yang panitia lakukan dengan cara voting menghasilkan angka 8:5.
“Maka sangat jelas cara itu sudah bertentangan dengan isi Perarem Pasal 20, dan ketidaksesuaian isi pararem tersebut menimbulkan keberatan dari 3 calon bendesa lainnya,” bebernya.
Tiga calon bendesa yang mengajukan keberatan di antaranya:
1. I Wayan Kuat dari Br. Peken.
2. I Wayan Astawa, SH., dari Br. Kaja.
3. I Made Sukanadi, SH., dari Br. Tengah.
Menurut salah satu calon Bendesa, I Wayan Astawa berharap masalah ini cepat dituntaskan karena dapat meluas ke masyarakat lainnya.
Ia sejak awal menemukan ada ketidakberesan dari panitia pemilihan Bendesa, tidak bisa dibiarkan karena ada hal-hal prinsip yang sengaja diselipkan untuk meloloskan salah satu calon lainnya.
“Kami mohon supaya MDA Agung Provinsi Bali untuk memediasi masalah kegaduhan yang terjadi di Desa Adat Serangan,” tegasnya.
Prajuru berharap supaya panitia menghargai keputusan paruman, bukan sebaliknya membuat keputusan sebelum parum tuntas dilaksanakan. Jangan sampai panitia pemilihan bendesa bertindak menyimpang.
“Yang jelas voting itu mendapatkan keberatan dari calon bendesa kami. Diketahui panitia sudah ada musyawarah mufakat dari para calon, tetapi malah tidak dilakukan dan tidak berlaku. Kemudian panitia melakukan voting dan muncul nama pemenang I Nyoman Gede Pariartha. Di pararem tidak ada pemilihan voting, di sinilah calon bendesa lainnya melakukan keberatan. Kita harus mediasi ini. Tanggal 24 Mei 2024 kami pernah ada parum desa, tetapi deadlock tidak ada keputusan. Surat-surat keberatan sudah pernah dibawa Bendesa ke MDA Kota Denpasar, tetapi sayangnya tidak sesuai dengan hasil parum tanggal 24 Mei 2024, termasuk dengan tiga calon bendesa yang tidak setuju. Kami merasa panitia pemilihan Bendesa Desa Adar Serangan jalan sendiri-sendiri,” tandas Sukarya salah satu panitia.
GELAR AKSI: Ratusan masyarakat Desa Adat Serangan menyambangi Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Senin, 8 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
Seperti diberitakan sebelumnya, Masyarakat Desa Adat Serangan ramai-ramai mendatangi Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Denpasar, sebelumnya sudah juga sudah mendatangi MDA Denpasar.
Koordiantor Lapangan Desa Adat Serangan I Wayan Patut mendesak agar segera Majelis Desa Adat Bali untuk segera mengelaurkan dan atau menerbitkan Surat Pengukuhan atau Penetapan Bendesa Adat Serengan masa bhakti 2024-2929 sesuai Keputusan Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan.
Mengingat Panitia Ngadegang Bendesa Adat Serangan telah melahirkan atau menghasilkan keputusan dan penetapan Bendesa Adat Serangan I Nyoman Gede Pariartha secara musyawarah dan mufakat pada tanggal 2 Mei 2024 dan 24 Mei 2024 di Wantilan Pura Desa, Desa Adat Serangan.
Oleh karena Bendesa Adat Serangan Periode 2014-2024 sudah berakhir pada tanggal 26 Mei 2024. Bilamana kekosongan dan situasi penetapan Bendesa Adat Serangan untuk periode 2024 -2029 tidak menjadi perhatian serta tanggapan MDA Bali, pihaknya akan melakukan aksi dan protes serta tuntutan secara besar-besaran.
Pada aksi protes tersebut pihaknya juga menemui Krama Desa Adat dari Kabupaten Karangasem, Klungkung hingga Gianyar yang menemui masalah serupa.
Patut yang juga pernah mendapat kalpataru kategori penyelamat lingkungan pada tahun 2011 merasa khawatir desa adat lama-kelamaan bisa mesorot dan semakin rusak.
Dikhawatirkan lagi, Bali bisa lebih mudah akan dijajah oleh orang lain, termasuk warga asing, apabila kebijakan desa adat diberlakukan seperti itu.
Lambatnya penurunan surat keputusan dan penetapan Bendesa Adat Serangan menimbulkan kekhawatiran yang besar karena setiap saat ada keperluan adat, urusan-urusan ritual yang harus melibatkan bendesa adat yang sah.
Apalagi pihaknya punya pengalaman pahit, ada peristiwa “kudeta” pada tahun 2014.
“Kita sudah ikuti aturan, arahan, tapi kalau sekarang dipermainkan kami tidak diterima,” pungkasnya.
Bahkan pihaknya menyoroti keberdaan MDA justru ada semacam peta konflik yang menyebabkan desa adat di Bali terkikis.
“Jangan salahkan dijajah orang lain dan bahkan dijajah oleh orang asing,” tutupnya. (bp/gk)